STUDI
KELAYAKAN BISNIS
UNTUK
USAHA KECIL DAN MENENGAH
LEMBAGA
PUSAT KAJIAN ZAKAT DAN WAKAF “EL-ZAWA”
UIN
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN
2014
Disusun Oleh :
Ircham Robbaq Azwar (11510125)
Mohamad Bastomi (11510131)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2014
I.
Pendahuluan
Merencanakan sebuah usaha perlu perhitungan yang tepat.
Hal tersebut dilakukan agar usaha yang dijalankan memiliki arah dan tujuan yang
jelas. Selain itu pengelolaan suatu usaha diharapkan akan mendatangkan
penghasilan dan kepuasan bagi pemiliknya. Pencapaian tujuan usaha harus
memenuhi beberapa kriteria kelayakan usaha. Jika diihat dari segi bisnis, suatu
usaha sebelum dijalankan harus dinilai layak atau tidak layak untuk dijalankan.
Agar tujuan pendirian usaha dapat tercapai sesuai keinginan, sebaiknya terlebih
dahulu dilakukan sebuah studi. Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi
yang akan ditanamkan layak atau tidak untuk dijalankan (dalam arti sesuai
dengan tujuan perusahaan). Dengan kata lain, jika usaha tersebut dijalankan, akan
memberikan bermanfaat atau tidak. Seorang pemilik usaha dituntut harus bisa
melakukan analisis kelayakan usaha dari berbagai aspek. Analisis kelayakan
usaha ini dapat dilakukan sebelum menjalankan suatu usaha dan ketika terjadi
pengembangan atau ekspansi usaha tersebut. Pengetahuan tentang analisis
kelayakan usaha akan menjadi pegangan dalam menjalankan suatu usaha agar usaha
tersebut tidak mengalami kerugian. Analisis kelayakan usaha berfungsi untuk
menentukan suatu usaha layak dijalankan atau tidak. Hal tersebut penting
dilakukan agar suatu usaha yang sedang dirintis atau dikembangkan terhindar
dari kerugian. Kesalahan dalam merencanakan suatu usaha akan berakibat
pembengkakan investasi. Hal ini juga dapat terjadi apabila pemilik usaha ingin
mengembangkan usahanya yang telah berjalan tanpa perhitungan yang matang. Oleh
karena itu analisis kelayakan usaha menjadi penting sekali untuk diperhatikan.
Pada bab ini dibahas difinisi dan aspek-aspek yang terdapat pada analisis
kelayakan usaha serta ilustrasi aplikasi analisis kelayakan usaha dari aspek
keuangan.
II.
Difinisi dan Aspek Analisis Kelayakan Usaha
Pengertian Studi Kelayakan Bisnis menurut Kasmir dan Jakfar (2003)
adalah suatu kegiatan yang mempelajari scara mendalam tentang suatu kegiatan
atau usaha yang akan dijalankan, untuk menentukan layak atau tidaknya suatu
bisnis dijalankan. Analisis kelayakan usaha dapat diartikan sebagai suatu alat
analisis yang digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha. Analisis kelayakan
usaha dimulai dari sebuah ide bisnis. Diperlukan sebuah penelitian untuk
mengetahui apakah ide bisnis tersebut layak dilakukan atau tidak. Seseorang
yang akan merintis sebuah UKM pasti telah melakukan analisis kelayakan usaha
yang berkaitan dengan bidang usahanya. Analisis kelayakan usaha yang dilakukan
dapat berupa analisis kelayakan usaha sederhana dan kompleks, tergantung dari
besar kecilnya usaha tersebut. Semakin besar usaha yang akan dirintis maka
semakin kompleks analisis kelayakan usaha yang dilakukan. Analisis kelayakan
usaha yang dilakukan oleh wirausahawan yang sedang merintis suatu usaha
berbeda-beda. Analisis kelayakan usaha yang dilakukan oleh wirausahawan yang
bergerak dalam bidang jasa akan berbeda dengan wirausahawan yang bergerak dalam
bidang produksi barang. Hal tersebut sangat normal sekali karena kemungkinan
besar terdapat perbedaan pada aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan dalam
analisis kelayakan usaha.
Dengan demikian studi kelayakan sering juga disebut dengan Feastibility
Study (FS) merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan,
apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha/ proyek yang
direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari
gagasan atau proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (Benefit),
baik dalam arti Financial Benefit ataupun Social Benefit.
Faktor-faktor yang dinilai yang perlu dinilai dalam menyusun studi
kelayakan bisnis antara lain, (1) Aspek hukum, (2) Aspek lingkungan, (3) Aspek
pasar dan pemasaran, (4)Aspek teknis dan teknologi, (5) Aspek manajemen dan
sumber daya manusia dan (6)Aspek keuangan (Suliyanto, 2010). Aspek-aspek
tersebut terkait antara satu dengan yang lain. Namun demikian pada UKM yang
baru dirintis biasanya hanya memperhatikan sebagian dari aspek tersebut.
Perhatikan gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 . Aspek analisis kelayakan usaha
Seperti pada difinisi UKM, wirausahawan yang sedang
merintis suatu usaha melakukan pekerjaannya secara mandiri. Perintisan usaha
tersebut biasanya dimulai dari pemilik usaha yang bersangkutan. Oleh karena itu
aspek manajemen dan sumber daya manusia sering diabaikan karena usaha yang
dirintis tersebut belum berkembang dan membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain
itu aspek lingkungan juga sering terabaikan karena UKM memiliki wilayah
operasional yang sempit dan terbatas. Demikian juga UKM yang baru dirintis belum
banyak berhubungan dengan pihak luar sehingga aspek hukum juga masih dipandang
belum perlu mendapat perhatian. Aspek yang sering diperhatikan oleh UKM adalah
aspek teknis dan teknologi, aspek pasar dan pemasaran serta aspek keuangan.
Aspek teknis dan teknologi berkaitan dengan kesiapan UKM dalam menjalankan
produksi dalam bisnisnya. Aspek pasar dan pemasaran berkaitan dengan potensi
pasar, keadaan persaingan usaha sejenis, market share, dan strategi
pemasaran produk yang akan dipilih. Sedangkan aspek keuangan berkaitan dengan
biaya-biaya yang timbul (investasi dan modal kerja) dari usaha tersebut serta
tingkat pengembalian investasi dan pendapatan usaha yang dijalankan.
III. Peranan
Studi Kelayakan Bisnis
Dilihat dari segi perbankan dan lembaga keuangan lainnya,
peranan studi kelayakan bisnis menjadi lebih penting lagi untuk mengadakan
penilai terhadap gagasan usaha/bisnis yang mempunyai sumber dana dari lembaga
tersebut. Dengan adanya studi kelayakan dalam berbagai kegiatan usaha dapat
diketahui sampai seberapa jauh gagasan usaha yang akan dilaksanakan mampu
menutupi segala kewajiban-kewajibannya serta prospeknya dimasa yang akan
datang. Berdasarkan pada hasil penilaian ini pula, para pihak perbankan akan
menyetujui atau tidak terhadap permintaan kredit dari kegiatan usaha yang
diusulkan. Perlu juga diketahui, penentuan kredit bukan hanya tergantung pada
jaminan kredit, koneksi, atau hubungan antarapihak pengusaha dan pihak
perbankan disamping bonafid tidaknya pengusaha tersebut, namun demikian peranan
studi kelayakan mempunyai andl yang cukup besar dalam mendapatkan kredit.
Bagi penanam modal, studi kelayakan merupakan gambaran
tentang kegiatan usaha/ bisnis yang akan dikerjakan dan melalui studi kelayakan
mereka akan dapat mengetahui prospek perusahaan dan kemungkinan-kemungkinan
keuntungan yang akan diterima. Dengan studi kelayakan bisnis mereka akan
mengetahui jaminan keselamatan dari modal yang akan ditanam dan berdasarkan
studi kelayakan ini pula mereka akan mengambil keputusan terhadap penanaman
investasi,
IV. Tujuan
Studi Kelayakan Bisnis
1.
Menghindari risiko kerugian
2.
Memudahkan perencanaan
3.
Memudahkan pelaksanaan pekerjaan
4.
Memudahkan pengawasan
5.
Memudahkan Pengendalian
A.
Aspek Teknis Dan Teknologi
Aspek teknis dan teknologi dipandang perlu diperhatikan
untuk mengetahui apakah secara teknis usaha dapat dijalankan dan teknologi yang
diperlukan sudah tersedia. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis
kelayakan usaha dari aspek teknis dan teknologi antara lain :
·
Penentuan lokasi usaha
·
Penentuan luas atau skala produksi
·
Penentuan alat-alat produksi
Penentuan teknologi yang digunakan dalam berproduksi
Penentuan lokasi produksi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jenis usaha
yang akan atau sedang dikembangkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penentuan lokasi produksi antara lain: (1) Ketersediaan bahan mentah, (2) Letak
pasar yang dituju, (3) Ketersediaan sumber energi, air dan sarana
telekomunikasi, dan (4)Ketersediaan sarana transportasi. Luas atau skala
produksi masing-masing usaha berbeda satu dengan yang lain. Luas produksi
sangat penting untuk direncanakan agar usaha yang dikembangkan mencapai tingkat
keuntungan yang maksimal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
luas produksi usaha antara lain: (1) Bahan dasar yang digunakan dalam proses
produksi, (2) Produk yang dihasilkan, (3) Besar kecilnya mesin yang digunakan,
dan (4) Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi. Penentuan
alat-alat produksi yang digunakan berkaitan erat dengan keuntungan dan kerugian
jangka panjang. Ketepatan alat produksi akan menunjang keuntungan jangka
panjang karena pemilik usaha dapat mengoptimalkan penggunaan alat tersebut.
Sebaliknya, kesalahan dalam memilih alat-alat produksi akan memaksa pemilik
usaha untuk mengganti alat tersebut. Jika ini terjadi maka pemilik usaha sama
saja melakukan investasi dua kali untuk pekerjaan yang sama. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam memilih alat-alat produksi antara lain: kesesuaian
dengan teknologi, kesesuaian harga peralatan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan atau kapasitas produksi peralatan, ketersediaan suku cadang dan
perawatan, kualitas dan umur ekonomis. Teknologi senantiasa berkembang dari
masa ke masa. Meskipun demikian, tidak selalu teknologi baru cocok diterapkan
pada proses produksi usaha yang sedang dikembangkan. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan teknologi dalam melakukan proses produksi
antara lain: (1) Kemampuan tenaga kerja dalam menggunakan teknologi, (2)
Kesesuaian teknologi dengan bahan baku yang digunakan, (3) Kemungkinan
pengembangan teknologi peralatan di masa yang akan datang, dan (4)Keberhasilan
pemakaian teknologi di tempat lain.
B.
Aspek Pasar Dan Pemasaran
Menjadi seorang pemilik usaha yang sukses tidak hanya
dituntut untuk memproduksi produk yang berkualitas saja, tetapi juga harus
mengerti siapa saja yang akan membeli produk tersebut. Oleh karena itu seorang
pemilik usaha yang cerdas akan membuat rencana pemasaran terlebih dahulu
sebelum memproduksi sebuah produk. Rencana pemasaran dibuat setelah data-data
dan informasi tentang pasar diketahui. Namun sebelum mengolah data-data dan
informasi tersebut, seorang pemilik usaha harus bisa menjawab minimal tiga
pertanyaan tentang bisnis yang sedang dirintis. Perhatikan gambar 2 berikut
ini.
Gambar 2. Gambaran umum sasaran pemasaran
Pertanyaan pertama adalah dimana posisi kita saat
ini?. Maksud pertanyaan ini adalah pengetahuan pemilik usaha tentang posisi
usahanya tersebut. Untuk menjawab pertanyaan tersebut seorang pemilik usaha
harus mengetahui latar belakang perusahaan yang didirikan, kekuatan dan
kelemahan perusahaan, kondisi persaingan usaha dan bagaimana peluang serta
hambatan yang dihadapi. Banyak sekali latar belakang sebuah usaha didirikan.
Latar belakang terebut bisa berupa mencari keuntungan semata, mencari
keuntungan sekaligus berusaha untuk mandiri sebagai seorang pemilik usaha, atau
hanya ingin sekedar coba-coba karena melihat peluang yang bagus. Setelah latar
belakang pendirian usaha ditetapkan, pemilik usaha harus mampu melihat kekuatan
dan kelemahan perusahaan yang dibangunnya tersebut. Kekuatan dan kelemahan
dapat dilihat dari sisi peralatan produksi, keuangan, lokasi, sumber daya
manusia, teknologi yang digunakan dan ketersediaan bahan baku. Sedangkan
peluang dan hambatan diketahui dari pencarian data-data dan informasi tentang
pasar suatu produk. Bisa jadi data-data atau informasi tersebut didapatkan dari
survey pasar, informasi dari pelaku usaha yang sudah terlebih dahulu berdiri,
tanya jawab dengan toko-toko tentang selera masyarakat, dan lain sebagainya.
Pertanyaan kedua adalah kemanakah arah, tujuan dan sasaran pemasaran produk
yang diproduksi? Setelah mengerti peluang dan hambatan dalam suatu usaha,
pemilik usaha harus segera menetapkan sasaran pasarnya. Apakah produk yang
dihasilkan tersebut akan dijual dengan cara langsung ke konsumen (direct
selling), dijual dengan metode konsinyasi (dititipkan) ke toko-toko, atau
dengan cara dipesan terlebih dahulu. Hal ini menjadi cukup penting karena akan
berkaitan erat dengan proses produksi yang akan dilakukan. Pertanyaan ketiga
adalah bagaimana caranya untuk mencapai sasaran tersebut? Ada berbagai
cara yang bisa ditempuh untuk mencapai sasaran usaha yang telah ditetapkan.
Namun cara-cara tersebut pasti memiliki banyak sekali rintangan. Rintangan yang
timbul dapat berasal dari proses produksi, distribusi produk, jaminan kualitas
dan lain-lain. Meskipun memiliki rintangan, pemilik usaha dituntut untuk tetap
berjuang pantang menyerah dan berfikir kreatif serta inovatif untuk menghadapi
dan memecahkan semua bentuk rintangan yang mungkin timbul untuk mencapai
sasaran yang akan dituju. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa rencana
pemasaran (marketing plan)adalah suatu proses perencanaan yang harus
disiapkan untuk mengetahui posisi perusahaan, mengetahui sasaran yang akan
dicapai dan tindakan-tindakan untuk mencapai sasaran tersebut. Ada beberapa
kegiatan yang harus dilakukan dalam rencana pemasaran, yaitu :
1.
Menganalisa keadaan lingkungan dan peluang pasar
2.
Mengembangkan sasaran pemasaran
3.
Menetapkan strategi pemasaran yang tepat dan sesuai
dengan lingkungan dan peluang pasar tersebut
4.
Menciptakan taktik atau tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk melaksanakan strategi pemasaran yang telah dibuat.
1.
Perubahan Pandangan tentang Pemasaran
Semenjak pemilik usaha mempelajari tentang pemasaran,
berkembang pandangan-pandangan tentang pemasaran tersebut. Perubahan pandangan
tentang pemasaran tersebut dapat dilihat pada gambar 3a sampai dengan 3e
berikut ini.
Gambar 3e Penjelasan gambar :
Gambar 3a : Pandangan tentang pemasaran yang pertama
ditunjukkan pada gambar ini. Pada awalnya kegiatan pemasaran masih memiliki
porsi yang sama dengan kegiatan yang lain. Porsi kegiatan pemasaran masih sama
dengan kegiatan produksi, personalia dan keuangan. Hal tersebut terjadi karena
waktu itu sebuah perusahaan hanya berfikir untuk menciptakan produk saja.
Kondisi lingkungan saat itu menunjukkan bahwa belum banyak saingan yang muncul,
teknologi belum berkembang pesat dan perusahaan sejenis belum terlalu banyak
Gambar 3b : Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa
porsi kegiatan pemasaran diperbesar dari kegiatan yang lain. Pemilik usaha
sudah berfikir tentang efisiensi tenaga kerja, sehingga porsi kegiatan
personalia dikurangi. Sudah mulai muncul mesin-mesin pengganti tenaga manusia
sehingga kebutuhan tenaga kerja dikurangi.
Gambar 3c : Gambar ini menunjukkan bahwa kegiatan
pemasaran menjadi sentral dari kegiatan perusahaan. Semua unit kegiatan yang
lain (produksi, keuangan dan personalia) diarahkan untuk membantu kegiatan
pemasaran. Orientasi perusahaan berubah yang semula hanya berusaha untuk
menciptakan produk sesuai dengan sudut pandang perusahaan, sekarang berubah
untuk menciptakan produk sesuai sudut pandang konsumen. Oleh karena itu
perusahaan mulai menekankan pada produksi yang berorientasi pasar dan
permintaan.
Gambar 3d : Pada gambar 3d tersebut terlihat adanya
istilah baru dalam kegiatan perusahaan yaitu langgangan. Dikarenakan
persaingan usaha sejenis semakin ketat, perusahaan mulai berlomba-lomba menciptakan
langganan. Semua kegiatan perusahaan mulai dari pemasaran, produksi, personalia
dan keuangan diarahkan untuk memberikan layanan terbaiknya demi menciptakan
langganan.
Gambar 3e : Gambar 3e menunjukkan bahwa kegiatan
perusahaan benar-benar fokus untuk menciptakan langganan produk perusahaan
tersebut. Usaha menciptakan pelanggan didukung sepenuhnya oleh kegiatan
pemasaran. Sedangkan kegiatan pemasaran perusahaan didukung juga oleh semua
kegiatan yang ada pada perusahaan tersebut. Istilah Pembeli adalah Raja benar-benar
diberlakukan. Langganan dengan pembeli memiliki perbedaan. Pembeli bisa jadi
hanya sekali saja membeli produk dari perusahaan tersebut, namun pelanggan
adalah pembeli yang datang kembali untuk membeli produk. Menciptakan pembeli
tidak semudah menjual produk saja. Pelanggan tercipta karena pembeli merasa
mendapat manfaat yang lebih dibandingkan dengan uang yang telah dibayarkannya.
Manfaat yang lebih tersebut didapat dari kualitas produk, pelayanan bagian
pemasaran, kenyamanan ketika menggunakan produk dan jaminan (garansi) keamanan
saat mengkonsumsi produk.
2.
Pemasaran dengan Konsep AIDA+S
Sekarang ini perilaku konsumen dalam membeli produk
dapat digambarkan dengan konsep AIDA+S. Gambar 4 menggambarkan urutan perilaku
konsumen dalam membeli barang. 1. Attention = Perhatian 2. Iterest = Minat 3.
Desire = Keinginan 4. Action = Tindakan 5. Satisfaction = Kepuasan
Gambar
4. Konsep AIDA+S
Sekarang bayangkan Anda memiliki sebuah toko yang
menjual berbagai macam produk. Ada beberapa produk yang dipajang pada etalase
toko tersebut. Suatu ketika ada seorang konsumen yang lewat di depan toko Anda.
Karena Anda memajang beberapa produk yang menarik, konsumen tersebut tertarik
untuk melihat produk yang Anda pajang tersebut. Ketika konsumen melihat produk
yang dipajang tersebut berarti konsumen tersebut telah menunjukkan perhatiannya
(Attention). Setelah konsumen menunjukkan perhatiannya pada produk
tersebut, kemudian akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Konsumen tersebut
akan berlalu begitu saja atau konsumen tersebut akan berhenti sebentar dan
menunjukkan minat (Interest) pada produk yang telah diperhatikannya
tadi. Jika konsumen sudah mulai berminat, bagian pemasaran harus segera
merespon minat konsumen tersebut dan mencoba memunculkan keinginan (Desire)
konsumen untuk membeli barang tersebut. Konsumen harus dibuat mengerti dan
merasakan bahwa ketika dia membeli barang tersebut, konsumen mendapatkan nilai
yang lebih besar dibandingkan dengan uang yang akan dikeluarkan untuk membayar
produk tersebut. Jika keinginan konsumen telah muncul maka dia akan memutuskan
untuk membeli produk tersebut. Hal ini yang dinamakan dengan tindakan (Action).
Sampai di sini proses penjualan telah selesai, namun proses pemasaran belum
selesai. Proses pemasaran yang berhasil dapat dilihat dari respon konsumen
setelah membeli produk yang dijual. Jika konsumen puas dan mau kembali lagi
untuk membeli di toko tersebut, maka konsumen tersebut dapat dikatakan telah
mendapatkan kepuasan (Satisfaction). Membuat konsumen merasakan kepuasan
dalam membeli suatu produk memerlukan usaha yang cukup keras. Usaha tersebut
dimulai dari pembuatan kualitas dan bentuk produk yang dijual, pelayanan di
saat konsumen membeli produk, jaminan keamanan dan lain-lain. Inti dari
kepuasan konsumen adalah konsumen merasa bahwa uang yang dibayarkan ketika
membeli produk lebih kecil dibandingkan dengan nilai produk tersebut ditambah
dengan pelayanan penjual yang memuaskan.
C.
Aspek Keuangan
Aspek keuangan sering juga disebut dengan analisis
finansial usaha. Menurut Sofyan (2003) analisis finansial adalah kegiatan
melakukan penilaian dan penentuan satuan rupiah terhadap aspek-aspek yang
dianggap layak dari keputusan yang dibuat dalam tahapan analisis kelayakan
usaha. Kegiatan analisis finansial dapat dikelompokkan menjadi tiga kegiatan
utama, yaitu: (1) Membuat seluruh rekap penerimaan usaha, baik yang berasal
dari kegiatan utama usaha tersebut maupun kegiatan sampingannya, (2) Membuat
seluruh rekap biaya yang dikeluarkan untuk operasional usaha tersebut, dan (3) Menguji
aliran kas masuk yang dihasilkan oleh usaha tersebut, apakah layak atau tidak
layak sesuai dengan kriteria finansial. Beberapa manfaat analisis finansial
usaha antara lain :
·
Pemilik usaha :
mendapatkan informasi tentang keuntungan usaha dan tingkat pengembalian usaha
terhadap modal yang telah ditanamkan pada usaha tersebut.
·
Pemberi pinjaman : mendapatkan informasi tentang
kelayakan usaha jika usaha tersebut dibiayai. Selain itu pemberi pinjaman juga
akan mengetahui apakah usaha tersebut mampu mengembalikan pinjaman yang
diberikan (angsuran pokok dan bunganya) atau pemenuhan kesepakatan bagi hasil
bagi yang menganut sistem syariah.
·
Pemerintah: mengetahui kemampuan usaha tersebut dalam
memberikan kontribusi bagi pendapatan pemerintah. Pemerintah sebagai pemberi
ijin usaha berkepentingan untuk mengabulkan permohonan ijin usaha sesuai dengan
kebijakan yang berlaku.
·
Pelaksana usaha: sebagai panduan dalam menjalankan
usaha agar dapat sesuai dengan target dan rencana yang telah disusun. Kriteria
finansial yang digunakan untuk mengetahui sebuah usaha layak dijalankan atau
tidak antara lain : Payback Period (PP), Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR) dan Profitability Index (PI). Payback
Period (PP) digunakan untuk menentukan berapa lama modal yang ditanamkan
dalam suatu usaha kembali. Alternatif PP yang paling baik adalah yang paling
cepat dalam pengembalian modal tersebut. Terdapat dua asumsi yang digunakan
untuk menghitung PP, yaitu jika suatu usaha memiliki aliran kas yang sama dan
jika usaha tersebut tidak memiliki aliran kas yang sama. Pertama, jika suatu
usaha memiliki aliran kas yang sama maka rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Dengan menggunakan cara yang sama PP usaha B adalah 4
tahun 3 bulan 29 hari. Dengan demikian usaha A lebih layak karena memiliki
tingkat pengembalian modal yang lebih cepat.
Pada ilustrasi tersebut, modal adalah semua biaya yang
diperkirakan keluar selama usaha berjalan dalam kurun waktu 5 tahun.
Biaya-biaya tersebut dapat berupa biaya investasi, penyusutan, biaya
operasional, pajak, biaya overhead dan lain-lain.
Contoh perhitungan analisis kelayakan usaha menggunakan
metode NPV, IRR dan PI adalah sebagai berikut :
Sebuah usaha memiliki data-data perhitungan sebagai
berikut :
a.
Nilai NPV dicari dengan menjumlahkan semua nilai present
value dari tahun ke-0, sehingga :
: -50,000,000 + 6,666,667 + 9,070,295 +
10,366,051 + 12,340,537 + 13,319,945
: 1,763,495
: 202,617
dari NPV antara usaha A dengan usaha B, maka yang lebih
layak dijalankan adalah usaha A karena nilai NPV lebih besar.
b.
Nilai IRR dapat dicari dengan cara coba-coba atau trial
and error. Cara yang digunakan adalah dengan merubah nilai discount rate
(r) sehingga didapatkan discount factor (DF) tertentu. DF tersebut
digunakan untuk mencari NPV hingga bernilai negatif. Jika nilai NPV sudah negatif
maka perhitungan dihentikan dan nilai IRR dapat dicari. Perhatikan tabel
berikut ini :
Kriteria kelayakan berdasarkan hasil IRR adalah apabila IRR lebih
besar dari pada suku bunga deposito bank yang berlaku. Misalkan saat ini suku
bunga deposito adalah 6% per tahun, sedangkan hasil IRR adalah 13,82 %, maka
usaha tersebut layak dilakukan karena IRR > r (suku bunga deposito). Dengan
cara yang sama IRR usaha B dapat dicari sehingga kelayakan usahanya dapat
diketahui. Jika menghadapi dua buah alternatif usaha, maka IRR terbesar yang
sebaiknya dipilih.
c.
Nilai Probability Index (PI) dapat dicari dengan
menggunakan rumus
Dengan demikian kedua usaha tersebut layak karena kriteria
kelayakan usaha menurut nilai Probability Index (PI) adalah ketika PI
> 1. Namun jika diminta untuk memilih alternatif usaha A dan usaha B, yang
paling layak adalah usaha A karena nilai
lebih besar
Ketika usaha sedang berjalan kemungkinan terjadi
perubahan-perubahan harga input dan output. Perubahan tersebut terjadi seiring
dengan dinamika pasar produk yang dijual. Untuk mengantisipasi hal tersebut
maka diperlukan analisis sensitivitas yang berfungsi untuk mencari
batasan-batasan kegiatan produksi agar usaha tersebut tidak mengalami kerugian.
Namun sebelum mempelajari analisis sensitivitas, diperlukan juga pengetahuan
tentang perhitungan pendapatan, biaya, keuntungan, rasio pendapatan dengan
biaya, dan titik impas atau Break Event Point (BEP).
Secara sederhana pendapatan dapat diartikan sebagai banyaknya uang
yang diterima dengan menjual sejumlah produk usaha dengan harga tertentu.
Secara matematis, pendapatan (R) = jumlah produk yang dijual (Q) x harga produk
(P) atau TR = Q x P. Biaya pada usaha kecil terbagi menjadi dua, yaitu biaya
tetap atau Fixed Cost (FC) dan biaya variabel atau Variable Cost (VC).
Biaya tetap (FC) adalah semua biaya pada suatu usaha yang tidak terpengaruh
pada jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap tersebut akan selalu muncul
meskipun usaha tersebut berhenti berproduksi. Contoh dari biaya tetap
diantaranya adalah penyusutan peralatan, gaji pokok karyawan tetap, sewa lahan
atau kios dan pajak bangunan. Sebagai contoh adalah biaya penyusutan peralatan.
Mengapa biaya penyusutan peralatan digolongkan biaya tetap? Karena suatu
peralatan yang diinvestasikan pada suatu usaha memiliki umur ekonomis tertentu
yang mana apabila alat tersebut dipakai atau tidak dipakai, nilai penyusutannya
tetap ada dan terus melekat pada alat tersebut. Misalkan seorang pengusaha
salon yang menginvestasikan alat-alat pelurus rambut (rebonding) untuk
menambah pelayanan kepada konsumennya. Harga satu set alat tersebut Rp.
10.000.000,- dengan usia pakai diperkirakan 3 tahun. Jika setelah 3 tahun alat
tersebut dijual akan laku dengan harga Rp. 500.000,-. Dari ilustrasi tersebut
dapat dihitung biaya penyusutannya dengan metode garis lurus sebagai berikut :
Dari hasil perhitungan ternyata penyusutan 1 set alat rebonding
adalah sebesar Rp. 263.889,- per bulan. Dengan demikian pengusaha salon
tersebut akan terus dibebani dengan biaya tetap sebesar Rp. 263.889,- setiap
bulan meskipun salon yang dikelolanya berhenti beroperasi. Biaya variabel (VC)
adalah semua biaya pada suatu usaha yang dipengaruhi oleh besar kecilnya
produksi. Contoh biaya variabel diantaranya adalah biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja harian, biaya listrik dan air, dan biaya transportasi operasional
harian. Biaya bahan baku menjadi biaya variabel karena banyak sedikitnya
produksi ditentukan dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Semakin banyak
bahan baku yang digunakan maka semakin banyak produksi yang dihasilkan.
Sementara itu bahan baku memiliki harga tertentu sehingga jika dikalikan dengan
jumlahnya menjadi biaya bahan baku. Keuntungan merupakan selisih antara
pendapatan dengan total biaya. Suatu usaha dikatakan untung apabila
pendapatannya lebih besar dari pada biayanya. Sedangkan rasio pendapatan dengan
biaya R/C ratio adalah perbandingan antara pendapatan dengan biaya yang
dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan masih layak dijalankan apabila R/C ratio
lebih besar dari pada satu. Titik impas atau Break Event Point (BEP)
adalah suatu nilai yang mana menunjukkan suatu usaha tidak mengalami keuntungan
dan kerugian. BEP merupakan titik kritis suatu usaha. Jika pemilik usaha
menginginkan keuntungan maka produksi maupun pendapatannya harus di atas BEP
tersebut. Terdapat tiga jenis BEP, yaitu: (1)BEP pendapatan yang menunjukkan
kelayakan suatu usaha apabila pendapatannya melebihi BEP tersebut, (2) BEP
jumlah produksi yang menunjukkan kelayakan suatu usaha apabila jumlah produksi
lebih besar dari BEP tersebut, dan (3) BEP harga jual yang menunjukkan kelayakan
suatu usaha apabila harga jual produk lebih besar dari pada BEP tersebut.
Secara umum rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Pada usaha baru, analisa keuangan usaha menggunakan asumsi-asumsi.
Asumsi tersebut diperoleh dari survey, baik pada harga jual produk (output)
dan harga faktor- faktor produksi (input). Sedangkan pada pengembangan
usaha, analisis kelayakan usaha menggunakan data dan proyeksi usaha. Data
tersebut diperoleh dari history atau rekap pencatatan atas pendapatan
dan biaya produksi. Selanjutnya, data-data tersebut dianalisa untuk menentukan
proyeksi pengembangan usaha di masa depan. Proyeksi yang dilakukan antara lain
proyeksi terhadap harga jual produk, kapasitas produksi, permintaan produk, dan
harga faktor-faktor produksi. Perhitungan ketika mengawali usaha dibandingkan
dengan pengembangan usaha kurang lebih sama. Namun biasanya variabel yang
diperhitungkan dalam pengembangan usaha lebih banyak dibandingkan dengan ketika
mengawali usaha. Hal tersebut dikarenakan pengusaha telah mengetahui realita
kebutuhan dan pemasaran usahanya. Selain itu skala usaha yang dikembangkan
pasti meningkat.
V.
Aplikasi Perhitungan Analisis kelayakan usaha
Setelah mengetahui
beberapa alat untuk menganalisis suatu usaha layak dijalankan atau tidak, akan
diberikan sebuah ilustrasi perhitungan rencana usaha dan pengembangannya.
Contoh kasusnya seperti ilustrasi di bawah ini :
Ilustrasi:
Kursus tersebut
menggunakan sistem paket yang berlaku 1 bulan per paketnya. Biaya per paket
adalah Rp. 100.000,- per peserta. Peserta yang ikut dalam kursus tersebut
diperkirakan rata-rata 75% dari total kapasitas kelas, sehingga setiap paket
ada 15 peserta yang mengikuti kursus. Setiap hari terdapat 2 paket kelas, yaitu
paket pemula dan lanjutan. Dengan demikian ada 30 peserta yang mengikuti
kursus. Perhitungan untuk pendapatan bulanan adalah :
Discount rate ditentukan berdasarkan tingkat inflasi tahunan sebesar 6% per
tahun. Dengan data tersebut dapat dihitung nilai NPV, IRR dan PP sebagai
berikut :
Yang belum ada dari
data-data tersebut adalah Biaya total (TC) dan Rerata Biaya variabel (AVC).
Untuk menghitung biaya total per bulan diperlukan variabel biaya tetap (FC) dan
biaya variabel (VC). Biaya variabel telah diketahui, sehingga tinggal biaya
tetap (FC) yang perlu dicari. Untuk mencari biaya tetap (FC) digunakan metode
penyusutan alat-alat investasi.
Untuk mencari Rerata
biaya variabel (AVC) digunakan cara membagi total biaya variabel (operasional)
per bulan dengan jumlah peserta per bulan. Perhatikan tabel berikut ini.
Keuntungan usaha
kursus tersebut adalah Rp. 1.405.000,- per bulan. Jika dilihat dari hasil R/C
ratio = 1,88 menunjukkan bahwa setiap Rp.1000,- yang ditanamkan pada usaha
tersebut akan memberikan pendapatan sebesar Rp.1.880,-.
BEP pendapatan = Rp.
570.175,- menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi jika
memperoleh pendapatan sebesar Rp. 570.175,-/bulan.
BEP produksi = 5,6
atau dibulatkan menjadi 6 menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak untung dan
tidak rugi jika peserta yang mengikuti kursus sebanyak 6 orang.
BEP harga = Rp.
53.166,- menunjukkan bahwa usaha kursus tersebut tidak untung dan tidak rugi
jika peserta dikenakan biaya sebesar Rp. 53.166,- per orang, dengan catatan
peserta kursus sebanyak 30 orang.
D.
Analisis Aspek Legal/ Hukum
Penilaian aspek ini penting dilakukan sebelum proyek
terlanjur diberhentkan oleh pihak-pihak yang berwajib karena dianggap
beroperasi secara legal atau menghadapi protes masyarakat yang menganggap bahwa
proyek/bisnis yang dibangun melanggar norma kemasyarakatan. Dalam aspek yuridis
yang perlu dilihat dari sisi :
a.
Who (siap pelaksana usaha)
b.
What (proyek usaha apa yang dibuat)
c.
Where (dimana proyek usaha dibuat)
d.
When (kapan proyek usaha akan dilaksanakan)
e.
How (bagaimana proyek usaha dilaksanakan)
a.
Siapa pelaksana usaha
Siapa pelaksana dapat didekati dengan dua
macam:
-
Badan Usahanya
-
Individu yang terlibat sebagai decision makers
Beberapa bentuk yuridis perusahaan :
Ø Perusahaan
perorangan,
merupakan perusahaan yang dikelola oleh seseorang. Disatu pihak dia memperoleh
semua keuntungan perusahaan, disisi lain dia juga menanggung semua resiko yang
timbul dari kegiatan perusahaan.
Ø Firma
(Fa),
suatu bentuk perkumpulan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan
menggunakan nama bersama. Semua anggota mempunyai tanggung jawab sepenuhnya.
Bila perusahaan memperoleh untung dibagi bersama tapi bila menderita rugi
ditanggung bersama pula.
Ø Perseroan
Komanditer (CV),
merupakan suatu persekutuan oleh beberapa orang yang masing-masing menyerahkan
sejumlah uang dalam jumlah tertentu (tidak selalu sama). Anggota ada 2 macam
ada yang aktif dan ada yang pasif.
Ø Perseroan
Terbatas (PT),
bentuk perusahaan yang modalnya terbagi atas saham- saham. Makin banyak saham
yang dimiliki makin besar andilnya dan kedudukannya dalam perusahaan tersebut.
Ø Koperasi, merupakan bentuk badan usaha yang bergerak dibidang
ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya yang bersifat
murni pribadi dan tidak dapat dialihkan.
Identitas pelaksana :
-
Kewarganegaraan, hal ini perlu diketahui karena berkaitan dengan
prosedur pinjaman.
-
Informasi Bank, perlu diketahui apakah anggota perusahaan sponsor
proyek adalah debitur bank lain. Jika ya apakah ada keterlibatan lain.
-
Keterlibatan pidana dan perdata, perlu diketahui apakah pelaksana proyek tengah
terlibat dalam suatu tindakan yang dapat menimbulkan gugatan ataupun tuntutan.
-
Hubungan keluarga, jika terdapat hubungan suami istri, keluarga sebagai
individu yang terlibat dalam proyek, perlu diselidiki bagaimana kebijaksanaan
pengelolaan yang digunakan.
b. Usaha apa yang dilaksanakan
·
Bidang usaha yang dibangun harus sesuai dengan anggaran
dasar UMKM.
·
Kerasjinan
·
Franchise
·
Jasa, dll
c. Dimana usaha dilaksanakan
·
Perencanaan wilayah
·
Status tanah
d. Waktu / pelaksanaan
Disamping
waktu operasional, perlu dilihat pula waktu yang berkaitan dengan perizinan.
Semua perizinan masih berlaku/tidak.
e. Bagaimana Cara Melaksanakan Usaha
Telah dijelaskan dalam aspek manajemen.
Serta
harus dilengkapi dengan adanya berbagai aspek legal rencana bisnis yang akan kita laksanakan yang meliputi ketentuan
hukum lainnya antara lain : Izin lokasi, Akte
pendirian perusahaan dari notaris setempat PT/CV atau berbentuk badan
hukum lainnya, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), Surat tanda daftar perusahaan,
Surat izin tempat usaha dari pemda setempat, surat tanda rekanan dari pemda
setempat, SIUP setempat, dll.
E.
Analisis Aspek Ekonomi
Selain
aspek yang telah disebutkan diatas, perlu pula mengadakan analisis kemanfaatan
dan biaya terhadap perekonomian secara nasional dan sosial, dimana kedalaman
dan keluasan analisanya terangtung dari kriteria-kriteria yang ditentukan untuk
menilai suatu proyek.
Aspek-aspek penilaian manfaat suatu proyek
Manfaat dan biaya usaha dapat ditinjau dari :
-
Sisi rencana pembangunan usaha, analisis manfaat usaha
ditinjau dari sisi ini dimaksudkan agar usaha dapat memberikan kesempatan kerja
bagi masyarakat, menggunakan sumber daya lokal, dan kalau bisa menambah
pendapatan daerah maupun nasional.
-
Sisi distribusi nilai tambah
-
Sisi tenaga kerja
-
Sisi keuntungan ekonomi nasional
-
Sisi pengaruh sosial
-
Sisi manfaat/biaya sosial
Hambatan Pembangunan Ekonomi
Beberapa hambatan pembangunan ekonomi dapat berupa,
iklim tropis, produktivitas rendah, kapital sedikit, nilai perdagangan luar
negeri yang rendah, besarnya pengangguran, besarnya ketimpangan distribusi
pendapatan, tekanan produk yang buruk, penggunaan tanah dengan produktivitas
rendah.
F.
Analisis Aspek Lingkungan
Pada analisis aspek lingkungan didasarkan pada Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL adalah suatu kajian secara cermat dan
mendalam tentang dampak penting suatu kegiatan yang direncakan terhadap
lingkungan.
Perlunya AMDAL adalah :
-
Peraturan Pemerintah
-
AMDAL harus dilakukan agar kualitas lingkungan tidak
rusak dengan adanya kegiatan usaha.
Peran AMDAL :
-
Peran dalam pengelolaan lingkungan
-
Peran dalam pengelolaan proyek
-
Peran dalam dokumen penting
G.
Aspek Manajemen
1.
Manajemen Pembangunan Usaha
Pada
masa pembangunan proyek, menyusun rencana penyelesaian usaha tepat pada
waktunya, mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya diarahkan agar
sarana fisik proyek tersebut dapat disiapkan tepat waktu. Masa pembangunan usaha
bukan hanya pembangunan sarana fisik saja tetapi berbagai sarana lain sampai
proyek melakukan produksi percobaan.
Perencanaan Pelaksanaan Usaha
Tahap
perencanaan usaha merupakan tahap yang sangat penting dan menentukan.
Langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan usaha adalah :
·
Merancang pelaksanaan proyek usaha, membaginya dalam
berbagai kegiatan- kegiatan diidentifikasi dan hubungan antar kegiatan harus
jelas.
·
Menentukan skedul/jadwal kegiatan dalam usaha.
Berkaitan
dengan waktu, biasanya dipergunakan bantuan teknik/cara seperti bagan GANTT
atau diperluas dengan menggunakan analisa jaringan (Network Analysis) seperti PERT.
1.
Bagan GANTT
Bagan
ini untuk mengatasi masalah pengawasan produk. Bagan ini kemudian menjadi titik
tolak dipergunakannya teknik analisa jaringan seperti PERT dan CPM. Bagan GANTT
pada dasarnya merupakan peta yang menggambarkan pekerjaan yang harus
dilaksanakan dan hubungan yang ada pada tiap tingkat/tahap pekerjaan.
2.
Konsep Network Planning
Network
Planning
(analisa jaringan) merupakan suatu kegiatan perencanaan sekaligus pengawasan.
Dalam Network Planning dimulai dengan menginventarisasikan segala
kegiatan/aktivitas dan termasuk pula disini logika ketergantungan antara
aktivitas/kegiatan tersebut. Selanjutnya proyek usaha akan dapat dilaksanakan
setelah faktor waktu dan sumber daya juga disediakan.
Manfaat dibuatnya Network Planning
-
Dengan harus menggambarkan logika ketergantungan dari
setiap kegiatan dalam sebuah analisa jaringan, secara tidak langsung sebelumnya
sudah merencakanan sebuah usaha sampai detail.
-
Dapat digunakan untuk pengawasan atas pelaksanaan
sebuah proyek baik dari sisi waktu maupun biaya.
Dalam membuat suatu analisa jaringan beberapa data yang
diperlukan, antara lain :
-
Urutan pekerjaan
-
Biaya untuk setiap kegiatan atau biaya percepatan
kegiatan
Dalam membuat/menggambarkan analisa jaringan konsep
yang diperlukan :
-
Events (kejadian) suatu keadaan tertentu yang terjadi
pada saat tertentu.
-
Aktivitas pekerjaan yang diperlukan untuk menyelesaikan
suatu kejadian tertentu.
Contoh jaringan yang sederhana :
Event 1 aktivitas 1 – 2
2 2
– 3
3
2
– 4
4
2.
Manajemen Operasional Bisnis
Menurut Pearce &
Robinson, manajemen strategik adalah sekumpulan keputusan dan tindakan yang
merupakan hasil formulasi dan implementasi serta rencana yang didesain untuk
mencapai tujuan perusahaan.
Aktivitasnya:
•
memformulasikan visi/ misi, tujuan dan sasaran
perusahaan
•
mengembangkan profil perusahaan
•
menilai lingkungan internal dan eksternal perusahaan
•
menentukan tujuan jangka panjang, jangka menengah
&jangka pendek
•
meng-implementasikan dan meng-evaluasi proses
strategik sebagai masukan pengambilan keputusan yang Akan dating
IV. Penutup
Analisis kelayakan usaha penting sekali dilakukan ketika seseorang
akan mengawali atau merintis sebuah usaha maupun mengembangkan usaha yang telah
berjalan. Secara finansial, ada beberapa indikator yang perlu diuji untuk
mengetahui usaha tersebut layak dilakukan atau tidak. Tulisan ini merupakan
ikhtisar sederhana tentang analisis kelayakan usaha yang sangat sering
dilakukan oleh orang yang akan mengawali usaha maupun mengembangkan usaha yang
telah dirintisnya. Kelayakan suatu usaha dapat dilihat dari berbagai macam
aspek. Aspek-aspek tersebut saling berkaitan karena saling mendukung untuk
keberlangsungan usaha yang dijalankan. Yang lebih penting adalah dukungan biaya
operasional untuk menjalankan usaha tersebut. Sebuah usaha didirikan untuk
mencapai tujuannya yaitu memberikan manfaat secara maksimal kepada pemilik
usaha. Jika usaha tersebut telah memberikan manfaat maka usaha tersebut layak
untuk dijalankan. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui kelayakan
usaha antara lain adalah analisis kelayakan dari aspek teknis dan teknologi,
pasar dan pemasaran serta keuangan. Aspek keuangan dihitung berdasarkan nilai Payback
Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR)
dan Profitability Index (PI). Beberapa indikator aspek keuangan tersebut
merupakan penghitungan berdasarkan nilai waktu. Selain indikator tersebut ada
juga penghitungan aspek keuangan dengan mencari keuntungan (π), R/C ratio dan
titik impas (Break Event Point).
No comments:
Post a Comment