NAMA: MOHAMAD BASTOMI
NIM : 11510131
BATHIK’S FASHION
Produk-produk industry dinilai selalu memiliki nilai tukar yang tinggi atau
lebih menguntungkan serta menciptakan
nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk-produk sektor lain
(Dumairy, 2000). Industri
yang selama ini cukup menjadi andalan bagi sejumlah negara, termasuk Indonesia
adalah industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). .
Indonesia yang selama ini merupakan salah satu Negara pengekspor
TPT terbesar ke Amerika Serikat mulai mendapat tantangan dari pesaing-pesaing
negara-negara yang juga merupakan produsen TPT seperti Cina, India, Vietnam,
Pakistan dan Bangladesh. Dengan semakin banyaknya TPT Cina yang masuk ke pasar
Amerika Serikat tersebut tentunya menjadi tantangan sekaligus ancaman terhadap
ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat.
Analisis pasar Amerika Serikat
Berdasarkan hasil kalkulasi CMS
pernah digunakan salah satunya oleh Ichikawa dalam Pramudito (2004),
pertumbuhan ekspor pakaian jadi, kain lembaran dan benang Indonesia ke Amerika
Serikat periode 1999-2005 lebih dipengaruhi oleh efek daya saing dan efek
pertumbuhan impor atau efek pangsa makro dari Amerika Serikat. Sedangkan efek komposisi komoditi atau efek pangsa mikro kurang
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekspor pakaian jadi,
kain lembaran dan benang Indonesia.
Analisis
lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan
sebagai berikut :
▪ Periode 1999-2000 :
Tahun
1999-2000 merupakan periode awal peningkatan ekspor Indonesia secara
keseluruhan setelah krisis ekonomi. Peningkatan juga terjadi pada ekspor
Tekstil dan Produk Tekstil. Pada komoditi pakaian jadi, lebih
disebabkan oleh efek daya saing yang mendorong dengan proporsi sebesar
57,76 persen atau senilai US$ 292,34 juta. Walaupun terjadi penurunan
permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika Serikat (efek komposisi
komoditi) sebesar 13,97 persen atau
senilai US$ 70,74 juta, namun hal ini tidak memberikan dampak negatif, karena
di lain sisi, efek pertumbuhan impor
juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekspor
pakaian jadi ke Amerika Serikat, yaitu sebesar 56,21 persen
atau sebesar US$ 284,48 juta. Begitu juga pada ekspor kain dan benang Indonesia ke
Amerika Serikat yang
mengalami peningkatan sebesar US$ 74,26 juta. Peningkatan ini lebih disebabkan
oleh efek daya saing yang meningkat sebesar 72,77 persen atau sebesar US$ 54,04
juta. Pada periode ini ekspansi kain dan benang di Amerika
Serikat sedang meningkat, dimana impor Amerika Serikat sedang tumbuh, terlihat
dari peningkatan sebesar 42,93 persen atau senilai US$ 31,88 juta
pada efek pertumbuhan impor. Namun peningkatan pada efek daya saing dan efek
pertumbuhan impor tidak diikuti oleh efek komposisi komoditi yang menurun
dengan proporsi sebesar 15,70 persen atau menurun senilai US$ 11,66
juta. Pada periode ini dapat dikatakan merupakan puncak dari prestasi kinerja
ekspor kain dan benang Indonesia di Amerika Serikat, karena setelah periode
tersebut pertumbuhan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat
▪ Periode 2000-2001 :
Peningkatan ekspor yang cukup besar pada
periode 1999-2000 ternyata tidak diikuti pada periode-periode selanjutnya. Pada periode ini
terjadi penurunan
nilai ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat senilai US$ 70,28 juta.
Ternyata penurunan ini lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan impor yang turun senilai US$ 128,12 juta dan efek daya saing yang turun
senilai US$
48,52 juta. Walaupun terjadi peningkatan permintaan pakaian jadi Indonesia di
Amerika Serikat senilai US$ 106,36 juta, namun hal ini tetap tidak dapat
menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan ekspor pakain jadi ke
Amerika Serikat.
Penurunan pada ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat ternyata
juga diikuti oleh komoditi kain dan benang. Nilai ekspornya turun senilai US$ 6,81
juta. Ternyata penurunan ini juga lebih disebabkan karena efek pertumbuhan
impor yang menekan senilai US$ 15,47 juta. Peningkatan pada efek komposisi
komoditi senilai US$ 6,40 juta dan efek daya saing senilai US$ 2,26 juta masih
terlalu kecil jika dibandingkan dengan besarnya penurunan pada efek pertumbuhan
impor, sehingga penurunan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat
senilai US$ 6,81 juta tidak dapat dihindari.
▪ Periode 2001-2002 :
Pada periode ini kinerja
ekspor Tekstil dan Produk Tekstil belum juga membaik, bahkan penurunan yang
terjadi pada periode ini lebih besar dari periode sebelumnya. Pada komoditi
pakaian jadi, nilai ekspornya turun senilai US$ 140,39 juta. Walaupun terjadi peningkatan
pada efek pertumbuhan
impor senilai US$ 34,61 juta (24,65 persen), hal ini menjadi tidak
berarti karena penurunan yang sangat signifikan terjadi pada efek daya saing
yang turun menekan senilai US$ 150,31 juta (-107,06 persen). Selain itu,
permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika Serikat juga sedang turun (efek
komposisi komoditi turun dengan proporsi sebesar 17,59 persen atau senilai US$
24,69 juta).
Keterpurukan pada ekspor
pakaian jadi ternyata juga diikuti oleh komoditi kain dan benang.
Pada periode ini ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat turun senilai US$ 36,71
juta. Ternyata penurunan
efek daya saing senilai US$ 60,76 (-165,51 persen) juta menjadi satu-satunya
penyebab dari penurunan nilai ekspor kain dan benang Indonesia
ke Amerika Serikat. Sehingga peningkatan pada efek pertumbuhan impor senilai
US$ 4,21juta (11,47 persen) dan efek komposisi komoditi senilai
US$ 19,84 juta (54,04 persen) menjadi tidak sangat berarti.
▪ Periode 2002-2003 :
Pada periode ini kinerja ekpor
Tekstil dan Produk Tekstil kembali membaik, hal ini tercermin dari meningkatnya nilai
ekspor pakaian jadi senilai US$ 132,08 juta. Ternyata hal ini lebih disebabkan
karena peningkatan
pada efek pertumbuhan impor senilai US$ 154,58 juta (117,04 persen).
Efek daya saing hanya memberikan kontribusi sebesar 7,00 persen atau senilai
US$ 9,25 juta. Namun, permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika
Serikat (efek komposisi komoditi) sedang menurun senilai US$ 31,75 juta (-24,04
persen).
Prestasi yang baik pada kinerja ekspor pakaian jadi ternyata tidak
diikuti oleh
kain dan benang. Ekspor kain dan benang mengalami penurunan senilai US$
39,57 juta. Ternyata yang menjadi penyebab utama penurunan ekspor kain
dan benang adalah efek daya saing yang menurun senilai US$ 54,85 juta (-138,61
persen), kemudian efek komposisi komoditi yang menurun juga senilai US$ 1,84
juta (-4,65 persen). Namun demikian, efek pertumbuhan impor tetap meningkat senilai US$ 17,12 juta (43,26
persen).
▪ Periode 2003-2004 :
Pada periode ini kinerja
ekspor Tekstil dan Produk Tekstil terus membaik, bahkan secara umum nilai
ekspornya meningkat. Telihat dari peningkatan nilai ekspor pakaian jadi, kain
dan benang ke Amerika Serikat. Pada pakaian jadi, nilai ekspornya meningkat
sebesar US$ 314,72. Efek pertumbuhan impor (meningkat sebesar US$ 330,64 juta)
lebih berperan daripada efekdaya saing (meningkat sebesar US$ 193,73 juta)
dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor pakaian jadi ke Amerika
Serikat. Sementara itu, efek komposisi komoditi menjadi satu-satunya efek
negatif (menurun sebesar US$ 209,65 juta).
Demikian halnya pada kain dan benang, nilai ekspornya meningkat
sebesar US$ 35,16 juta. Sama halnya dengan pakaian jadi, efek yang paling berpengaruh
dalam peningkatan ekspor kain dan benang ke Amerika Serikatadalah efek
pertumbuhan impor dengan kontribusi sebesar 77,81 persen atau senilai
US$ 27,36 juta, kemudian disusul dengan efek daya saing yang memberi kontribusi
sebesar 39,82 persen atau senilai US$ 14 juta. Penurunan permintaan kain dan benang (efek komposisi komoditi menurun
sebesar 17,63
persen atau senilai US$ 6,20 juta) tidak memberikan pengaruh yang besar,
terbukti dengan tetap meningkatnya pertumbuhan ekspor kain dan benang
ke Amerika Serikat.
▪ Periode 2004-2005 :
Kebijakan penghapusan
kuota bagi negara-negara yang terlibat dalam perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil mulai diberlakukan tanggal
1 Januari 2005.
Kebijakan ini berpeluang memberikan dampak positif bagi negara-negara
pengekspor Tekstil dan Produk Tekstil, termasuk Indonesia. Terbukti, pada
periode ini peningkatan nilai ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat lebih
besar dari periode-periode sebelumnya (1999-2004), yaitu sebesar US$ 566,46 juta. Efek daya saing memberikan kontribusi terbesar dalam
peningkatan nilai ekspor tersebut, yaitu sebesar 77,23 persen atau senilai US$
437,50 juta. Impor pakaian jadi Amerika Serikat juga sedang tumbuh, terlihat dari
efek pertumbuhan impor yang mendorong dengan proporsi 53,83 persen atau senilai
US$ 304,95 juta. Namun efek komposisi komoditi kembali memberikan
dampak negatif, dengan penurunan sebesar 31,06 persen atau senilai
US$ 175,99 juta.
Pada kain dan benang, peningkatan ekspor yang terjadi hanya
sebesar US$
9,2 juta. Peningkatan ini lebih disebabkan karena efek pertumbuhan impor yang
mendorong dengan proporsi senilai US$ 26,47 juta (278,71 persen),
namun efek daya saing dan efek komposisi komoditi memberikan efek yang negatif
dengan kekuatan menekan sebesar masing-masing senilai US$
8,54 juta (-92,82 persen) dan US$ 8,73 juta (-94,89 persen).
Dari data di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, menunjukkan volume
ekspor memiliki hubungan positif dengan harga ekspor, harga domestik dan
kebijakan penghapusan kuota. Sedangkan hubungan negatifnya terjadi antara volume
ekspor antara volume ekspor dengan produksi domestik dan nilai tukar rupiah.
Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan penyumbang devisa terbesar
di sektor industri karena memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional.
Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor TPT terbesar Indonesia. Salah satu penyebab penurunan
ekspor kain
dan benang adalah peningkatan produksi dan nilai tukar rupiah. Peningkatan ekspornya disebabkan oleh peningkatan harga ekspor,
harga domestik
dan pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota.
Berdasarkan implikasi yang
menunjukkan bahwa dengan diberlakukannya kebijakan penghapusan kuota akan menyebabkan
peningkatan ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia, maka penulis
menyarankan agar kebijakan tersebut tetap dipertahankan. Implikasi tersebut
juga menjelaskan bahwa penurunan ekspor dan produksi dapat disebabkan oleh
adanya penyelundupan TPT yang disinyalir berasal dari negeri Cina, maka
pemerintah harus berusaha sedapat mungkin untuk dapat mencegah atau mengurangi
penyelundupan tersebut. Karena dengan adanya penyelundupan yang harganya jauh
lebih murah, maka dapat merugikan para produsen domestik. Pemerintah harus
lebih memperhatikan keadaan industri ini, mengingat industri ini mempunyai
potensi yang cukup bagus di masa depan.
Desainer
Belgia Dries Van Noten, yang menggunakan motif batik untuk koleksi
Spring/Summer 2010 yang dipamerkannya di Paris Fashion Week. Jika Anda
mengamati foto-foto busana koleksinya, tampak sekali bahwa perancang yang
dikenal dengan gaya print-nya ini memanfaatkan beberapa
motif kain Indonesia. Foto-foto para
selebriti mengenakan busana bermotif batik menjadi bukti lain bahwa batik sudah
merasuk di dunia internasional. Bahkan produk budaya Indonesia lain seperti
kain tenun pun mulai mencuri perhatian. Di pentas mode dunia seperti New York
Fashion Week atau Milan Fashion Week, kata "tenun" sudah disebut sebagai
"ikat", membuktikan bahwa kata ini sudah diakui sebagai bahasa
internasional.
Upaya menjadikan Batik Indonesia sebagai komoditas bisnis di
Amerika Serikat telah dirintis oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI)
di Chicago bekerja sama dengan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Chicago
dan Atase Perdagangan RI di Washington DC melalui partisipasi Indonesia pada
pameran produk garmen ‘Stylemax Women’s Apparel and Accessories’ di
Merchandise Mart, Chicago pada 23–26 Oktober 2010. Guna
memenuhi kebutuhan tersebut, American Batik Exhibition menjadi
jembatan untuk sinergi itu. Para penyuka batik dari negeri adidaya tersebut
sempat menggoreskan hasil karyanya dan turut dipamerkan dalam pameran yang
melibatkan ribuan orang tersebut. Ada sembilan buah karya batik yang didesain
oleh warga Amerika dengan sentuhan pesan, variasi, interpretasi, dan gaya
Amerika. Ini adalah bukti cermin akulturasi budaya yang harmonis antara
Indonesia dan Amerika melalui batik Indonesia.
Seiring dengan itu, diversifikasi produk pun akan dilakukan
untuk memenuhi permintaan pasar yang baru karena mungkin
tiap pasar permintaannya berbeda. Dengan besarnya minat fashion di kalangan luar negeri,
maka secara positif akan menaikkan fashion branding pakaian Indonesia.
Tingginya permintaan batik ke Indonesia bahwa AS mengindikasikan apresiasi dan pengakuan
masyarakat setempat terhadap produk batik Indonesia. Hal ini berdasarkan data terbaru yaitu Amerika
Serikat (AS) sebagai negara tujuan ekspor menyumbang kontribusi terbesar dari
total penjualan ke luar negeri di kuartal I 2013 menjadi US$ 21,18 juta dari
kuartal I tahun lalu sebesar US$ 17,46 juta.
Alasan saya memilih Amerika Serikat sebagai pasar ekspor
batik adalah batik merupakan
sebuah barang komoditi yang mudah masuk, diminati, dan diterima. Batik bisa
digunakan sebagai bahan fashion formal maupun informal. Apalagi Amerika Serikat
merupakan kiblat fashion dunia. Jadi secara otomatis para desainer berlomba
mendapatkan desain fashion yang berbeda dari yang lainnya. Nah, saya kira batik
mampu menyuguhkan cita rasa fashion yang tinggi, karena selain mempunyai corak
yang bagus, batik juga memiliki nilai ke khasan yang tinggi.
Hal ini sudah terbuktikan bahwa batik sudah mampu tampil
di mata halayak ramai Amerika Serikat. Di tangan-tangan desainer terkenal,
batik di sulap menjadi pakaian yang berkelas internasional. Bahkan, icon-icon
Hollywood pun sudah enjoy menggunakan batik sebagai pakaian yang dinilai
berkelas. Dari hal tersebut, tidak menuntut kemungkinan bahwa fans fashion akan
segera memburu batik sebagai koleksi pakainnya. Apalagi produsen batik di tanah
air masih dinilai kurang dari segi jumlah dan kualitasnya. Sehingga pasar batik
masih sangat terbuka lebar untuk dimasuki.
No comments:
Post a Comment