BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATARBELAKANG
Memasuki
millennium ketiga, pada saat persaingan dunia usaha semakin mengglobal dan
sarat dengan persaingan yang maha hebat,
maka mau tidak mau, setiap para pelaku ekonomi tak terkecuali koperasi, bila ingin terus
bertumbuh, harus memiliki daya saing yang berkelanjutan (sustainable
competitivie advantage). Pada kasus koperasi di Indonesia, terdapat banyak
pihak yang memprihatinkan kemampuan badan usaha ini dalam memenuhi tuntutan
arus globalisasi tersebut. Apabila koperasi tidak segera dan terus-menerus
melakukan reposisi dirinya sebagai salah satu pelaku ekonomi yang mendapat
dukungan konstitusi, maka tidak mustahil koperasi akan terus tertinggal dan
lambat laun akan terabaikan.
Kekhawatiran
tersebut tentunya didasari oleh suatu analisis kondisi nyata koperasi yang ada
di lapangan dan nilai-nilai dasar koperasi yang melekat pada diri koperasi itu
sendiri. Nilai-nilai dasar seperti kekeluargaan, kesetiakawanan (solidaritas)
keadilan, gotong-royong, demokrasi, dan kebersamaan dipandang kurang dapat lagi
dijadikan sebagai factor kekuatan (strengths) bagi koperasi dalam memasuki
pasar global. Nilai-nilai dasar koperasi tersebut dianggap kurang dapat
merespons dan mengadopsi setiapt perubahan lingkungan strategis yang terjadi
dengan cepat. Di sisi permintaan pasar tanpa mengorbankan efisiensi dan
efektivitas usaha, serta melakukan aksi perbaikan sesuai dengan perubahan
lingkungannya.
Dalam hal
ini perlu adanya pengevaluasian kinerja koperasi yang didasari dengan asas
koperasi pada unmumnya. Pada dasarnya untuk mengetahui perkembangan kinerja
koperasi adalah dengan mengetahui variable-variabel koperasi yang akan kita
bahas dalam bab selanjutnya.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Penyusunan makala ini didasarkan pada 6 konsep bahasan yang akan di
bahas pada pokok bahasan selanjutnya :
1. Definisi kinerja koperasi
2. Bagaimana kinerja koperasi di indonesia
3. Apa variabel-variabel yang ada dalam ruang lingkup kinerja koperasi
4. Definisi Sisa Hasil Usaha
5. Bagaimana pembagian sisa hasil usaha secara
umum dalam koperasi
6. Bagaimana Perhitungan Sisa hasil Usaha
dalam koperasi
1.3 TUJUAN
MASALAH
1. Mengetahui kinerja koperasi pada umumnya
2. Mengetahui variable-varibale yang ada dalam
ruang lingkup kinerja koperasi
3. Mengetahui definisi maupun manfaat dari
sisa hasil usaha dalam koperasi
4. Mengetahui perhitungan matematis sisa hasil
usaha dalam koperasi
5. Mengetahui pembagian sisa hasil usaha dalam
koperasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kinerja Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas
kekeluargaan. Tujuan Koperasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Koperasi Nomor 25 tahun 1992 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian
nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.
Koperasi juga diharapkan dapat berperan serta dalam upaya mempertinggi kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar
kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional, serta berusaha untuk mewujudkan
dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Kinerja
diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya
kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Berdasarkan S.K Menteri
Keuangan RI No.740/KMK.00/1989, kinerja adalah prestasi yang dicapai dalam
suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan.
Kinerja menjadi ukuran prestasi
yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dapat dilakukan. Oleh karena
itu, istilah kinerja perusahaan kerap kali disamakan dengan kondisi keuangan
perusahaan yang dengan pengukuranpengukuran keuangan mampu memberikan hasil
yang memuaskan setidak-tidaknya bagi pemilik saham perusahaan itu maupun bagi
karyawannya. (Munawir, 2002:73).
2.2 Pengukuran dan Penilaian Kinerja
Pengukuran kinerja adalah
penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian
organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:416). Penilaian kinerja menurut
Yuwono (2002), adalah tindakan penilaian yang dilakukan terhadap berbagai
aktivitas dalam rantai nilai yang ada dalam organisasi. Sedangkan Zamkhani (1990)
mendefinisikan penilaian kinerja sebagai berikut, penilaian kinerja merupakan
salah satu komponen dasar dari manajemen kinerja. Ukuran kinerja didesain untuk
menilai seberapa baik aktivitas dan dapat mengidentifikasi apakah telah
dilakukan perbaikan yang berkesinambungan (Hansen & Mowen, 1995: 375).
A.
Tujuan dari penilaian kinerja
Tujuan pokok dari penilaian
kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam usaha untuk mencapai sasaran
organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan
tindakan dan hasil seperti yang diinginkan (Mulyadi, 2001:416). Standar
perilaku tersebut bisa berupa kebijakan manajemen ataupun rencana formal yang
nantinya dituangkan dalam anggaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian
kinerja tersebut dilakukan untuk menilai perilaku yang tidak semestinya
dilakukan dan untuk merangsang timbulnya perilaku yang semestinya dilakukan.
Rangsangan timbulnya perilaku yang semestinya dapat dilakukan dengan memberikan
reward atas hasil kinerja yang baik. Penilaian kinerja dapat
dilaksanakan oleh pihak manajemen perusahaan sendiri (intern) atau pihak luar
(ekstern). Sistem pengukuran kinerja mempunyai peranan penting dalam
fungsi-fungsi manajemen organisasi seperti pengendalian mamajemen, manajemen
aktivitas, dan sistem motivasi (Atkinson Antony A, 1995:235). Sistem
pengukuran kinerja berperan pula dalam usaha-usaha pencapaian keselarasan
tujuan (goal congruence) dalam konteks wewenang dan tanggung jawab.
Pengembangan lebih lanjut dalam manajemen berbasis aktivitas, pengukuran
kinerja dirancang untuk mengurangi kegiatan yang tidak mempunyai nilai tambah
dan mengoptimalkan kegiatan yang mempunyai nilai tambah. Pengukuran kinerja
merupakan salah satu faktor yang penting untuk menilai keberhasilan perusahaan,
penilaian kinerja juga sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam
perusahaan, misalnya penentuan tingkat gaji karyawan maupun reward yang
layak. Seorang manajer juga bisa menggunakan penilaian kinerja perusahaan
sebagai evaluasi kerja dari periode yang lalu (Hansen & Mowen,
1995:386-387).
B.
Proses Pengukuran kinerja
Proses pengukuran kinerja
dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap
persiapan dan tahap penilaian (Mulyadi, 2001: 418),
1. Tahap persiapan terdiri dari tiga tahap rinci, yaitu :
a. Tanggung jawab yang jelas
Penentuan
daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab,Perbaikan kinerja
harus diawali dengan penetapan garis batas tanggung jawab yang jelas bagi
manajer yang akan dinilai kinerjanya. Batas tanggung jawab yang jelas ini dipakai
sebagai dasar untuk menetapkan sasaran atau standar yang harus dicapai oleh
manajer yang akan diukur kinerjanya. Tiga hal yang berkaitan dengan daerah
pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab, yaitu kriteria penetapan
tanggung jawab, tipe pusat pertanggungjawaban, karakteristik pusat
pertanggungjawaban.
b.
Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja
Penetapan kriteria kinerja manajer perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1. Dapat diukur
atau tidaknya kriteria,
2. Rentang
waktu sumber daya dan biaya,
3. Bobot yang
diperhitungkan atas kriteria,
4. Tipe
kriteria yang digunakan dan aspek yang ditimbulkan.
c. Melakukan kinerja bagian atas
aktivitas sesungguhnya
Pengukuran
kinerja sesungguhnya Langkah berikutnya dalam pengukuran kinerja adalah
melakukan kinerja bagian atas aktivitas sesungguhnya, yang menjadi daerah
wewenang manajer tersebut. Pengukuran kinerja tampak obyektif dan merupakan
kegiatan yang rutin, namun seringkali memicu timbulnya perilaku yang tidak semestinya
ataupun menyimpang yaitu perataan (smoothing), pencondongan (biasing),
permainan (gaming), penonjolan dan pelanggaran aturan (focusing and
illegal act).
2. Tahap Penilaian terdiri dari tiga tahap rinci (Mulyadi,2001:424)
a. Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran
Pembandingan
kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, penilaian
kinerja tersebut dijelaskan, hasil pengukuran kinerja secara periodik kemudian
dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Identifikasi penyebab timbulnya penyimpangan kinerja
Penentuan
penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam
standar, Penyimpangan kinerja sesungguhnya dari sasaran yang telah ditetapkan
perlu dianalisis untuk menentukan penyebab terjadinya penyimpangan, sehingga
dapat direncanakan tindakan untuk mengatasinya.
c.
Proses Controling kinerja
Penegakan
perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku
yang tidak dinginkan Tahap terakhir dalam pengukuran kinerja adalah tindakan
koreksi untuk menegakkan perilaku yang dinginkan dan mencegah terulangnya
tindakan/perilaku yang tidak diinginkan. Penilaian kinerja ditujukan untuk
menegakkan perilaku tertentu dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.
Sayangnya, cita-cita yang
mulia tersebut belum termanifestasi dalam tataran praktis. Beberapa
penyimpangan, disadari atau tidak disadari, justru sering dilakukan oleh para
pengurus dan pengelola yang semestinya membangun dan mengembangkan koperasi.
Berbagai kebijakan dan prosedur formal didesaian dengan sangat birokratik
sehingga justru mengurangi kinerja. Sebagai akibatnya, masyarakat yang menjadi
anggota koperasi menjadi apatis dan menilai keberadaan koperasi tidak menolong
kesulitan mereka.
Pengurus diberi
amanah (trusteeship) oleh para anggota untuk mengelola koperasi sehingga
tercapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Mereka bertanggung jawab
melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai
dengan keputusan Rapat Anggota. Dengan begitu, pengurus koperasi dituntut
mempunyai kemampuan dan keterampilan manajerial yang memadai. Selain itu,
mereka juga harus mempunyai sense of public
service, yaitu kesadaran untuk memberikan layanan masyarakat yang dilandasi
oleh rasa pengabdian yang mendalam. Sebagai salah satu perangkat koperasi,
pengurus ibarat nahkoda kapal yang harus piawai dalam menghadapai badai
sehingga membuat para penumpang merasa aman sampai di tempat tujuan. Namun
demikian, harapan tersebut nampaknya saat ini masih belum terwujud. Hal ini
paling tidak bisa dilihat dari menurunnya rata-rata tingkat kinerja koperasi
yang ada di Indonesia. Volume usaha koperasi pada tahun 1998 dengan jumlah
koperasi sebanyak 52.458 unit mencapai Rp.19.543 milyar, selanjutnya pada tahun
2000 dengan jumlah koperasi lebih dari 100.000 unit, volume usaha
koperasi justru menurun menjadi Rp.14.643 milyar. Memang penurunan volume usaha
ini bukan semata-mata disebabkan oleh pengurus koperasi dan tidak semua
pengurus koperasi mempunyai kinerja yang rendah. Namun, setidaknya hal
ini menjadi pemicu untuk mengkaji ulang dan media pembelajaran dalam rangka
perbaikan kinerja masa datang.
2.3 Pengevaluasian kinerja
Evaluasi kinerja dapat digunakan untuk menekan
perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku
yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya
serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Dengan adanya evaluasi kinerja, manajer puncak
dapat memperoleh dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan
prestasi yang disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada
perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi
dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan
efisien.
Menurut Mulyadi penilaian/evalusi kinerja dapat
dimanfaatkan oleh manajemen untuk:
- Mengelola
operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara
maksimum.
- Membantu
pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawannya seperti promosi,
pemberhentian, mutasi.
- Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan
pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi
program pelatihan karyawan.
- Menyediakan
umpan balik bagi karyawan mengeai bagaimana atasan mereka menilai kinerja
mereka.
- Menyediakan suatu dasar bagi distribusi
penghargaan.
Penilaian
melalui pendekatan kualitatif dilakukan dengan menilai aspek permodalan,
kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, likuiditas,
sedangkan kuantitatif dilakukan dengan melakukan analisa dan pengujian atas
komponen yang tidak dapat dikuantifikasikan tetapi mempunyai pengaruh yang
material terhadap tingkat kesehatan KSP/USP.
Penilaian
dilakukan dengan menggunakan sistem nilai kredit atau reward system yang dinyatakan dalam angka dengan nilai kredit 0
sampai dengan 100 pada setiap aspek yang dinilai
Bobot
penilaian terhadap aspek dan komponen tersebut ditetapkan sebagai berikut :
No.
|
Aspek yang Dinilai
|
K o m p o n e n
|
Bobot %
|
|
1
|
Permodalan
|
20
|
||
A) Rasio Modal Sendiri terhadap
Total Asset
|
10
|
|||
B) Rasio Modal Sendiri terhadap
Pinjaman diberikan yang beresiko
|
10
|
|||
2
|
Kualitas Aktiva
|
30
|
||
Produktif
|
A) Rasio Volume Pinjaman pada
Anggaran terhadap Total Volume Pinjaman Diberikan
|
10
|
||
B) Rasio Resiko Pinjaman
Bermasalah terhadap Pinjaman Diberikan
|
10
|
|||
C) Rasio Cadangan Resiko
terhadap Resiko Pinjaman Bermasalah
|
10
|
|||
3
|
Manajemen
|
25
|
||
A) Permodalan
|
5
|
|||
B) Aktiva
|
5
|
|||
C) Pengelolaan
|
5
|
|||
D) Rentabilitas
|
5
|
|||
E) Likuiditas
|
5
|
|||
4
|
Rentabilitas
|
15
|
||
A) Rasio SHU sebelum Pajak
terhadap Pendapatan Operasional
|
5
|
|||
B) Rasio SHU sebelum Pajak
terhadap Total Asset
|
5
|
|||
C) Rasio Beban Operasional
terhadap Pendapatan Operasional
|
5
|
|||
5
|
Likuiditas
|
Rasio Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana
yang Diterima
|
10
|
A. EVALUASI
KINERJA MELALUI PEMBOBOTAN ASPEK DAN KOMPONEN PENILAIAN
1.
PERMODALAN
Untuk
memperoleh rasio antara modal sendiri terhadap total asset ditetapkan sbb:
a. untuk rasio permodalan lebih
kecil atau sama dengan 0 diberikan nilai kredit 0.
b. untuk
setiap kenaikan rasio modal 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 5 dengan
maksimum nilai 100.
c. nilai
kredit dikalikan bobot sebesar 10% diperoleh skor permodalan.
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio modal
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
0
|
0
|
10
|
0
|
5
|
25
|
10
|
2.5
|
10
|
50
|
10
|
5.0
|
15
|
75
|
10
|
7.5
|
20
|
100
|
10
|
10.0
|
1.2. Untuk memperoleh rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan
yang berisiko, ditetapkan sebagai berikut :
a. untuk rasio permodalan lebih kecil atau sama dengan 0 diberikan nilai
kredit 0.
b. untuk
setiap kenaikan rasio 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum
100.
c. nilai
kredit dikalikan bobot sebesar 10% diperoleh skor permodalan.
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio modal
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
0
|
0
|
10
|
0
|
10
|
10
|
10
|
1.0
|
20
|
20
|
10
|
2.0
|
30
|
30
|
10
|
3.0
|
40
|
40
|
10
|
4.0
|
50
|
50
|
10
|
5.0
|
60
|
60
|
10
|
6.0
|
70
|
70
|
10
|
7.0
|
80
|
80
|
10
|
8.0
|
90
|
90
|
10
|
9.0
|
100
|
100
|
10
|
10.0
|
2. KUALITAS AKTIVA TETAP
Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif
didasarkan pada 3 (tiga) rasio, yaitu rasio antara volume pinjaman kepada
anggota terhadap total volume pinjaman diberikan rasio antara rasio pinjaman
bermasalah dengan pinjaman yang diberikan dan rasio antara cadangan risiko
dengan piniaman bermasalah.
- Pinjaman Bermasalah, terdiri dari :
Pinjaman Kurang Lancar
Pinjaman digolongkan kurang lancar apabila
memenuhi kriteria di bawah ini :
a) Pengembangan
pinjaman dilakukan dengan angsuran yaitu :
1) terdapat
tunggakan angsuran pokok sebagai berikut :
¨ tunggakan melampaui 1 (satu) bulan dan belum
melampaui 2 (dua) bulan bagi pinjaman dengan masa angsuran kurang dari 1 (satu)
bulan; atau
¨ melampaui 3 (tiga) bulan dan belum melampaui
6 (enam) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan bulanan, 2 (dua)
bulan atau 3 bulan; atau
¨ melampaui 6 (enam) bulan tetapi belum
melampaui 12 (dua belas) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan 6
(enam) bulan atau Iebih; atau
2) terdapat
tunggakan bunga sebagai berikut :
¨ tunggakan melampaui 1 (satu) bulan tetapi
belum melampaui 3 (tiga) bulan bagi pinjaman dengan masa angsuran kurang dari 1
(satu) bulan; atau
¨ melampaui 3 (tiga) bulan, tetapi belum
melampaui 6 (enam) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya Iebih dari 1
(satu) bulan.
b) Pengembalian
pinjaman tanpa angsuran yaitu :
1) Pinjaman
belum jatuh tempo
terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 (tiga)
bulan tetapi belum melampaui 6 (enam) bulan.
2) Pinjaman
telah jatuh tempo dan belum dibayar tetapi belum melampaui 3 (tiga) bulan.
- Pinjaman Yang Diragukan
Pinjaman digolongkan diragukan apabila pinjaman
yang bersangkutan tidak memenuhi kriteria kurang lancar tetapi berdasarkan
penilaian dapat disimpulkan bahwa :
a. pinjaman
masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari
hutang peminjam termasuk bunganya; atau
b. pinjaman
tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya
100% dari hutang peminjam.
-
Pinjaman Yang Macet
Pinjaman digolongkan macet apabila :
a. tidak
memenuhi kriteria kurang lancar dan diragukan atau
b. memenuhi
kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) bulan sejak
digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan pinjaman;
c. pinjaman
tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau telah
diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
Untuk
mengukur rasio antara volume pinjaman kepada anggota terhadap total volume pinjaman diberikan ditetapkan sebagai berikut :
a. untuk
rasio sama dengan atau lebih besar 60 % diberikan nilai kredit 100;
b. untuk
rasio Iebih kecil 60 % diberikan nilai kredit 0;
c. nilai
kredit dikalikan bobot 10 % diperoleh skor.
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
> 60
|
100
|
10
|
10
|
<>
|
0
|
10
|
0
|
Untuk memperoleh rasio antara risiko pinjaman
bermasalah terhadap pinjaman
yang diberikan, ditetapkan sebagai berikut :
a. menghitung
perkiraan besarnya risiko pinjaman bermasalah yaitu sebesar jumlah dari :
¨ 50% dari pinjaman diberikan yang kurang lancar.
¨ 75% dari pinjaman diberikan yang diragukan.
¨ 100% dari pinjaman diberikan yang macet.
b. hasil
penjumlahan tersebut dibagi dengan pinjaman yang diberikan.
c. Perhitungan
penilaian
¨ untuk rasio 50% atau Iebih diberi nilai
kredit 0.
¨ untuk penurunan rasio 1% nilai kredit
ditambah 2 dengan maksimum nilai 100.
¨ nilai dikalikan dengan bobot 10% diperoleh
skor.
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
> 50
|
0
|
10
|
0
|
45
|
10
|
10
|
1.0
|
40
|
20
|
10
|
2.0
|
30
|
40
|
10
|
4.0
|
20
|
60
|
10
|
6.0
|
10
|
80
|
10
|
8.0
|
0
|
100
|
10
|
10.0
|
Rasio cadangan risiko
terhadap risiko pinjaman bermasalah dihitung
dengan cara
penilaian, sebagai berikut :
a. untuk rasio 0% tidak mempunyai cadangan
penghapusan diberi nilai 0.
b. untuk
setiap kenaikan 1% mulai dari 0%, maka nilai kredit tersebut ditambah sampai
dengan maksimum 100.
c. nilai dikalikan bobot sebesar 10% diperoleh
skor .
Contoh perhitungan
sebagai berikut :
Rasio
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
0
|
0
|
10
|
0
|
10
|
10
|
10
|
1.0
|
20
|
20
|
10
|
2.0
|
30
|
30
|
10
|
3.0
|
40
|
40
|
10
|
4.0
|
50
|
50
|
10
|
5.0
|
60
|
60
|
10
|
6.0
|
Rasio
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
70
|
70
|
10
|
7.0
|
80
|
80
|
10
|
8.0
|
90
|
90
|
10
|
9.0
|
100
|
100
|
10
|
10.0
|
3.
PENILAIAN MANAJEMEN
Penilaian manajemen meliputi beberapa komponen
yaitu Permodalan, Kualitas
Aktiva Produktif, Pengelolaan, Rentabilitas dan
Likuiditas;
Perhitungan nilai kredit didasarkan kepada hasil
penilaian atas jawaban pertanyaan manajemen sebanyak 25 (dua puluh lima).
Selanjutnya dilakukan kuantifikasi dengan cara
memberi nilai kredit sebesar 4 (empat) tempat setiap aspek yang dinilai positif
nilai kredit dikalikan bobot sebesar 25% diperoleh skor manajemen.
Contoh
perhitungan sebagai berikut :
Positif
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
1
|
4
|
25
|
1,0
|
5
|
20
|
25
|
5,0
|
10
|
40
|
25
|
10,0
|
15
|
60
|
25
|
15,0
|
20
|
80
|
25
|
20,0
|
25
|
100
|
25
|
25,0
|
4. PENILAIAN
RENTABILITAS
Penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas
didasarkan pada 3 (tiga) rasio SHU sebelum pajak terhadap pendapatan
operasional. SHU sebelum dikenakan pajak terhadap total asset tersebut dan
rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional.
Cara perhitungan rasio SHU sebelum
dikenakan pajak terhadap pendapatan
operasional ditetapkan sebagai berikut :
a. untuk
rasio 0% atau negatif diberi nilai kredit 0.
b. untuk
setiap kenaikan rasio 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 20 dengan maksimum
nilai 100.
c. nilai
kredit dikalikan dengan bobot sebesar 5% diperoleh skor.
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
0
|
0
|
5
|
0
|
1
|
20
|
5
|
1.0
|
2
|
40
|
5
|
2.0
|
3
|
60
|
5
|
3.0
|
4
|
80
|
5
|
4.0
|
5
|
100
|
5
|
5.0
|
Perhitungan nilai rasio SHU sebelum
dikenakan pajak terhadap total asset
ditetapkan sebagai berikut :
a. untuk rasio 0 atau negatif
diberi nilai kredit 0.
b. untuk
setiap kenaikan rasio SHU 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 10 sampai
dengan maksimum 100.
c. nilai
kredit dikalikan dengan bobot sebesar 5% diperoleh skor.
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
0
|
0
|
5
|
0
|
1
|
10
|
5
|
0.5
|
2
|
20
|
5
|
1.0
|
3
|
30
|
5
|
1.5
|
4
|
40
|
5
|
2.0
|
5
|
50
|
5
|
2.5
|
6
|
60
|
5
|
3.0
|
7
|
70
|
5
|
3.5
|
8
|
80
|
5
|
4.0
|
9
|
90
|
5
|
4.5
|
10
|
90
|
5
|
5.0
|
Perhitungan nilai kredit dari rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional dalam periode satu tahun buku, ditetapkan sebagai berikut :
a. untuk
rasio 100 % atau lebih diberi nilai kredit 0.
b. untuk
setiap penurunan rasio sebesar 1% mulai dari 100%
nilai kredit ditambah 10 sampai dengan maksimum 100.
nilai kredit ditambah 10 sampai dengan maksimum 100.
c. nilai
kredit dikalikan dengan bobot sebesar 5% diperoleh skor.
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
100
|
0
|
5
|
0
|
99
|
10
|
5
|
0.5
|
98
|
20
|
5
|
1.0
|
97
|
30
|
5
|
1.5
|
96
|
40
|
5
|
2.0
|
95
|
50
|
5
|
2.5
|
94
|
60
|
5
|
3.0
|
93
|
70
|
5
|
3.5
|
92
|
80
|
5
|
4.0
|
91
|
90
|
5
|
4.5
|
90
|
100
|
5
|
5.0
|
5. PENILAIAN
LIKUIDITAS
Penilaian kuantitatif terhadap likuiditas
didasarkan rasio antara pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima.
Dana yang diterima terdiri dari :
a. modal
sendiri;
b. modal
pinjaman;
c. modal
penyertaan;
d. simpanan
anggota (Tabungan Koperasi dan Simpanan Berjangka)
Cara perhitungan nilai kredit dari likuiditas
dilakukan sebagai berikut :
a. untuk
rasio 90 % atau lebih, diberi nilai kredit 0;
b. untuk
rasio dibawah 90 % diberi nilai kredit 100;
c. nilai
kredit dikalikan bobot sebesar 10 % diperoleh skor likuiditas.
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio modal
(dinilai dalam %)
|
Nilai Kredit
|
Bobot
(dinilai dalam %)
|
Skor
|
> 90
|
0
|
10
|
0
|
<>
|
100
|
10
|
10.0
|
B.
PENETAPAN HASIL EVALUASI KINERJA PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI
Berdasarkan hasil perhitungan penilaian terhadap
5 komponen sebagaimana dimaksud pada angka 1 s/d 5, diperoleh skor secara keseluruhan.
Skor dimaksud dipergunakan untuk menetapkan predikat tingkat kesehatan KSP/USP
yang dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat dan
tidak sehat.
Penetapan predikat tingkat kesehatan KSP/USP
tersebut adalah sebagai berikut :
SKOR
|
PREDIKAT
|
81 - 100
|
SEHAT
|
66 - <>
|
CUKUP SEHAT
|
51 - <>
|
KURANG SEHAT
|
0 - <>
|
TIDAK SEHA
|
C.
FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI PENILAIAN
Meskipun
kuantifikasi dari komponen-komponen penilaian tingkat kesehatan menghasilkan
skor tertentu, masih perlu dianalisa dan diuji lebih lanjut dengan komponen
lain yang tidak termasuk dalam komponen penilaian dan atau tidak dapat
dikuantifikasikan. Apabila dalam analisa dan pengujian lebih lanjut terdapat
inkonsistensi atau ada pengaruh secara materiil terhadap tingkat kesehatan KSP
dan USP maka hasil dari penilaian yang telah dikuantifikasikan tersebut perlu
dilakukan penyesuaian sehingga dapat mencerminkan tingkat kesehatan yang
sebenarnya.
Penyesuaian dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Koreksi Penilaian
Faktor-faktor
yang dapat menurunkan satu tingkat kesehatan KSP dan USP antara lain :
a. pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan intern maupun ekstern.
b. salah
pembukuan tertunda pembukuan.
c. pemberian
pinjaman yang tidak sesuai dengan prosedur.
d. tidak
menyampaikan laporan tahunan atau laporan berkala 3 kali berturut-turut.
e. mempunyai
volume pinjaman diatas Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) tetapi tidak
diaudit oleh akuntan publik.
f. manajer
USP belum diberikan wewenang penuh untuk mengelola usaha.
2. Kesalahan fatal
Faktor-faktor
yang dapat menurunkan tingkat kesehatan KSP dan USP langsung menjadi tidak
sehat antara lain :
a. adanya
persediaan intern yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan dalam koperasi
yang bersangkutan.
b. adanya
campur tangan pihak diluar koperasi atau kerjasama yang tidak wajar sehingga
prinsip Koperasi tidak dilaksanakan dengan baik.
c. rekayasa pembukuan atau window dressing dalam
pembukuan sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap koperasi.
d. melakukan
kegiatan usaha koperasi tanpa membukukan dalam koperasinya.
2.4 Penyebab penurunan
kinerja
Jika
dicermati, ada beberapa kemungkinan penyebab penurunan kinerja pengurus
koperasi.. Pertama, masih kuatnya budaya nepostisme yang secara tidak sadar
diyakini sebagai wujud azas kekeluargaan. Nepotisme ini mengakibatkan
pengangkatan, pemilihan dan pemberian amanah kepada pengurus dan atau pegawai
kurang mempertimbangkan kompetensi sehingga kapabilitas mereka rendah. Kedua,
belum adanya performance measure (ukuran prestasi) para pengurus koperasi
secara jelas. Jika tidak dirumuskan ukuran dan standar prestasi yang jelas,
bagaimana bisa diketahui bahwa si pengurus berhasil dan gagal. Ketiga, masih
rendahnya profesionalisme dan spesialisasi tugas. Dengan alasan efisiensi
tenaga kerja, sering seorang pengurus koperasi harus merangkap pekerjaan
sehingga justru semua pekerjaan tidak ada yang diselesaikan secara optimal.
Keempat, lambannya proses adopsi dan adaptasi teknologi maju. Ketertinggalan
sebagian koperasi dalam menerapkan teknologi maju menyebabkan kegiatan operasi
tidak efisien, tidak produktif dan sistem informasi kurang relevan.
Untuk memperbaiki kinerja pengurus koperasi dibutuhkan beberapa upaya
kongkrit.
1.
Penegakan disiplin harus dilaksanakan secara maksimal. Hal ini salah
satunya ditandai dengan kejelasan akan sanksi dan punishment atas kesalahan
yang diperbuat oleh oknum pengurus koperasi. Hendaknya disadari bahwa pengurus
koperasi, baik secara bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, berkewajiban
menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan
dengan kesengajaan dan kelalaiannya, dan apabila dilakukan dengan kesengajaan,
tidak menutup kemungkinan bagi Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan. Semua
aktivitas pengurus yang telah diberi amanah mengelola koperasi (agent) harus
dipertanggungjawabkan di depan para anggota sebagai pihak pemberi amanah
(principal). Rapat Anggota Tahunan (RAT) harus dijadikan wahana evaluasi hasil
kinerja tahunan para pengurus koperasi sebagai wujud akuntabilitas. Namun,
gagasan tersebut mungkin terlalu ideal jika hubungan pengurus dengan
anggota bukan merupakan hubungan agent dengan principal. Meskipun Koperasi
berazas kekeluargaan, pertanggungjawaban para pengurus tidak bisa ditempuh secara
“kekeluargaan” dengan memberikan toleransi yang tinggi atas penyimpangan yang
dilakukan pengurus. Mekanisme reward and punishment terhadap pengurus harus
diperbaiki dengan berlandaskan pada anggaran dasar dan kriteria kinerja yang
jelas.
2.
Birokrasi yang berbelit-belit seharusnya dipangkas. Prosedur dan
tatacara perizinan, pelaporan maupun pertanggungjawaban, baik secara teknis
maupun administratif yang terlalu panjang sering justru mematikan kreatifitas
usaha sehingga menurunkan kinerja. Bila kreativitas usaha dihambat oleh
kepentingan birokrasi, maka besar kemungkinan koperasi tersebut sulit untuk
bisa berkembang. Eksistensi sebuah koperasi juga membutuhkan dukungan dan
partisipasi aktif seluruh anggota. Jangan sampai mereka hanya
namanya saja yang tercantum sebagai anggota, tetapi tidak pernah berpartisipasi
karena rumitnya prosedur baku koperasi. Bureaucracy reengineering semestinya
segera dilakukan dalam rangka memicu peningkatan kinerja para pengurus dan atau
pegawai koperasi.
3.
Menumbuhkan budaya berdasarkan Misi. Mengubah koperasi yang digerakkan
oleh peraturan dan birokrasi menjadi koperasi yang digerakkan oleh misi.
Cita-cita mulia dari pendirian sebuah koperasi yaitu membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya serta untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya,
harus diterjemahkan secara kongkrit dalam bentuk budaya organisasi. Budaya yang
terbentuk sering menyimpang dari misi sebuah koperasi karena sebagian pengurus
berusaha hanya meningkatkan kesejahteraan kelompoknya dan bukan kesejahteraan
anggota lainnya apalagi masyarakat. Pola pikir (mindset) pengurus seperti ini
berorientasi jangka pendek dan secara organisasi merugikan koperasi itu
sendiri.
4.
koperasi berorientasi pada anggota dan masyarakat. Pertanggungjawaban
pengurus pada saat RAT mestinya bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan
birokrasi tetapi penilaian terhadap seberapa berhasil para pengurus memenuhi
kebutuhan dan harapan anggota atau masyarakat selain anggota koperasi. Pada
umumnya pengurus koperasi salah dalam mengidentifikasikan variabel apa saja
yang harus dipertanggungjawabkan pada saat RAT. Orientasi pengurus adalah
bagaimana agar laporan pertanggungjawabannya dapat diterima oleh sebagian besar
anggota koperasi meskipun dalam jangka panjang kemungkinan bisa mengurangi daya
saing ekternal. Dalam kondisi seperti ini, pengurus akan memenuhi semua
kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan pada masyarakat dan bisnis, mereka
seringkali tidak care. Selayaknya, pengurus koperasi mengidentifikasikan siapa
pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti pengurus
tidak bertanggungjawab pada anggota, tetapi sebaliknya, mereka menciptakan
sistem pertanggungjawaban ganda (dual accountability): kepada anggota dan
kepada masyarakat atau pelanggan lain yang secara langsung maupun tidak
langsung membutuhkan jasa koperasi.
5.
Berorientasi pada mekanisme pasar. Koperasi harus mengembangkan
prinsip-prinsip perusahaan dan pasar secara maksimal. Penerimaan pegawai harus
mengikuti seleksi ketat sesuai kemampuannya masing-masing sehingga bisa
direkrut karyawan yang benar-benar kompeten dan trampil secara professional.
Mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan) yang umumnya masih
kental diterapkan pada lingkungan koperasi harus segera diganti dengan
mekanisme pasar (sistem insentif) yang cukup fleksibel mengikuti dinamika
pasar.
6.
Penerapan teknologi maju. Computerized system terbukti mampu meningkatkan
kinerja operasional suatu usaha sehingga koperasi tidak bisa menghindar dari
kondisi dinamis seperti ini. Pelatihan dan pemberdayaan pengurus serta pegawai
harus dilakukan secara terus menerus agar mereka tidak gagap teknologi.
Kompetisi harus menjadi sarana untuk memicu inovasi para pengurus untuk eksis
dan selalu berkembang.
2.5 Sisa Hasil Usaha (SHU)
A. Pengertian Sisa Hasil Usaha (SHU)
Ditinjau dari
aspek ekonomi manajerial, Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi adalah selisih dari
seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue [TU]) dengan
biaya-biaya atau biaya total (total cost [TC]) dalam satu tahun buku.
Sedangkan dari aspek legalistik, pengertian SHU menurut UU No. 25/1992, tentang Perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut.
Sedangkan dari aspek legalistik, pengertian SHU menurut UU No. 25/1992, tentang Perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut.
1.
SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun
buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak
dalam tahun buku yang bersangkutan.
2.
SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding
jasa usaha yang dilakukan masing-masing anggota koperasi, serta digunakan untuk
keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai keputusan
Rapat Anggota.
3.
Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Perlu diketahui bahwa penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya untuk keperluan lain, ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ART Koperasi. Dalam hal ini, jasa usaha mencakup transaksi usaha dan partisipasi modal.
Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap angota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Dalam pengertian ini juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antara transaksi usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana deviden yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai dengan besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu pembeda koperasi dengan badan usaha lainnya.
Perlu diketahui bahwa penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya untuk keperluan lain, ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ART Koperasi. Dalam hal ini, jasa usaha mencakup transaksi usaha dan partisipasi modal.
Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap angota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Dalam pengertian ini juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antara transaksi usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana deviden yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai dengan besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu pembeda koperasi dengan badan usaha lainnya.
B. Informasi Dasar
Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan bila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut :
1.) SHU Total Koperasi pada satu tahun buku
2.) Bagian (persentase) SHU anggota
3.) Total simpanan seluruh anggota
4.) Total seluruh transaksi usaha (volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5.) Jumlah simpanan per anggota
6.) Omzet atau volume usaha per anggota
7.) Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
8.) Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota
C. Rumus Pembagian SHU
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prinsip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding denagn besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi Indonesia, dasar hukumnya adalah pasal 5 ayat 1 ; UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang dalam penjelasannya mengatakan bahwa “pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari 2 kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu :
1.) SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima dari koperasinya sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2.) SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan. Secara umum SHU Koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga Koperasi sebagai berikut :
- Cadangan koperasi
- Jasa anggota
- Dana pengurus
- Dana karyawan
- Dana pendidikan
- Dana sosial
- Dana untuk pembangunan lingkungan
Tentunya tidak semua komponen di atas harus diadopsi koperasi dalam membagi SHU-nya. Hal ini sangat tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.
Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan bila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut :
1.) SHU Total Koperasi pada satu tahun buku
2.) Bagian (persentase) SHU anggota
3.) Total simpanan seluruh anggota
4.) Total seluruh transaksi usaha (volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5.) Jumlah simpanan per anggota
6.) Omzet atau volume usaha per anggota
7.) Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
8.) Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota
C. Rumus Pembagian SHU
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prinsip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding denagn besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi Indonesia, dasar hukumnya adalah pasal 5 ayat 1 ; UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang dalam penjelasannya mengatakan bahwa “pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari 2 kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu :
1.) SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima dari koperasinya sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2.) SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan. Secara umum SHU Koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga Koperasi sebagai berikut :
- Cadangan koperasi
- Jasa anggota
- Dana pengurus
- Dana karyawan
- Dana pendidikan
- Dana sosial
- Dana untuk pembangunan lingkungan
Tentunya tidak semua komponen di atas harus diadopsi koperasi dalam membagi SHU-nya. Hal ini sangat tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.
Untuk mempermudah pemahaman rumus pembagian SHU koperasi, berikut ini disajikan salah satu kasus pembagian SHU di salah satu koperasi (selanjutnya disebut Koperasi A).
Contoh Kasus Pembagian SHU
Menurut AD/ART Koperasi A, SHU dibagi sebagai berikut :
Cadangan : 40%
Jasa anggota : 40%
Dana pengurus : 5%
Dana karyawan : 5%
Dana pendidikan : 5%
Dana sosial : 5%
SHU per anggota dapat dihitung sebagai berikut :
Dimana :
SHUA : Sisa Hasil Usaha Anggota
JUA : Jasa Usaha Anggota
JMA : Jasa Modal Anggota
Dengan menggunakan model matematika, SHU per anggota dapat dihitung sebagai berikut :
Dimana :
SHUPa : Sisa Hasil Usaha per Anggota
JUA : Jasa Usaha Anggota
JMA : Jasa Modal Anggota
VA : Volume usaha anggota (total transaksi anggota)
UK : Volume usaha total koperasi (total transaksi koperasi)
Sa : Jumlah simpanan anggota
TMS : Modal sendiri total (simpanan anggota total)
Bila SHU bagian anggota menurut AD/ART Koperasi A adalah 40% dari total SHU, rapat anggota menetapkan bahwa SHU bagian anggota tersebut dibagi secara proporsional menurut jasa modal dan usaha, dengan pembagian Jasa Usaha Anggota sebesar 70%, dan Jasa Modal Anggota sebesar 30%, maka ada 2 cara menghitung persentase JUA dan JMA, yaitu :
Pertama, langsung dihitung dari total SHU Koperasi, sehingga :
JUA = 70% × 40% total SHU Koperasi setelah pajak
= 28% dari total SHU Koperasi
JMA = 30% × 40% total SHU Koperasi setelah pajak
= 12% dari total SHU Koperasi
Kedua, SHU bagian anggota (40%) dijadikan menjadi 100%, sehingga dalam hal ini diperoleh terlebih dahulu angka absolut, kemudian dibagi sesuai dengan persentase yang ditetapkan.
D. Prinsip-Prinsip Pembagian SHU Koperasi
Telah diuraikan pada teori koperasi bahwa anggota berfungsi ganda yaitu sebagai pemilik (owner) dan sekaligus pelanggan (customer). Sebagai pemilik, seorang enggota berkewajiban melakukan investasi. Dengan demikian, sebagai investor, anggota berhak menerima hasil investasinya. Di sisi lain, sebagai pelanggan, seorang anggota berkewajiban berpartisipasi dalam setiap transaksi bisnis di koperasinya. Seiring dengan prinsip-prinsip koperasi, maka anggota berhak menerima sebagian keuntungan yang diperoleh koperasinya.
Agar tercermin asas keadilan, demokrasi, transparansi, dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pembagian SHU sebagai berikut.
1.) SHU yang dibagi adalah bersumber dari anggota.
2.) SHU anggota adalah jasa dari modal da transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
3.) Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan.
4.) SHU anggota dibayar secara tunai.
E. Pembagian SHU per Anggota
Untuk memperjelas pemahaman tentang penerapan rumus SHU per anggota dan prinsip-prinsip pembagian SHU seperti diuraikan di atas, di bawah ini disajikan data Koperasi A, yang datanya sudah diperbaharui dan disederhanakan.
a. Perhitungan SHU (Laba/Rugi) Koperasi A Tahun Buku 1998 (Rp 000)
b. Sumber SHU
Catatan :
Data ini dapat diperoleh bila koperasi melakukan pembukuan transaksi anggota dan non anggota. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka mustahil koperasi dapat melakukan pembagian SHU yang transparan, demokratis, dan adil. Dan itu semua adalah biaya, yang kelihatannya kurang efisien tetapi harus dilakukan oleh koperasi sebagai badan usaha yang dibatasi dengan prinsip-prinsip koperasi.
c. Pembagian SHU menurut Pasal 15, AD/ART Koperasi A
d. Jumlah Anggota, Simpanan dan Volume Usaha Koperasi
e. Kompilasi Data Simpanan, Transaksi Usaha, dan SHU Per Anggota (dalam ribuan)
Dengan menggunakan rumus perhitungan SHU di atas diperoleh SHU per anggota berdasarkan kontribusinya terhadap modal dan transaksi usaha. Seperti diketahui rumus SHU per anggota adalah :
Contoh :
SHU Usaha Adi = 5.500/2.340.062 (56.000) = Rp 131,62
SHU Modal Anggota = Sa/TMS (JMA)
SHU Modal Adi = 800/345.420 (24.000) = Rp 55,58
Dengan demikian, jumlah SHU yang diterima Adi adalah :
Rp 131.620 + Rp 55.580 = Rp 187.200
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
·
Drs. Sitio Arifin,M.Sc.,Ir.Tamba Halomoan, M.B.A,2001.Koperasi
Teori dan Praktek.Jakarta : Erlangga
·
Pristiyanto Blog
EVALUASI KINERJA KOPERASI SIMPAN PINJAM BERDASARKAN PENILAIAN KESEHATAN
KOPERASI.htm
·
SISA HASIL USAHA (SHU) & PRINSIP-PRINSIP
KOPERASI Ekonomi - AndaiKata.com.htm
No comments:
Post a Comment