MAKALAH
PROSPEK UMKM TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS SEMSESTER LIMA
MATA KULIAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
Dosen Pengampu :
ZAIM MUKAFFI,SE.,M.Si
Disusun oleh :
Mohamad Bastomi (11510131)
Halimah Dwi Putri (11510134)
Hebbi Endar Sapvriti (11510142)
Fida’ Nur Oktafia (11510153)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2013
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji
syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat, taufik serta hidayahnya kami
masih diberi kesempatan dan kemampuan untuk menyusun makalah dengan judul “PROSPEK UMKM TERHADAP PEREKONOMIAN
INDONESIA” guna memenuhi tugas ujian tengah semester lima.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak-banyak terimakasih
kepada:
- Bapak Zaim Mukaffi.,SE.,M.Si. selaku dosen
pengampu mata kuliah PEREKONOMIAN INDONESIA
yang memberikan arahan dan masukan dalam makalah ini.
- Serta semua pihak yang telah membantu kami
dalam penyusunan makalah ini yang tidak mingkin kami sebutkan satu
persatu.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempuran. Demi tercapainya suau kesempurnaan kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan. Demikaian hal yang dapat kami
sampaikan, kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Malang, 06 Desember 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditentukan
oleh dinamika perekonomian daerah, sedangkan perekonomian daerah pada umumnya ditopang oleh kegiatan ekonomi
bersakala kecil dan menengah. Unit usaha yang masuk dalam kategori Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) merupakan urat nadi perekonomian daerah dan nasional. Sektor
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan usaha yang tangguh di tengah
krisis ekonomi. Saat ini sekitar 99% pelaku ekonomi mayoritas adalah pelaku
usaha UMKM yang terus tumbuh secara signifikan dan menjadi sektor usaha yang
mampu menjadi penopang stabilitas perekonomian nasional.
Pentingnya UMKM bagi berbagai pihak membuatnya seringkali menjadi
objek kajian dan riset yang banyak membahas tentang pengembangannya. Bisa
dibayangkan bila sektor UMKM terus mengalami pertumbuhan dan peningkatan
kualitas (manajemen, keuangan, output
produk, dan pemasaran), ia akan menjadi motor penggerak perekonomian nasional
yang sudah teruji kebal terhadap krisis ekonomi global. Meski terkadang masih
dipandang sebelah mata, eksistensi dan kontribusi UMKM bagi perekonomian
nasional tetaplah vital dan strategis.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana
untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020
adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut
akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali
Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang
dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini
membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk
dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN
lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya
penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta
mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
Sektor
UMKM selalu mendapat perhatian khusus dari banyak kalangan termasuk pemerintah.
Pasalnya, peran dan andil UMKM dalam perekonomian nasional terbilang strategis
bila diteropong dari jumlah unit usahanya yang mendominasi, tingginya
penyerapan tenaga kerja, besarnya kontribusi dalam pembentukan produk domestic
bruto (PDB) nasional dan sumbangannya terhadap nilai ekspor. Dari Badan Pusat
Statistik (BPS) hingga 2012, jumlah unit UMKM mencapai 56.534.592 unit atau
99,9% dari total unit usaha di Indonesia. Tenaga kerja yang mampu diserap oleh
UMKM lebih dari 107.657.509 orang atau sebesar 97,16% dari angkatan kerja.
Kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB mencapai Rp 4.870 triliun atau sebesar
59,08%. Terkait dengan sumbangan dalam pembentukan nilai ekspor, UMKM
menyumbang sebesar Rp 167 triliun atau sebesar 14,06%.
2.1 Pengertian UMKM
UMKM merupakan singkatan
dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut undang-undang Nomor 20 Tahun
2008, tepatnya dinyatakan dalam pasal 1, UMKM dapat dijelaskan secara berikut
ini:
·
Usaha Mikro adalah usaha ekonomi produktif
milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
·
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung
dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
·
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau
Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Masih dalam undang-undang No. 20 Tahun 2008,
pada pasal 6 dijelaskan kriteria-kriteria yang tepat mengenai UMKM, yaitu:
·
Kriteria Usaha Mikro. Ada dua kriteria usaha
ini, yakni:
ü
Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp
50.000000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
ü
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp 300.000000,00.
·
Kriteria Usaha Kecil. Kriteria usaha ini
meliputi:
ü
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
ü
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300.000.000,00 sampai dengan Rp 2.500.000.000,00.
·
Kriteria Usaha Menengah. Ada dua kriteria
usaha Menengah, yaitu:
ü
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
500.000.000,00 sampai dengann paling banyak Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
ü
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00.
Meski demikian, dalam kriteria-kriteria UMKM ini, nilai
nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur
dengan peraturan presiden, (Oscar, dkk, 2010, 3). Sejak krisis yang terjadi pada tahun 1997,
hampir 80 % usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK terhadap
karyawan secara besar-besaran. Namun, berkat dorongan pemerintah, sektor UMKM
telah menunjukkan perkembangan yang positif dalam menopang perekonomian negara
ini pada saat-saat yang memprihatinkan.
Di samping mengurangi
tingkat pengangguran, baik pada tingkat lokal maupun nasional, produk-produk
UMKM setidaknya telah memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan nasional karena tidak sedikit produk-produk UMKM itu mampu menembus
pasar internasional. Konkretnya, UMKM telah meningkatkan PDB dan juga
memberikan sumbangan kepada devisa negara dengan nilai ekspor yang cukup
tinggi.
2.2 Peluang-peluang UMKM
Peluang-peluang UMKM dapat
diukur oleh dua indikator. Pertama, adanya potensi pasar. Kedua, adanya
kebijakan pemerintah mengenai jenis usaha ini. Berikut akan dijelaskan peluang
tumbuhnya jenis usaha di Indonesia, yaitu:
a.
Potensi pasar
UMKM memiliki potensi pasar yang besar. Dengan banyaknya jumlah populasi
penduduk Indonesia, yang mencapai 250 juta lebih, maka basis pelanggan dari
UMKM pun besar. Sejalan dengan ini, para pelaku UMKM harus pandai melihat
peluang pasar yang ada dan berkembang saat ini. Spirit keatif dan inovatif
dikembangakan agar muncul produk unik yang akan dilirik banyak konsumen.
Lima tahun ke depan Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi dunia yang
disegani. Indonesia mempunyai pasar domestik yang kuat, sumber daya manusia
yang banyak, dan sumber daya alam yang melimpah. Potensi domestik yang melimpah
tampaknya belum dimanfaatkan secara maksimal oleh jutaan pelaku UMKM di
Indonesia. Produk kerajinan industri ekonomi kreatif UMKM yang tersebar di
berbagai wilayah, belum terekspos secara merata karena terbentur persoalan
pemasaran.
Konstribusi industri ekonomi kreatif pada tahun 2008 telah mencapai 6,3 %
GDP nasional (produk domestik bruto). Sektor ini juga menyumbang 10,6 % dari
total ekspor nasional. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
konstribusi ekspor industri kreatif Singapura (total ekspor 2,8 %) dan Inggris
(total ekspor 7,9 %). Berdasarkan laporan United Nations Conference on Trade
and Development (UNCTAD), pertumbuhan perdagangan barang dan jasa berbasis
industri kreatif rata-rata 8,7 % per tahun. Oleh sebab itu, Indonesai belum
menjadi pemain penting dalam produk keseluruhan industri kreatif. Mungkin baru
seni lukis yang mendapat posisi ketiga, setelah Cina dan Thailand dengan total
ekspor 83 juta dolas pada tahun 2005.
Sejauh ini, industri kreatif di Indonesia tumbuh dan berkembang hanya
mengandalkan ide-ide personal. Pemerintah belum memberi dukungan memadai untuk
pengembangan industri kreatif secara
permanen. Industri kreatif baru dijalani orang-orang muda kreatif yang kerap
menghadapi tantangan, terutama masalah modal.
Selain itu, perkembangan industri kreatif dihadapkan pada lemahnya
pengembangan kapasitas dan pemasaran permanen.
Hal paling penting adalah mempermudah pemasaran semua produk lokal. Adanya
“Klinik Industri Ekonomi Kreatif UMKM” sebagai bentuk pembinaan bagi para
pelaku UMKM yang tentunya difasilitasi lembaga pemerintah setidaknya dapat
membantu industri kreatif dalam persoalan pemasaran ekspor. Sayangnya, klinik
ini belum merata ada di setiap daerah sehingga agak sulit dilakukan penataan
secara permanen. Padahal, klinik ini penting sebagai media untuk menghubungkan
para pelaku UMKM dengan investor.
Komoditas perkebunan, termasuk rempah sangat diminati negara-negara
maju.menurut sejarah pun, Indonesia dijajah Belanda dan Portugis karena kaya
akan rempah dan produk perkebunan lainnya. Oleh karena itu, apabila 10 % saja
komoditas perkebunan ini dikelola secara organik untuk memenuhi permintaan
pasar dunia, tentu akan memberikan sumbangan devisa yang cukup besar. Premium
yang diperoleh dari produk organik ini akan berlipat ganda karena dihargai
dengan kurs valuta asing. Selain kopi, beberapa produk perkebunan, seperti
jambu mente dan vanilli organik juga diminati masyarakat Eropa.
b.
Kebijakan pemerintah
Kementerian Negara Koperasi dan UMKM menyatakan bahwa Indonesia saat ini memiliki
hampir 50 juta unit UMKM, (Oscar, dkk, 2010, 9). Dapat diperkirakan bahwa ada sekitar 99 %
lebih dari total unit usahayang ada. Dari UMKM yang ada tersebut, yang paling
banyak adalah usaha mikro dengan jumlah 47.702.310 atau sekitar 95 % lebih.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa usaha mikro merupakan mayoritas usaha
yang ada di Indonesia. Berdasarkan data BPS, UMKM memiliki beberapa kelemahan
dan permasalahan, yakni meliputi:
·
Kurangnya permodalan;
·
Kesulitan dalam pemasaran;
·
Persaingan usaha yang ketat;
·
Kesulitan bahan baku;
·
Kurang teknis produksi dan keahlian;
·
Kurangnya keterampilan manajerial (SDM); dan
·
Kurangnya pengetahuan dalam masalah manajemen,
termasuk dalam keuangan dan akuntansi.
Untuk menjawab kesulitan-kesulitan tersebut, dalam UU No.
20/2008 tentang UMKM, khususnya dalam pasal 7, ayat 1 sangat jelas dinyatakan
bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menumbuhkan iklim usaha dengan
menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek :
·
Pendanaan;
·
Sarana dan prasarana;
·
Informasi usaha;
·
Kemitraan;
·
Perizinan usaha;
·
Kesempatan berusaha;
·
Promosi dagang; dan
·
Dukungan kelembagaan.
Faktor-faktor utama yang menentukan besar kecilnya
peluang bagi seorang pengusaha/sebuah perusahaan, sebagai berikut :
Selanjutnya, mengenai dukungan pemerintah atas UMKM lewat
kebijaksanaannya dipertegas lagi dalam pasal 8, yakni bahwa aspek pendanaan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, ayat (1) huruf a ditujukan untuk:
·
Memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat akses kredit perbankan dan lembaga
keuangan bukan bank;
·
Memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas
jaringannya sehingga dapat diakses oleh UMKM;
·
Memeberikan kemudahan dalam memperoleh
pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
·
Membantu para pelaku UMKM.
Peran pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang
mendukung perkembangan UMKM di Indonesia sangat penting karena tujuan UMKM
adalah pemberdayaan masyarakat kelas menengah ke bawah agar kehidupan ekonomi
mereka ditingkatkan. UMKM bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan usaha
dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berkeadilan. Lebih dari itu, tujuan adanya pemberdayaan UMKM ini adalah:
·
Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang
seimbang, berkembang, dan berkeadilan;
·
Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM
menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan
·
Meningkatkan peran UMKM dalam membangunan
daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi,
dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
2.3 Ruang lingkup UMKM
Ruang lingkup UMKM
meliputi sektor manufaktur, agroindustri, dan industri kreatif. Ketiganya
merupakan upaya pengembangan kompetensi inti daerah dalam rangka meningkatkan
kemampuan UMKM yang berjalan dan melahirkan UMKM baru berbasis teknologi.
Berikut penjelasan ketiga bidang tersebut:
a.
Sektor Manufaktur
Manufaktur adalah suatu cabang industri yang
mengaplikasikan perlatan dan suatu medium proses untuk transformasi bahan
mentah menjadi barang jadi untuk dijual, (Oskar, dkk, 2010, 13). Proses ini
meliputi (1) perancangan produk, (2) pemilihan material, (3) tahap-tahap proses
dimana produk tersebut dibuat. Bagi kebanyakan negara industri, manufaktur
merupakan tulang punggung perekonomian. Sebagai aktivitas ekonomi, manufaktur
menyumbangkan 20% hingga 30% nilai dari produk dan jasa yang dihasilkan di
suatu negara.
Dalam suatu kesempatan, Sri Mulyani pernah menyatakan
bahwa pada tahun 2010, pemerintah telah melakukan revitalisasi industri
manufaktur. Revitalisasi akan diprioritaskan mengingat sejak masa orde baru,
sektor ini tidak banyak disentuh. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan
industri manufaktur akan melejit hingga 4,55%, meskipun industri dalam negeri
masih berada di tengah ancaman serbuan produk impor Cina melalui perdagangan
bebas Asean-Cina. Untuk mencapai target pertumbuhan industri 4,55%, pemerintah
akan menempatkan beberapa sektor unggulan di antaranya makanan dan minuman,
tembakau, percetakan, semen, dan beberapa logam.
b.
Sektor Agroindustri
Agroindustri dapat dijabarkan sebagai kegiatan industri
yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan
menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian,
agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang
memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian, dan
industri jasa sektor pertanian.
Berbeda dengan industri lain, agroindustri tidak harus
mengimpor sebagian besar bahan bakunya dari luar negeri karena telah tersedia
di dalam negeri. Dengan mengembangkan agroindustri secara tidak langsung telah
membantu meningkatkan perekonomian para petani sebagai penyedia bahan baku
untuk industri. Pada tahun 2004, ada sekitar tiga juta unit IKM (industri Kecil
Menengah) yang mampu menyerap lebih dari 12 juta tenaga kerja, sedangkan
konstribusi ekspor nonmigas nasional, IKM baru menyumbang devisa sekitar 10%
dari total nonmigas per tahun.
Meskipun sampai saat ini masih ditemukan
hambatan-hambatan dalam mengembangkan sektor ini, akan tetapi sektor ini masih
memiliki peluang untuk berkembang secara meyakinkan apabila dikelola secara
arif dan bijaksana. Ada beberapa peluang yang mendukung berkembangnya sektor
agroindustri, yakni:
·
Jumlah penduduk Indonesia yang semakin besar
merupakan aset nasional dan sekaligus berpotensi menjadi konsumenproduk
agroindustri.
·
Berlangsungnya era perdagangan bebas berskala
internasional telah semakin membuka kesempatan untuk mengembangkan pemasaran
secara ekspor.
·
Penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan
mampu meningkatkan stabilitas politik antara pemerintah daerah dan investor.
·
Dari sisi suplai seumberdaya, agroindustri
masih memiliki bahan baku yang beragam, berlimpah dalam jumlah dan tersebar di
seluruh tanah air.
·
Dalam proses produksinya, bahan baku agroindustri
tidak bergantung pada komponen impor.
c.
Sektor Industri Kreatif
Industri kreatif dapat didefinisikan sebagai industri yang berasal dari
pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan mengahasilkan dan mengeksploitasi
daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Sektor industri ekonomi kreatif
meliputi 14 subsektor, yakni periklanan, arsitektur, pasar barang seni,
permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan,
layanan komputer dan peranti lunak, televisi, dan radio, serta riset dan
pengembangannya.
Saat
ini, ekonomi industrial telah beralih ke ekonomi kreatif dan korporasi berada
di simpang jalan. Daya yang paling penting saat ini adalah tumbuhnya kekuatan
ide. Itulah sebabnya, sebagian besar tenaga kerja kini berada pada sektor jasa
atau menghasilkan produk abstrak, seperti data, software, berita, hiburan,
periklanan, dan lain-lain.
2.4 Peran UMKM dalam perekonomian
Ditinjau dari segi
kuantitatif, jumlah pelaku usaha di Indonesia tahun 2001 mencapai 40,2 juta.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 99,86% di antaranya adalah usaha kecil (40,1
juta), dan 97,6% di antaranya adalah usaha mikro. Sedang jumlah usaha berskala
menengah sebanyak 58 ribu atau 0,14% dan usaha besar hanya 0,005% atau
berjumlah 2 ribu saja. UMKM Indonesia yang mampu menyerap 85,4 juta tenaga
kerja atau 96,19% dari total tenaga kerja secara nasional. Dalam PDB UMKM
menyumbang 59,08% (BPS 2007).
Dari fakta di atas,
menjadi jelas bahwa perusahaan kecil mempunyai peranan yang sangat penting,
walaupun dengan segala kelemahannya tetap merupakan salah satu sendi kehidupan
ekonomi Indonesia, di antaranya:
·
Menyediakan lapangan kerja untuk berjuta-juta
rakyat Indonesia.
·
Ikut membayar pajak.
·
Merupakan ujung tombak industri nasional.
·
Menjadi pedagang perantara dan pengumpul hasil
panen petani.
·
Memproduksi banyak sektor kebutuhan pokok
rakyat.
·
Tedapat di setiap sudut Indonesia yang
jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan besar.
Selama ini, telah banyak usaha pemerintah yang dilakukan
dalam membantu perkembangan UMKM, melalui berbagai macam program pengembangan
atau pembinaan. Usaha-usaha yang telah
dilakukan pemerintah dilakukan melalui jalur kelembagaan yang bersifat formal
(resmi) yaitu melalui departemen ataupun dinas, serta melalui jalur nonformal,
yaitu melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun lembaga kemasyarakatan
lainnya. Perencanaannya sejak tahun 2005 sebagai tahun pembiayaan mikro
merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam mendorong sektor UMKM
supaya mampu berperan leih besar lagi dalam percaturan bisnis baik secara
domestik maupun internasional.
2.5 Permasalan UMKM di Indonesia
UMKM di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan dari tahun 2011 sebanyak 55.206.444 unit usaha, kemudian pada tahun 2012 sebanyak 56.534.592 unit usaha. Pertumbuhannya mencapai 2,41% atau sebanyak 1.328.147 unit usaha. Namun pertumbuhan unit usaha ini tidak diikuti oleh pertumbuhan sumbangan ekspor UMKM. Pada tahun 2011, UMKM menyumbangkan sebesar Rp 187 triliun kemudian menurun pada tahun 2012 menjadi Rp 167 triliun, atau mengalami penurunan sebasar Rp 20 triliun yakni sebesar 11,1%.
Tumbuhnya unit usaha UMKM tidak diiringi dengan tumbuhnya
tingkat eskpor yang disumbangkan oleh UMKM kepada Negara. Padahal, pada tahun 2015 Indonesia menjadi Negara peserta pasar
bebas di kawasan ASEAN. Menurut Jurnal Transnasional Vol. 3 No. 2 Februari 2012
yang berjudul Peran Pemerintah dalam Pengembangan UKM Berorientasi Ekspor Studi
Kasus: Klaster Kasongan dalam Rantai Nilai Tambah Global oleh Irdayanti, Sektor yang saat ini dianggap
kurang memiliki kemampuan untuk memenuhi prasyarat memasuki pasar global adalah
sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Jika perusahaan besar atau
korporasi mampu berperan secara efektif dalam perekonomian global, ditengarai
disebabkan karena korporasi ditunjang dengan ketersediaan modal yang massif,
penguasaan teknologi maju dan informasi dan sistem informasi, sistem manajerial
yang efektif dan efisien, serta penguasaan terhadap sumber daya (alam dan
manusia), maka lain halnya dengan apa yang dimiliki UMKM. UMKM dihadapkan mulai
dari permasalahan permodalan, penguasaan teknologi dan informasi yang minim,
tenaga kerja yang kurang terampil serta akses terhadap pasar global. Kalaupun
UMKM bisa menembus pasar global, posisinya sangat rentan karena kemampuan
kompetisi yang minim.
Mengenai pertumbuhan UMKM ditinjau dari kinerjanya hingga saat ini, relatif berjalan cukup lambat dan kurang memiliki keunggulan untuk bersaing, sehingga belum mampu untuk berkiprah ditingkat internasional. Hal ini, disebabkan sistem pembinaanya kurang mengarah kepada pembentuk diri yang bersifat spiritual untuk lebih mampu dalam mengahadapi lingkungan. Dipihak lain, kurang adanya dukungan oleh pihak-pihak terkait dalam menciptakan suasana kondusif dan perlindungan hukum yang memberikan kepastian agar dapat mengestimasi untuk jangka panjang.
Dari
data Global Financial Inclusion Index 2012 Bank Dunia, baru sekitar 20%
penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun, yang telah menikmati akses jasa
keuangan, memiliki rekening di lembaga keuangan formal, sisanya sekitar 80%
merupakan unbanked people. Padahal, di China 64% dan India
sekitar 35%. Inklusi keuangan di Indonesia praktis masih sangat terbatas.
Indonesia juga kalah dalam inklusi keuangan jika dibandingkan dengan sesama
negara anggota ASEAN. Padahal, sebentar lagi akan berlangsung Masyarakat
Ekonomi ASEAN awal tahun 2015. Persentase orang dewasa yang memiliki rekening
di lembaga keuangan formal di Malaysia 66%, Filipina 26%, Thailand 77%, dan
Vietnam 21%. Terbatasnya orang di Indonesia yang mengenal bank merupakan hal
ironis melihat peranan bank sebesar 75,80% dari total aset pembiayaan di
Indonesia. Pembiayaan UMKM di Indonesia masih relatif rendah, yakni 20,1% dari
total kredit perbankan. Total pembiayaan UMKM Rp 612 triliun.
Menurut Made Sudiarsa
terdapat permaslahan klasik dalam peningkatan UMKM di Indonesia; pertama, masih
rendahnya tingkat profesionalisme dan kemampuan kewirausahaan UMKM, karena
sebagian besar usaha kecil masih berpendidikan SD. Kedua, rendahnya akses UMKM pada sumber daya
ekonomi produktif terutama untuk meningkatkan kemampuan permodalan,
meningkatkan akses dan pangsa pasar, teknologi, kualitas, produktivitas dan
daya saing produk, karena lebih dari 97% UMKM masih merupakan usaha mikro yang
dihadapkan oleh berbagai keterbatasan. Ketiga, iklim usaha bagi UMKM belum
kondusif, karena peraturan perundangan dan kebijakan yang ada banyak yang belum
sinkron, pembinaan belum terpadu, komitmen dan keberpihakan rendah, sistem
perizinan masih berbelit dan biaya tinggi.
Faktor lingkungan lain
yang juga mempunyai andil kurang berkembangnya UMKM adalah: “perilaku beli
masyarakat yang ada di dalam negeri ini”. Pada umumnya, mereka lebih bangga
terhadap produk-produk dari luar negeri, sehingga berjuta-juta dolar dari
masyarakat Indonesia telah terserap oleh negara lain. Berarti, masyarakat
Indonesia turut berperan dalam menumbuhkan perekonomian bagi negeri lain yang
sebagian besar adalah kelompok negara yang telah maju dan makmur.
Berdasarkan uraian tentang permasalahan yang dihadapi
oleh UMKM, maka dapat diklasifikasikan menjadi permasalahan internal yang
sangat mendasar, terutama tentang mental maupun pengetahuan dari pengusahanya
sendiri dan masalah eksternal yang kurangnya dukungan dari publik serta
lingkungan bisnis yang kurang kondusif, secara ringkasnya dapat diungkapkan
sebagai berikut:
2.6 Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UMKM
2.6 Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UMKM
Jumlah unit UMKM
bervariasi menurut sektor, dan terutama UK terkonsentrasi di pertanian,
peternakan, kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah UK di sektor tersebut
tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 23.097.871
unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan UM yang tumbuh 1,2%). Walaupun tidak ada
studi-studi empiris yang dapat mendukung, namun dapat diduga (hipotesis) bahwa
kenaikan jumlah unit UK tersebut erat kaitannya dengan boom yang di alami oleh
beberapa subsektor pertanian, khususnya perkebunan sebagai efek “positif” dari
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Distribusi jumlah unit usaha menurut skala usaha dan
sektor menunjukkan bahwa di satu sisi, UKM memiliki keunggulan atas UB di
pertanian, dan di sisi lain, dilihat dari jenis produk yang dibuat, jenis
teknologi dan alat-alat produksi yang dipakai, dan metode produksi yang
diterapkan, UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori usaha ‘primitif’.
Perkembangan
UKM di Industri pengolahan dan perdagangan berdasarkan data Deperindag
menunjukkan bahwa secara umum jumlah unit industri kecil dan menengah (IKM) dan
dagang kecil dan menengah (DKM) selama periode 1998-2001 mengalami peningkatan
masing-masing dari 2,1 juta ke hampir 2,9 juta unit dan dari 8,3 juta ke hampir
9,7 juta unit. Di dalam kelompok IKM, jumlah unit IK tumbuh rata-rata 11,1% per
tahun, yang masing-masing hanya sekitar 6% lebih; sedangkan jumlah unit DKM
tumbuh rata-rata 5,13% per tahun, juga lebih tinggi di bandingkan rekannya dari
skala yang lebih besar. UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan
kesempatan kerja, atau sumber pendapatan bagi masyarakat/RT miskin. Hal ini di
dasarkan pada fakta empiris yang menunjukkan bahwa kelompok usaha ini
mengerjakan jauh lebih banyak orang di bandingkan jumlah orang yang bekerja di
UB. Dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan yang besar antara tingkat
kepadatan L dari UK dibandingkan dari UM. Jumlah L yang di serap oleh UK tahun
2000 mencapai 63,5 juta orang dan naik menjadi hampir 65,3 juta orang tahun
2001. Sebagai perbandingan, pada tahun 2000 UM dan UB hanya menyerap
masing-masing 7 juta dan 300 ribu orang lebih, dan pada tahun 2001 hampir
mencapai 8 juta dan 400 ribu orang lebih.
Pentingnya UKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan
kesempatan kerja di Indonesia tidak hanya tercerminkan pada kondisi statis,
yakni jumlah orang yang bekerja di kelompok usaha tersebut yang jauh lebih
banyak daripada yang diserap oleh UB, tetapi juga dapat dilihat pada kondisi
dinamis, yakni dari laju kenaikannya setiap tahun yang lebih tinggi daripada di
UB. Di dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan antara UK dan UM.
Dengan laju pertumbuhan L rata-rata per tahun di UK yang relatif lebih tinggi
di bandingkan di UM dan UB, maka secara relatif kontribusi penyerapan L di UK
meningkat selama periode yang diteliti, dari 87,62% tahun 1997 ke 88,59% tahun
2001.
2.7 Nilai
Output dan Input
Kedua,
dibeberapa kelompok industri No dan NT dari IMII lebih besar dibandingkan IK.
Sedangkan hasil SUSI 2000 menyajikan data mengenai nilai produksi bruto (NO),
biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Terakhir,
data Deperindag menunjukkan bahwa dari NO total dari IDK sekitar 57,3 triliun
rupiah. Tiga subsektor tersebut merupakan pusat konsentrasi dari kegiatan
produksi UK, (Tambunan, 1996).
dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kuantitas ekspor pada tahun 2013 mengalami kenaikan pada sektor non migas.
2.8 Peran UMKM dalam
Ekspor Nonmigas
Kontribusi perdagangan luar negeri di dalam
perekonomian nasional semakin penting. Hal ini terbukti bahwa peningkatan
ekspor nasional tidak hanya berdampak pada stabilitas makro ekonomi melalui
peningkatan cadangan devisa, tetapi juga berdampak pada meningkatnya kapasitas
produksi nasional.
Dibandingkan banyak negara berkembang lainnya di wilayah Asia, Indonesia termasuk
kecil dalam ekspor UMKM. Seperti yang dapat dilihatdi
Tabel 2, di industri manufaktur UMKM Indonesia
hanya mencatat sekitar 20 persen dari total
ekspor manufaktur Indonesia,
dibandingkan misalnya
China yang mancapai maksimum 64 persen,
atau Taiwan yang tercatat antara 56 hingga
60 persen dari total ekspor dari ekonomi tersebut.
Posisi Indonesia sama seperti Vietnam
yang UMKM-nya juga tercatat hanya menyumbang
sekitar 20 persen terhadap total ekspor
negara tersebut. Masih kecilnya peran UMKM
Indonesia di dalam ekspor non-migas mencerminkan dua hal yakni kapasitas
produksi terbatas hingga tidak selalu mampu memenuhi permintaan ekspor dan daya
saing yang rendah dari produk-produk yang dihasilkan kelompok usaha tersebut.
Industri menengah-kecil juga berperan besar
dalam menganekaragaman produk-produk ekspor Indonesia. Sekalipun dilihat dari
per komoditi nilai ekspornya masih relatif kecil, namun kemunculan
produk-produk baru yang semakin beragam serta dengan daya jangkau pasar yang
luas patut memperoleh perhatian lebih jauh dari kalangan-kalangan Pembina usaha
perbankan.
Hingga saat ini belum ada bukti empiris
mengenai daya saing UMKM di ASEAN, terkecuali satu penelitian untuk wilayah
APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), yang dilakukan oleh Pusat Inovasi UMKM
APEC terhadap 13 ekonomi anggota APEC pada tahun 2006
(APEC, 2006), yang hasilnya menunjukkan bahwa UMKM Indonesia berdaya saing
rendah di bawah 4. Selain itu, menurut hasil studi
ini, Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan
pendanaan paling rendah untuk pengembangan teknologi.
Sebagaimana diketahui, kontribusi usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) bagi Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 57,5 persen atau
senilai Rp 1.451,4 triliun sedangkan sisanya berasal dari usaha besar. UMKM juga dikabarkan menyerap tenaga kerja sangat signifikan yakni
sebanyak 97,2 persen (107 juta orang) sedangkan usaha besar hanya sebesar 2,8
persen.
2.9 Mengapa UMKM Lebih
Mampu dan Bertahan
Salah
satu prinsip yang mendasari agenda pemberdayaan ekonomi rakyat adalah
nestapa yang dialami oleh UMKM di masa
lalu. (Basri, 2002), Sepanjang pemerintahan orde baru, usaha-usaha besar sangat
diberika keleluasaan dalam berbagai hal, termasuk dalam penyaluran kredit.
Menurut para pendukung argument ini, kinilah giliran UMKM
dan koperasi. Karena jelas-jelas usaha besarlah yang telah membangkrutkan
perekonomian Indonesia, sedangkan UKM dan koperasi yang justru selama ini
dikesampingkan oleh kebijakan-kebijakan Orde Baru bias bertahan, (Basri, 2002, 202).
Sektor UMKM
telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UMKM
yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru
tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada
tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UMKM
terbukti tahan terhadap krisis dan mampu survive karena, pertama, tidak
memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena
mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat,
berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UMKM
mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UMKM
terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UMKM
terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UMKM
melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara.
Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli/importer yang bertempat
tinggal/berkewarganegaraan luar negeri.
Ada beberapa alasan mengapa UMKM
dapat bertahan di tengah krisis moneter 1997 lalu. Pertama, sebagian besar UMKM
memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap
pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak
banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya
kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan. Kedua,
sebagian besar UMKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor
perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda
dengan sektor perbankan bermasalah, maka UMKM
ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan.
Di Indonesia, UMKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap
perbankan sangat rendah.
Terbukti
saat krisis global yang terjadi beberapa waktu lalu, UMKM
hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat. UMKM
merupakan salah satu sektor industri yang sedikit bahkan tidak sama sekali
terkena dampak krisis global yang melanda dunia. Dengan bukti ini, jelas bahwa
UMKM dapat diperhitungkan dalam meningkatkan kekompetitifan pasar dan
stabilisasi sistem ekonomi yang ada.
Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi
meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan usaha kecil
yang sebagian besar tetap bertahan, bahkan cenderung bertambah. Beberapa alasan
kenapa usaha kecil bisa bertahan dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa
krisis adalah :
1.
Sebagian besar usaha kecil memproduksi barang
konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang
rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh
terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat
pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan.
2.
Sebagian besar usaha kecil tidak mendapat modal
dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga,
tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda usaha skala besar yang banyak
tergantung kepada perbankan, jika sektor perbankan bermasalah, maka ikut
terganggu kegiatan usahanya, sedangkan usaha kecil dapat bertahan. Di
Indonesia, usaha kecil biasanya menggunakan modal sendiri dari tabungan dan
aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
3.
Usaha kecil mempunyai modal yang terbatas dan
pasar yang bersaing. Dampaknya usaha kecil mempunyai spesialisasi produksi yang
ketat. Hal ini memungkinkan usaha kecil mudah untuk pindah dari usaha yang satu
ke usaha lain, hambatan keluar-masuk tidak ada.
4.
Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di
pasar, proteksi industri hulu dihilangkan, usaha kecil mempunyai pilihan lebih
banyak dalam pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi
meningkat. Akan tetapi, karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka
pengaruhnya tidak terlalu besar.
5.
Dengan adanya krisis ekonomi yang
berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan
pekerja-pekerjanya. Para penganggur tersebut memasuki sektor informal,
melakukan kegiatan usaha yang umumnya berskala kecil, akibatnya jumlah usaha
kecil meningkat.
Pada masa krisis ekonomi yang berkepanjangan,
usaha kecil dapat bertahan dan mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan
demikian, usaha kecil dapat dijadikan andalan untuk masa yang akan datang dan
harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif, serta
persoalan-persoalan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan usaha kecil harus
dihilangkan.
Ada
beberapa alasan mengapa UMKM dapat
bertahan di tengah krisis moneter 1997 lalu. Pertama, sebagian besar UMKM
memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap
pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak
banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya
kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan. Kedua,
sebagian besar UMKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor
perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda
dengan sektor perbankan bermasalah, maka UMKM
ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan.
Di Indonesia, UMKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap
perbankan sangat rendah. Terbukti saat krisis global yang terjadi beberapa
waktu lalu, UMKM hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat.
UMKM merupakan salah satu sektor industri yang sedikit bahkan tidak
sama sekali terkena dampak krisis global yang melanda dunia. Dengan bukti ini,
jelas bahwa UMKM dapat diperhitungkan dalam meningkatkan kekompetitifan pasar dan
stabilisasi sistem ekonomi yang ada.
Untuk
memajukan usaha kecil-menengah tidak cukup dengan kemitraan, apalagi dengan
sekadar menunggu uluran tangan dari pengusaha besar seperti inisiatif Kelompok
Jimbaran. Seharusnya dengan adanya niat baik pemerintah dalam hal ini
dibentuknya Kementerian Koperasi dan UMKM, mampu
menumbuh kembangkan Koperasi di tanah air sebagai lembaga keuangan berbasis
kerakyatan yang tangguh dan berdaya. Hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan UMKM,
Produk Dalam Negeri serta Koperasi ini dapat kita rangkum sebagai berikut :
1.
Mulai
menanamkan jiwa patriotisme dimulai dari bangku sekolah dan instansi pemerintah
tentang pentingnya ekonomi kerakyatan yang dibangun dari UMKM,
Koperasi dan Cinta atas Produk Dalam Negeri.
2.
Mencetak
jiwa jiwa wirausaha melalui bangku sekolah dan kursus-kursus yang lengkap dan
komprehensif dengan harapan siswa-siswa mampu meresapi, memikirkan dan mengolah
ilmu yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari
3.
Koperasi
mulai diberdayakan secara komprehensif dan re design sistem pengelolaannya
sehingga tidak hanya jalan di tempat tetapi mampu untuk maju dan memberikan
manfaat sebesar besarnya bagi anggota ataupun masyarakat sekitar.
4.
Membuat
masterplan untuk membuat satu lini usaha bersama dan keterkaitan antara UMKM,
Produk Dalam Negeri dan Koperasi, semisal di kantor di wajibkan pegawai menjadi
anggota koperasi, wajib membeli produk dari koperasi utamanya produk dalam
negeri hasil UMKM.
5.
Membuat
payung hukum yang kuat namun bukan hanya peraturan macan ompong, payung hukum
peraturan yang didasari atas semangat patriotisme, cinta tanah air dan dedikasi
bersama untuk memajukan ekonomi kerakyatan dan memutus ketergantungan dari
produk import.
6.
menumbuhkan
iklim usaha yang kondusif bagi usaha kecil melalui penetapan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan: pendanaan, persaingan, prasarana, informasi,
kemitraan, perijinan usaha dan perlindungan.
7.
melakukan
pembinaan dan pengembangan usaha kecil bersama-sama dunia usaha dan masyarakat
terutama dalam bidang: produksi dan pengolahan, pemasaran, sumberdaya manusia
dan teknologi.
8. menyediakan
pembiayaan bagi pemberdayaan usaha kecil bersama-sama dunia usaha dan
masyarakat, berupa: kredit perbankan, pinjaman lembaga keuangan bukan bank,
modal ventura, pinjaman dari penyisihan sebagian laba BUMN, hibah dan jenis
pembiayaan lainnya.
9. memfasilitasi
kemitraan usaha kecil dengan usaha menengah dan besar melalui pola:
inti-plasma, subkontrak, dagang umum, waralaba, keagenan, dan bentuk-bentuk
kemitraan lainnya.
10. menugaskan
Menteri yang membidangi usaha kecil untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan
pemberdayaan usaha kecil.
11. melaksanakan
sanksi pidana dan administratif kepada usaha menengah dan besar yang merugikan
pemberdayaan usaha kecil.
Beberapa
hal tersebut memang mudah dituliskan namun cukup sulit untuk diuraikan dan
direalisasikan, namun seperti kata pepatah "tetesan air yang terlihat
lemah bisa saja menghancurkan sebuah karang yang angkuh", intinya adalah
bukan sebuah kemustahilan untuk direalisasikan, meskipun berat dan butuh waktu
lama, apabila didasarkan semangat nasionalisme tinggi, kita pasti berhasil
untuk merealisasikan harapan pendiri bangsa kita Bapak Ir Soekarno - Moh Hatta
, menjadi bangsa yang bangga Berdikari.
2.10 Strategi Pemberdayaan
UMKM
Peran penting keberadaan UMKM di Indonesia semakin terasa dalam
proses pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Pada awalnya, keberadaan UMKM
dianggap sebagai sumber penting dalam penciptaan kesempatan kerja dan motor
penggerak utama pembangunan ekonomi daerah di pedesaan. Pemberdayaan UMKM
diselenggarakan sebagai kesatuan dan pembangunan perekonomian nasional untuk
mewujudkan kemakmuran rakyat. Dengan dilandasi dengan asas kekeluargaan, upaya
pemberdayaan UMKM merupakan bagian dari perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan
kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Pemberdayaan UMKM
diselenggarakan sebagai kesatuan dan pembangunan perekonomian nasional untuk
mewujudkan kemakmuran rakyat. Dengan dilandasi dengan asas kekeluargaan, upaya
pemberdayaan UMKM merupakan bagian dari perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan
kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
Pemberdayaan usaha kecil pada akhirnya diharapkan dapat
memberikan ruang bagi tumbuhan kreativitas kegiatan usaha masyarakat luas.
Pemberdayaan usaha kecil di tengah tantangan meningkatkan daya saing ekonomi
(daerah dan nasional) tidak berarti mengabaikan peran pemerintah dalam ekonomi.
Peran pemerintah dalam pemberdayaan usaha kecil akan sangat ditentukan oleh
kualitas intervensi pemerintah dalam mendorong kegiatan ekonomi yang sehat.
Pemberdayaan usaha kecil sebagai bagian dari upaya menggerakan kekuatan ekonomi
dan memperluas lapangan kerja juga menuntut dukungan sosial-budaya, seperti:
penyetaraan gender, serta kepedulian sosial. Penyetaraan gender dan kepedulian
sosial merupakan aspek penting dalam demokrasi. Pada akhirnya pemberdayaan
usaha kecil sebagai strategi untuk mengatasi kemiskinan juga sangat memerlukan
dukungan masyarakat yang luas.
Upaya pemberdayaan masayarakat dapat ditinjau dari tiga sisi,
pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat.
Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya
menciptakan iklim atau suasana. Penguatan ini meliputi langkahlangkah nyata dan
menyangkut penyediaan berbagai masukan, serta pembukaan akses kedalam berbagai
peluang yang akan membuat masyarakat makin berdaya. Ketiga, memberdayakan
mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang
lemah menjadi bertambah kuat,
Program pemberdayaan koperasi dan
UMKM dalam RPJM adalah sebagai berikut
1. Program penciptaan iklim
usaha yang kondusif bagi UMKM;
Tujuan
program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang
efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan non-diskriminatif bagi
kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha UMKM, sehingga dapat mengurangi
beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha maupun meningkatkan
rata-rata skala usaha, mutu layanan perijinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders
dalam pengembangan kebijakan UMKM.
2. Program pengembangan sistem
pendukung usaha bagi UMKM; Tujuan program ini adalah mempermudah,
memperlancar dan memperluas akses UMKM kepada sumberdaya produktif agar mampu
memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumberdaya lokal serta
menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Sistem pendukung
dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung/penyedia jasa pengembangan
usaha yang terjangkau, semakin tersebar dan bermutu untuk meningkatkan akses
UMKM terhadap pasar dan sumber daya produktif, seperti sumber daya manusia,
modal, pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi
intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM.
3. Program pengembangan
kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UKM; Tujuan program ini adalah
untuk mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan dan meningkatkan daya saing
UKM sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang,
produktivitas meningkat, wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi
meningkat jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan UKM semakin berkembang.
4. Program Pemberdayaan Usaha
Skala Mikro; Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang
berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam
rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas
usaha sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap
untuk tumbuh dan bersaing. Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas
usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya
kepastian, perlindungan dan pembinaan usaha.
5. Program Peningkatan
Kualitas Kelembagaan Koperasi; Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan
kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi agar koperasi mampu tumbuh dan
berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya menjadi wadah kepentingan
bersama bagi anggotanya untuk memperoleh efisiensi kolektif, sehingga citra
koperasi menjadi semakin baik. Dengan demikian diharapkan kelembagaan dan
organisasi koperasi di tingkat primer dan sekunder akan tertata dan berfungsi
dengan baik; infrastruktur pendukung pengembangan koperasi
2.11 Prospek UMKM Indonesia
Ditengah
pemulihan ekonomi yang masih lambat ini, perekonomian nasional dihantui pula
dengan ambisi nasional untuk melakukan otonomi daerah dan desentralisasi. Selain
itu, adanya komitment nasional untuk melaksanakan perdagangan bebas
multilateral (WTO), regional (AFTA), kerjasama informal APEC, dan bahkan ASEAN
Economic Community (AEC) tahun
2020 merupakan tambahan pekerjaan rumah yang harus pula disikapi secara serius.
Dengan pergeseran yang
terjadi pada tatanan ekonomi dunia yang mengarah pada persaingan bebas, dapat
dikatakan bahwa UMKM sesungguhnya mengahadapi situasi yang bersifat double squeze, yaitu 1.
situasi yang datang dari sisi internal (dalam negeri) berupa ketertinggalan
dalam produktivitas, efisiensi dan inovasi dan 2. situasi yang datang dari
ekstermal pressure. Salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian dari
kombinsi situasi yang dihadapi ini adalah masalah ketimpangan struktur usaha
seperti yang diungkapkan diawal dan juga kesenjangan antara usaha besar dengan
usaha kecil dan menengah. Sedikitnya terdapat tiga keadaan yang membentuk
terjadinya kesenjangan antar skala usaha di Indonesia. Pertama, akses
usaha/industri besar terhadap teknologi dan menajemen modern jauh lebih besar
daripada UMKM. UMKM masih bertahan pada teknologi dan manajemen yang sederhana bahkan
cenderung tradisionil. Bahkan industri menengah yang dalam data BPS digabungkan
dengan industri besar masih menunjukkan ciri dan karakter usaha kecil dalam hal
akses teknologi dan manajemen usaha. Kedua, akses usaha skala besar
terhdap pasar (termasuk informasi pasar) juga lebih terbuka, sementara UMKM masih berkutat pada bagaimana mempertahankan pasar
dalam negeri ditengah persaingan yang ketat dengan usaha sejenis. Ketiga,
kurangnya keberpihakan kebijakan dan keputusan strategis pemerintah pada UMKM pada masa lalu yang lebih menjadikan UMKM sebagai entitas sosial dan semakin memperburuk dua
kondisi diatas.
UMKM
memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi
jumlah usaha maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei
yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha
rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah total penjualan setahun yang
kurang dari Rp. 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9 % dari total
usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu
usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp.1 Milyar dan
Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14 % dari jumlah total usaha. Dengan demikian,
potensi UMKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 % dari jumlah total usaha yang
bergerak di Indonesia. Besarnya peran UMKM ini
mengindikasikan bahwa UMKM merupakan sektor usaha dominan dalam menyerap tenaga kerja.
Apalagi pada saat sekarang banyak berdiri lembaga keuangan yang menyediakan
kredit bagi masyarakat yang ingin membuka usaha dengan bunga dan cicilan yang
ringan. Sehingga sektor UMKM berkembang
pesat.
Kredit usaha rakyat menjadi salah satu program yang sangat membantu gerak laju perekonomian mikro terutama tujuan mulianya yakni meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dan rentan miskin. Di masa mendatang tantangan dari program KUR ini yakni bisa diakses oleh semua pemilik usaha mikro,kecil dan menengah dengan fasilitas pelatihan dan bimbingan manajemen wirausaha.
UMKM menjadi roda penggerak perekonomian
nasional Indonesia yang terbukti tahan banting terhadap badai krisis keuangan
di beberapa tahun yang lalu. UMKM diyakini akan menjadi tulang punggung yang
kuat dan kokoh karena melibatkan partisipasi aktif secara massal pendudukan
Indonesia. Dari hasil penelitian USAID tahun 2010 tercatat ada 53.828.569 orang
yang bergerak di sektor UMKM dengan pertumbuhan 2,01 % per tahun, sehingga KUR
mempunyai peluang sekaligus tantangan untuk mengakomodasi kepentingan terhadap kebutuhan
permodalannya.
Dana CSR perusahaan-perusahaan luar negeri juga
bisa membantu UMKM mengakses
modal. Salah satu yang
cukup kami apresiasi adalah kewirausahaan oleh perempuan. Mereka berkembang
baik. Bahkan dilihat
dari non performing loan (NPL) pinjaman mereka kebanyakan justru di bawah 1%.
Kondisi yang baik.
Belum lama telah keluar Peraturan Pemerintah (PP) No.46/2013
(tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau
Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu) itu salah satu
bentuk insentif bagi UMKM karena pajak dipungut hanya 1% dari omzet. Memang ada
acuan lain untuk pajak tapi PP itu memudahkan UKM. Kebijakan ini juga mendorong
UMKM untuk lebih baik dalam proses pembukuan
usahanya.
Menyadari
pentingnya peran UMKM bagi perekonomian Indonesia, pemerintah telah melakukan beberapa
usaha guna mendukung kelancaran dan pemberdayaan UMKM.
Usaha-usaha tersebut antara lain : memfasilitasi UMKM,
memberikan bantuan dari segi pemasaran dan pengembangan jaringan kemitraan,
mengembangkan keterampilan pelaku UMKM, serta
mengembangkan UMKM di bidang ekspor. Beberapa pencapaian utama yang cukup berhasil
dalam rangka pemberdayaan UMKM adalah:
·
Pengembangan
lembaga-lembaga financial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal
yang transparan dan lebih murah
·
memfasilitasi
perluasan akses pasar produk UMKM dengan
membuka gerai, penyediaan kios, dan memfasilitasi produk UMKM
untuk masuk dalam jalur distribusi melalui pasar ritel modern,
·
Pembentukan
aliansi strategis antara UMKM dan UMKM
lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri. Berkembang
atau matinya usaha kecil menengah dalam era perdagangan bebas tergantung dari
kemampuan bersaing dan peningkatan efisiensi serta membentuk jaringan bisnis
dengan lembaga lainnya.
Pemberian
penghargaan kepada tiga kelompok UMKM (UMKM
Ekspor, Pembangun Merek Global, dan Eksportir Berkinerja) yang di lakukan
secara rutin, yaitu dengan menyelenggarakan pemberian Penghargaan Primaniyarta. Penyelenggaraan
bimbingan teknis pembiayaan dan bantuan penerapan ISO 9000, pengemasan, dan
branding kepada UMKM yang berorientasi ekspor.
Apabila
kita melihat dari segi peningkatan PDB, tentu saja prospek UMKM
pada tahun 2012 cukup cerah. Dengan birokrasi rumit dan berbelit-belit,serta
ancaman krisis global pada tahun lalu, namun UMKM
masih tetap bertahan bahkan mengalami peningkatan, baik dari segi hasil maupun
pelaku. Apalagi pada saat sekarang, pemerintah mulai memperhatikan UMKM
dan berusaha memberdayakannya, maka prospek UMKM
akan sangat bagus dan memiliki daya saing tinggi.
Melihat
potensi-potensi yang dimiliki, menjadi tak heran jika banyak pihak kemudian
mengharapkan UMKM juga dapat dijadikan “benteng terakhir” penyelamatan ekonomi
Indonesia dalam proyek Asian-China Free Trade Area (AC-FTA),
yang belakangan banyak dikeluhkan pihak Indonesia. Ternyata,
lebih dari setengah pelaku UKM masih belum merasakan dampak dari ACFTA. Hanya
15% dari mereka melihat bahwa ACFTA mengharuskan mereka segera mengubah
strategi bisnisnya, sedangkan 29% sisanya masih akan melakukan penyesuaian
dalam 2 samapai 3 tahun medatang.
Harapan
ini tak berlebihan, mengingat prestasi yang sudah dicapai UMKM sebagaimana
telah disinggung di atas. Dalam setahun ini UMKM menjadi “solusi keramat”
penyelamatan ekonomi kita. UMKM sebagai salah satu bentuk usaha telah
menjadikan semangat berdikari dan kreatif dalam dirinya. Suatu hal yang sejalan
dengan ajaran Marhaenisme Soekarno yang menekankan semangat yang sama.
Kreativitas dan keberanian berkarya dan berusaha menjadi investasi paling mahal
dalam dunia usaha yang semakin kompetitif. Sejalan dengan prediksi Daniel H.
Pink bahwa masa depan dunia hanya milik orang-orang yang mendayagunakan secara
optimal fungsi otak kanannya yang kreatif (Pink, 2007).
Sebanyak
69% Usaha Kecil Menengah (UKM) Indonesia berpandangan positif terhadap prospek
pertumbuhan ekonomi. Optimisme pelaku usaha kecil Indonesia terus meningkat
secara konsisten. Optimisme terhadap prospek pertumbuhan ekonomi juga berpengaruh
terhadap tingkat kepercayaan mereka dalam menambah belanja modal untuk ekspansi
bisnis. Hampir separuh atau 49% dari total responden akan mempertahankan
belanja modal mereka, bahkan 34% berencana untuk meningkatkan tingkat modal
yang akan mereka gunakan untuk perluasan usaha. Dengan demikian 83% dari total
responden masih optimis dalam ekspansi usaha ditunjukkan dengan agresifitas
mereka dalam belanja modal. Demikian halnya dengan pandangan mereka terhadap masalah tenaga
kerja, hampir semua responden (93%) mengatakan tidak memiliki rencana untuk
mengurangi karyawan mereka. Sebesar 74% berencana untuk mempertahankan jumlah
karyawannya, dan 19% berencana meningkatkan jumlah karyawannya sebanyak
seperlimanya atau lebih.
Ketua Komisi
Tetap UMKM KADIN Sandiaga S Uno mengatakan melalui survey terbaru HSBC, UMKM
Indonesia sangat positif dalam menyikapi perkembangan ekonomi nasional dan
global. Faktor pembiayaan akan selalu menjadi faktor penting pada pengembangan
UKM Indonesia, tapi bantuan pelatihan teknis produk dan pemasaran menjadi
faktor kunci lainnya untuk UMKM Indonesia
go-international. Perbankan seperti HSBC, bisa menjadi salah satu pendorong
utama pengembangan UMKM Indonesia melalui sharing best practice UMKM,
seperti pemasaran secara online.
Senyatanya
prospek bisnis UKM terbuka luas dan menjanjikan. Berdasar pengamatan penulis
banyak usaha kecil /UKM yang demikian laris, namun manajemen bisnis mereka
masih sederhana. Hal ini dimaklumi oleh karena kebanyakan mereka menjalankan
usaha dengan "learning by doing", tidak memperoleh pendidikan khusus.
Menjalankan usaha acapkali awalnya karena situasi dan kondisi yang mengharuskan
mereka untuk berbisnis dengan segala keterbatasan yang ada. Bila saja pihak
perbankan bisa menyalurkan kredit sekaligus membantu mempertajam manajemen
bisnis mereka, maka UMKM akan tumbuh-kembang secara profesional. Sementara pihak
perbankan pun akan menuai banyak manfaat dari kemajuan UMKM
tersebut. Ada semacam simbiosis mutualistis yang saling melengkapi.
Dalam
prinsip ekonomi syariah, penopang utama perekonomian adalah sektor rill,
sedangkan sektor moneter hanya sebagai pendukung. Prinsip tersebut dapat
terlihat pada kinerja bank syariah yang memiliki tingkat FDR (Financing to
Deposit Ratio) selalu di kisaran 100%, dimana sebagian besar pembiayaan
disalurkan pada sektor UMKM yaitu sebesar 40%.
Bank syariah bukanlah financial sector based banking sebagaimana bank
konvensional. Dengan menggunakan prinsip-pronsip syariah, diharapkan para pelaku UMKM
tidak terlalu terbebani dengan tingkat suku bunga bank konvensional.
A. UMKM Dapat Mengentaskan Kemiskinan
Di Indonesia, diakui
secara umum bahwa sebagian besar perempuan dan laki-laki memperoleh nafkah dan
penghasilan dari UKM. Namun demikian, pengukuran kontribusi UKM sudah
bertahun-tahun tidak bisa dilakukan karena karena tidak adanya keseragaman
definisi UKM yang diakui oleh semua departemen dan instansi pemerintah, serta
swasta. Tidak semua pekerja atau pengusaha dalam ekonomi informal tergolong
miskin, tetapi banyak di antara mereka yang hidup dengan risiko tinggi yang
bisa mendorong mereka ke jurang kemiskinan. Pekerjaan di sektor informal sering
dicirikan dengan keterampilan dan produktifitas rendah, penghasilan rendah atau
tidak tetap, jam kerja panjang, tempat kerja yang kecil dan tidak jelas,
kondisi kerja yang tidak aman dan tidak sehat, serta tidak mempunyai akses ke
informasi, pasar, keuangan, pelatihan dan teknologi.
Pekerja di ekonomi
informal tidak diakui, tidak didaftar, tidak diatur atau tidak dijamin oleh
undang-undang perburuhan dan jaminan sosial, seringkali status hubungan kerja
mereka tidak jelas. Bagian terbesar dari mereka yang mengalami keadaan ini
adalah perempuan dan anak-anak.
Masalah kemiskinan tidak
saja menjadi perhatian serius Pemerintah Indonesia saja tetapi juga telah
menjadi perhatian pemerintah seluruh dunia yang tergabung dalam Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Untuk mencapai Tujuan Pembangunan yang pertama yaitu menghapuskan
tingkat kemiskinan dan kelaparan, Pemerintah Indonesia telah membuat berbagai
kebijakan salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam hal ini
UMKM dan koperasi.
Peranan UMKM membantu
perekonomian suatu daerah. Kehadiran UMKM tidak saja dalam rangka peningkatan
pendapatan tetapi juga dalam rangka pemerataan pendapatan. Pemberdayaan UMKM
merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar
kehidupan perekonomian dari sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya melalui
penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan serta mengurangi tingkat
kemiskinan. Sektor UMKM memiliki kontribusi yang besar bagi
penyerapan tenaga kerja,
yaitu menyerap lebih dari 99,45% tenaga kerja, (Supriyanto). Pengembangan UMKM
akan dapat menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja yang ada sehingga dapat
mengurangi angka pengangguran. Jika pemberantasan kemiskinan adalah motif utama
setiap kebijakan pembangunan, maka upaya penyediaan lapangan kerja serta
peningkatan penghasilan orang miskin adalah tujuan terpenting semua kegiatan,
dan peran usaha kecil termasuk industri kecil kerajinan (UMKM) dapat diyakini
sebagai pendukung utama perekonomian rakyat dalam motif ini. (Prasetyo, 1998,
2007).
Diperlukan program yang
tepat untuk pengembangan kemampuan bagi pemerintah daerah dalam pengembangan
program dan pembuatan kebijakan UKM. Upaya pengembangan kemampuan ini tidak
hanya diperlukan oleh sector publik melainkan juga bagi semua mitra sosial.
Dalam konteks Program Strategi Pengentasan Kemiskinan (PRSP), ILO mendesak
Pemerintah untuk:
1. Memperkuat kerangka koordinasi kebijakan
Untuk mendapatkan manfaat dari kesempatan
meningkatkan inisiatif pengembangan UKM mutlak diperlukan adanya koordinasi
yang kuat dalam soal program dan kebijakan baik di antara para pelaku nasional,
pemerintah daerah, dan sektor swasta. Lebih jauh lagi, yang lebih penting
adalah pemerintah menggunakan kewenangannya untuk menjamin bahwa semua
kebijakan dan program lokal sangat layak secara ekonomi dan sesuai dengan UKM.
Inisiatif seperti itu secara sistematis harus mengacu pada praktek bisnis yang
baik (international best practice) dan keahlian para pengusaha lokal dan
dan asosiasi bisnis di daerah.
2. Menempatkan pengentasan kemiskinan dalam
pokok-pokok kebijakan dan program pengembangan usaha
Banyak kebijakan pengembangan usaha di masa lalu
tidak menempatkan pentingnya penciptaan lapangan kerja atau peningkatan mutu
pekerjaan sebagai tujuan utama. Akibatnya, terjadilah pembangunan yang tidak
merata yang harus segera dibenahi. Karena itu, ada kebutuhan untuk
mengintegrasikan atau memposisikan perhatian (concern) dalam soal
kemiskinan dan lapangan kerja sebagai hal terpenting dalam berbagai perdebatan
mengenai kebijakan sosial dan ekonomi.
3. Mendukung Koperasi untuk Mengambil bagian dalam
Pengentasan Kemiskinan Kemiskinan
Diketahui bahwa di seluruh dunia koperasi adalah
salah satu organisasi yang paling layak memerangi kemiskinan. Di Indonesia,
karena pengalaman koperasi yang disponsori pemerintah di masa lalu, dalam
rangka mengembangkan nilai dan keuntungan organisasi koperasi dalam
pembangunan, masalah yang diwariskan tersebut harus diatasi, termasuk
finalisasi proses penyusunan kerangka kebijakan yang kondusif. Karenanya,
koperasi haruslah dimiliki anggota, organisasi yang demokratis dan otonomi, dan
tetap bebas dari intervensi pemerintah. Tambahan pula, koperasi perlu mendapat
akses ke pelayanan dukungan, termasuk pelatihan manajemen, pendidikan anggota,
audit dan kredit, sehingga mereka dapat memainkan peranan lebih besar dalam pengentasan
kemiskinan di desa dan kota dan dalam ekonomi informal. Kerjasama dengan
serikat pekerja harus didorong untuk memperbaiki kondisi kerja dan mengurangi
kemiskinan di sektor informal.
4. Mengembangkan kemampuan untuk pembangunan
ekonomi
Sebagian besar program UKM di masa datang akan
didesentralisasi, sehingga upaya memperkuat kemampuan lembaga-lembaga
pemerintahan di semua tingkatan menjadi sangat penting, untuk memperkuat
keuntungan potensial dari desentralisasi dan otonomi daerah yang pada gilirannya
akan menguntungkan masyarakat local dan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Diperlukan program pengembangan kemampuan yang tepat untuk pemerintah daerah
dan para mitra sosial lainnya dalam pembuatan kebijakan dan program pembangunan
Local Economic Development (LED) atau Pengembangan Ekonomi dan Lapangan
Kerja Daerah.
Usaha kecil mempunyai karakteristik yang hampir
seragam. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang
administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan
yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta
memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya
akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka
cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau
sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan
rentenir.
Ketiga, sebagian besar usaha
kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum. Ternyata 90,6
persen merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris; 4,7 persen
tergolong perusahaan perorangan berakta notaris; dan hanya 1,7 persen yang
sudah mempunyai badan hukum (PT/NV, CV, Firma, atau Koperasi).
Keempat, dilihat menurut
golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh industri
kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan tembakau
diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan logam, industri tekstil, dan
industri kayu,bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan
rumahtangga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengembangan
UMKM di Indonesia mengalami beberapa hambatan dalam operasionalnya.
Pengetahuan para produsen atau pemilik UMKM di
Indonesiamengenai teknologi masih jauh dari cukup. Kebenyakan produsen di
Indonesia masih menggunakan peralatan yang sifatnya masih tradisional. Sehingga
biaya produksi malah menjadi lebih tinggi dibandingkan jika para produsen
menggunakan mesin-mesin modern.
Selain
itu Indonesia juga dihadapkan pada kualiatas SDM yang masih jauh dari
standar yang ada.kendala yang banyak dialami adalah factor dana. Banyakcalon
pengusaha yang mengeluhkan mengenai keterbatasn dana.Untuk mengatasi
hambatan-hambatan tersebut ada beberapa solusi yang dapat dilakukan,
yaitu dengan memberikan pembekalan serta penyuluhan untuk mengatasi masalah
SDM, sehingga kualitas SDM yang dapat meningkat.
Sedangkan untuk mengatasi masalah kekurangan dana
pemerintah telah mengeluarkan program bagicalon pemilik UMKM yang mengalami
kesulitan dalam maslah pembiayaan.pemerintah memberikan bantuan berupa kredit
usaha rakyat (KUR) yang disalurkan oleh beberapa Bank di Indonesia yang telah
ditunjuk oleh pemerintah.Oleh karena itu, pemerintah harus selalu memerhatikan
keadaan UMKM di Indonesia.Supaya kelangsungan perekonomian selalu terjaga,
serta mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran yang ada.
Dengan adanya isu perdagangan bebas, UMKM seharusnya
sudah mempersiapkan strategi baru yang akan membawa mereka tetap bertahan dan
mampu berekpansi di kancah internasional. Sehingga sudah seharusnya dijalin
integrasi hubungan antara pihak-pihak terkait untuk memecahkan masalah yang
masih menghambat UMKM.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya. 2012. Kiat-Kiat Memajukan UKM Produk Dalam Negeri dan
Koperasi. http://adityanuryuslam.blogspot.com/2012/07/kiat-kiat-memajukan-ukm-produk-dalam.html. diakses tanggal 4 Desember 2013.
Bahri, Faisal. 2002. Perekonomian
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Iwantono, sutrisno. 2002. kiat sukses berwirausaha. jakarta: PT.grasindo.
Raja, Oskar,
dkk. 2010. Kita Sukses Mendirikan & Mengelola UMKM. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Samuel, 2011. Peran Sektor UKM pada Ekonomi Indonesia.
http://samuelhasiholan.wordpress.com/2011/05/12/peran-sektor-ukm-pada-ekonomi-indonesia/. Diakses tanggal 4 Desember 2013.
Tambunan,
Tulus. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta:
Penerbit Ghana Indonesia
WWW. BPS.COM
Fatimah, Tjutju. Maret 2011.Strategi Pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dalam Menghadapi Globalisasi.
Sudrajat. 2010.
Pemberdayaan UMKM dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Milenium
(Penanggulangan Kemiskinan)
Supriyanto. 2008. PEMBERDAYAAN
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM) SEBAGAI SALAH SATU UPAYA
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Prasetyo, Eko.
2011.
PERAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
(UMKM) DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN
Antonym. Landasan Pemberdayaan KOperasi dan
UMKM. (Online).http://www.depkop.go.id/phocadownload/renstra/2004-2009/renstra_2004_2009_05_bab_04.pdf.
diakses tanggal 25 Desember 2013
No comments:
Post a Comment