MAKALAH
TRANSFER
PRICING
Diajukan dalam Rangka
Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah:
Akuntansi Manajemen
Dosen Pengampuh
:
Esy Nur Aisyah, SE., MM
Disusun Oleh:
Kelompok 10
M. Anang B. (10510031)
Khoirun Nisa (11510077)
Mohamad
Bastomi (11510131)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji
syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat, taufik serta hidayahnya kami
masih diberi kesempatan dan kemampuan untuk menyusun makalah dengan judul “Transfer Pricing” guna memenuhi tugas Semester enam.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak-banyak
terimakasih kepada:
1. Ibu Esy Nur Aisyah,
SE, MM selaku dosen pengampu mata
kuliah AKUNTANSI MANAJEMEN yang memberikan arahan dan masukan dalam
makalah ini.
- Serta semua
pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini yang tidak
mingkin kami sebutkan satu persatu.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempuran. Demi tercapainya
suatu kesempurnaan kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Demikaian hal yang dapat kami sampaikan, kami
berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Malang, 14 April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan melakukan penetapan harga dengan
berbagai cara. Pada perusahaan-perusahaan kecil harga biasanya ditetapkan oleh
manajemen puncak bukannya oleh bagian pemasaran. Sedangkan pada
perusahaan-perusahaan besar penetapan harga biasanya ditangani oleh manajer
divisi dan lini produk. Bahkan disini manajemen puncak juga menetapkan tujuan
dan kebijakan umum penetapan harga serta memberikan persetujuan atas usulan
harga dari manajemen di bawahnya.
Perusahaan tidak hanya akan memperoleh
pendapatan dari luar perusahaan saja, tetapi juga dari laba kontribusi divisi.
Karena seolah-olah divisi menjadi unit bisnis yang independen, namun tetap
terintegrasi satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Masalah penentuan harga transfer biasa dijumpai
dalam perusahaan yang organisasinya disusun menurut pusat-pusat laba, dan antarpusat
laba yang dibentuk tersebut terjadi transfer barang atau jasa. Latar belakang
timbulnya masalah harga transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi
bisnis dan perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan
diferensiasi bisnis.
Dengan kebijakan ini,
manajer divisi dipaksa untuk merundingkan harga transfer yang adil bagi semua
divisi yang terlibat, sehingga dua atau lebih divisi yang terpisah perlu
melakukan hubungan dalam mencapai tujuan perusahaan bersama.
Masalah
transfer pricing ini juga tidak terlepas dari fenomena bisnis perusahaan besar
yang multi unit yang akan melakukan ekspansi usaha ke luar negeri dengan
mengoprasikan usahanya secara desentralisasi dan mengimplementasikan konsep
cpst-reveneu atau konsep corporate profit center. Idealnya, konsep
desentralisasi profit center tersebut merupakan pula alat yang dapat mengukur
dan menilai kinerja yang juga salah satu tujuan manajemen serta motivasi
pengelolaan unit-unit perusahaan multinasional yang bersangkutan dalam rangka mencapai
tujuan perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
a)
Apa pengertian
transfer pricing ?
b)
Apa tujuan dari dilakukannya transfer pricing ?
c)
Bagaimanakah karakteristik dari transfer pricing ?
d)
Bagaimana
metode penentuan harga transfer ?
e)
Apa saja aspek internasional dari transfer pricing ?
1.3 Tujuan
a)
Untuk mengetahui pengertian
transfer pricing.
b)
Untuk mengetahui tujuan dari dilakukannya transfer
pricing.
c)
Untuk mengetahui karakteristik dari transfer pricing.
d)
Untuk mengetahui
metode penentuan harga transfer.
e)
Untuk mengetahui aspek internasional dari transfer
pricing.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Transfer Pricing
Transfer
pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam
pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan unit penjual (selling
division)dan unit divisi pembeli (buying divison). Pada penjelasan
ini pengertian harga transfer dibatasi pada nilai yang diberikan atas suatu
transfer barang atau jasa dalam suatu transaksi yang setidaknya salah satu dari
kedua pihak yang terlibat adalah pusat laba.
Banyak
literatur yang memberikan definisi tentang transfer pricing, dalam
tulisan ini diutarakan sebagai berikut yaitu :
a)
Harga transfer
(transfer price) adalah harga yang ditagihkan untuk barang yang
ditransfer dari satu divisi ke divisi lainnya. Hansen (2007).
b)
Transfer Price
– the price one subunit (department or division) charges for a product or
service supplied to another subunit of the same organization. Hongren (2006).
c)
Transfer
pricing adalah sebagai nilai yang melekat pada
pengalihan barang dan jasa pada suatu transaksi antara pihak yang mempunyai
hubungan istimewa. Primanto (2002).
d) Sedangkan
menurut Abdul Halim, Achmad Tjahjono, dan Muh. Fakhri Husein (2000:110) definisi harga transfer
adalah:
·
Dalam arti luas harga transfer adalah harga
barang atau jasa yang ditransfer
antar pusat pertanggung jawaban
dalam satu organisasi tanpa
memandang bentuk pusat pertanggung jawabannya. Sedangkandalam arti sempit, harga transfer
adalah harga barang atau jasa yang ditransfer
antar pusat laba atau setidak-tidaknya salah satu dari pusat pertanggung jawaban
yang terlibat merupakan pusat laba.
Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa harga transfer merupakan harga barang, jasa atau harta tak berwujud yang
dialihkan antara divisi dalam suatu perusahaan atau dalam perusahaan yang
memiliki hubungan istimewa atau perusahaan multinasional. Alasan transfer
pricing tetap eksis, sebagai alasan untuk pengambilan keputusan secara
sama. Sebagai contoh transfer pricing akan menjadi pedoman bagi manajer
dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan membeli atau menjual produk dan
jasa kepada divisi lain dalam satu perusahaan atau kepada pihak luar.
Selanjutnya menurut Horngren, pada akhirnya perusahaan multinasional
menggunakan transfer pricing untuk meminimalkan pajak perusahaan mereka
secara global. (Horngren, 2006).
Transfer pricing adalah kebijakan suatu perusahaan dalam
menentukan harga transfer suatu transaksi. Transfer pricing
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu intra-company dan inter-company
transfer pricing. Intra-company
transfer pricing merupakan transfer pricing antar divisi dalam satu
perusahaan. Sedangkan inter-company transfer pricing merupakan transfer
pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Kedua perusahaan tersebut bisa berada dalam
satu negara (domestic transfer pricing), bisa juga berada di negara yang
berbeda (international transfer pricing).
Transfer
pricing, terutama international transfer
pricing, dapat menimbulkan permasalahan apabila digunakan untuk kepentingan
penghindaran pajak. Dengan international transfer pricing, perusahaan-perusahaan yang berada pada negara yang
berbeda dapat mengatur harga transfer sedemikian rupa sehingga perusahaan di
negara yang tarif pajaknya rendah mendapatkan keuntungan yang
setinggi-tingginya, sedangkan perusahaan di negara yang tarif pajaknya lebih
tinggi mendapatkan keuntungan yang serendah-rendahnya.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa harga transfer memberikan solusi yang
baik bagi para manajer divisi untuk memanfaatkan kesempatan dan potensi
internal yang mereka miliki sebagai otonomi divisi untuk meningkatkan laba
masing-masing divisi, karena besar kecilnya laba tiap divisi atau unit usaha
akan dapat memperlihatkan kinerja masing-masing divisi atau unit produksi
tersebut. Selain itu juga harga transfer merupakan salah satu
alat untuk menciptakan mekanisme integrasi, dimana harga transfer memberikan
cara untuk menyatukan beberapa divisi atau unit usaha untuk bekerjasama didalam
satu perusahaan.
Di
dalam suatu perusahaan terdapat:
1. Divisi yang menjual produk
(barang/jasa) = penjual.
2. Divisi yang membeli produk
(barang/jasa) = pembeli.
Dari
beberapa definisi diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penetapan harga
transfer merupakan mekanisme yang mengatur pembagian pendapatan yang dihasilkan
dari kegiatan yang dilakukan oleh dua pusat laba atau lebih secara bersama-sama
didalam suatu perusahaan. Apabila pusat laba dari sebuah perusahaan saling
membeli dan menjual, ada dua keputusan yang harus dibuat secara periodik untuk
tiap produk yang sedang diproduksi oleh satu unit usaha dan dijual ke unit
usaha lain:
1. Keputusan pemilihan sumber
(Sourcing decision), yaitu penentuan dimana produk harus diproduksi, apakah
diproduksi didalam perusahaan atau dibeli dari pemasok luar.
2. Keputusan penentuan harga
transfer (transfer pricing decision). Jika produk diproduksi didalam
perusahaan, keputusan berikutnya yang harus dibuat adalah pada harga transfer
berapa produk tersebut ditransfer dari divisi penjual ke divisi pembeli.
Harga
transfer sering memicu masalah terutama pada penentuan harga sepakatannya,
karena melibatkan dua unit, yaitu unit pembeli dan unit penjual, dan harga
transfer juga mempengaruhi pengukuran laba unit, harga transfer yang tinggi
akan merugikan unit pembeli sedangkan harga transfer yang terlalu rendah akan
merugikan unit penjual, maka penentuan harga transfer menjadi hal yang sangat
penting. Berikut proses terjadinya transfer harga, yaitu:
Secara umum, ada beberapa metode yang dapat digunakan
dalam menetapkan harga transfer, yaitu berdasarkan:
·
Harga pasar
·
Biaya (cost)
·
Biaya plus (cost-plus)
·
Negoisasi
·
Arbitrer
2.2 Tujuan harga
transfer
Tujuan
harga transfer sebisa mungkin harus dicapai, karena dengan tercapainya tujuan
harga transfer tersebut akan mengurangi masalah-masalah yang timbul. Oleh
karena itu, harga transfer harus memotivasi para manajer divisi untuk bertindak
sebagaimana berfungsi sebagai manajer perusahaan yang terpisah. Namun di lain
pihak, manajer divisi harus bertindak untuk kebaikan perusahaan secara
keseluruhan. Pencapaian tujuan yang satu biasanya mengakibatkan distorsi
pencapaian tujuan lainnya.
Menurut Supriyono (2000:414) suatu sistem harga
transfer yang baik harus mencapai tujuan sebagai berikut:
- Memberikan
informasi relevan bagi para manajer. Sistem
harga transfer dapat memberikan informasi relevan yangdiperlukan oleh
setiap divisi untuk menentukan harga transfer.
- Mencapai
keselarasan tujuan. Sistem
harga transfer dapat memotivasi manajer divisi penjual,divisi pembeli dan
mungkin manajer kantor pusat untuk membuat keputusan
harga transfer yang sehat. Tindakan manajer divisi tertentu untuk meningkatkan laba divisinya juga dapat meningkatkan
laba perusahaan secara keseluruhan, jadi diharapkan
timbul kesesuaian tujuan.
- Mengukur
kinerja ekonomi divisi. Sistem
harga transfer dapat menghasilkan laporan laba setiapdivisi individual
yang secara layak mengukur kinerja ekonomi (laba
bersih) divisi dan kontribusinya terhadap laba perusahaansecara
keseluruhan.
- Mengukur
kinerja manajer divisi. Sistem
harga transfer harus mendorong peningkatan kinerja manajer divisi karena harga transfer dapat digunakan sebagai dasar untuk perencanaan, pembuatan keputusan, dan pengendalian divisinya.
- Sederhana
dan mudah. Sistem
harga transfer harus sederhana untuk dipahami dan mudah diadministrasikan.
2.3 Karaktristik
harga transfer
Menurut Mulyadi (2001:382) harga transfer pada
hakikatnya memilki tiga karakteristik berikut ini:
- Masalah
harga transfer hanya timbul jika divisi yang terkait diukur kinerjanya berdasarkan atas laba yang diperoleh mereka dan harga transfer merupakan unsur yang signifikan dalam membentuk biaya penuh produk yang diproduksi di devisi pembeli.
- Harga
transfer selalu mengandung unsur laba di dalamnya. Bagi divisi penjual, harga transfer merupakan pendapatan yang merupakan unsur laba yang dipakai sebagai dasar
pengukurankinerja divisi.
- Harga
transfer merupakan alat untuk mempertegas diversifikasidan sekaligus
mengintegrasikan devisi yang
dibentuk.
2.4 Metode Penentuan Harga Transfer
Tentunya
dalam penentuan harga transfer manajemen tidak dapat sembarangan menentukan
harga, secara garis besar harga tersebut sebisa mungkin tidak merugikan salah
satu pihak yang terlibat, selain itu harga transfer dalam praktiknya harus
terus diperhatikan agar tujuan manajemen sesuai dengan tujuan perusahaan.
Prinsip
dasarnya adalah bahwa harga transfer sebaiknya serupa dengan harga yang akan
dikenakan seandainya produk tersebut diual ke konsumen luar atau dibeli dari
pemasok luar. Namun hal tersebut dalam dunia nyata sangat sulit diterapkan,
hanya sedikit perusahaan yang menetapkan prinsip ini.
Banyak
metode penentuan harga transfer yang digunakan, namun tidak ada harga transfer
yang sempurna. Setiap metode mempunyai keunggulan sekaligus memiliki kelemahan
jika dibandingkan dengan metode harga transfer lainnya. Rudianto (2013:134) menjelaskan
bahwa secara umum ada lima metode yang paling sering digunakan oleh perusahaan,
antara lain:
PT. Melodi Indah memiliki 3 perusahaan anak yang diberi
hak otonom dalam menentukan kebijakan organisasinya dan diperlakukan sebagai
pusat laba. Ketiga perusahaan anak tersebut adalah PT. A, PT. B dan PT. C.
Produk dari PT A menjadi bahan baku bagi PT B, dan outputnya PT B menjadi input
bagi PT C. Sedangkan PT A membeli bahan baku dari supplier di luar perusahaan.
Walaupun output dari satu perusahaan menjadi input bagi perusahaan lain, setiap
entitas diberi kebebasan untuk menjual produknya kepada pihak amanpun. Demikian
pula dalam hal pembelian, setiap entitas memiliki kebebasan menentukan kepada
pihak mana akan membeli bahan baku. Dalam satu tahun, setiap entitas rata-rata
menghasilkan 20.000 unit per produk.
Data biaya produksi maupun
biaya operasi per unit dari ketiga perusahaan anak PT Melodi Indah untuk tahun
2014 adalah sebagai berikut:
Keterangan
|
PT A
|
PT B
|
PT C
|
Harga jual per unit (harga pasar)
|
120.000
|
300.000
|
550.000
|
Biaya per unit:
|
|
|
|
·
Bahan baku
|
(10.000)
|
?
|
?
|
·
Pekerja langsung
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Adm & Umum
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
Secara
umum harga transfer dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode berikut:
1.
Berdasarkan
Harga Pasar (Market-Based Transfer Prices).
Menurut
Supriyono (2000:417) metode harga pasar adalah: metode penentuan harga transfer
barang atau jasa antar pusat laba didasarkan atas
harga pasar dikurangi penghematan biaya karena produk tersebut
ditransfer antardivisi. Jika terdapat harga pasar barangdan jasa yang
ditransfer antarpusat laba ada maka harga pasar saat ini adalah
dasar terbaik untuk penentuan harga transfer.
Harga
transfer berdasarkan harga pasar dipandang sebagai penentuan harga transfer
yang paling independen. Barang-barang yang diproduksi unit penjual dihargai
sama dengan harga yang berlaku di pasar, pada sisi divisi penjual ada
kemungkinan untuk memperoleh profit, pada sisi pembeli harga yang dibayarkan
adalah harga yang sewajarnya.
Harga
transfer yang berdasarkan harga pasar akan menghasilkan kesamaan
tujuan, dan tidak membutuhkan administrasi pusat jika kondisi-kondisi ini
terpenuhi :
·
Orang-orang
kompeten. Idealnya para manajer harus memperhatiakan kinerja jangka panjang
dari pusat-pusat tanggung jawab mereka, sama seperti dalam jangka pendeknya.
Staf yang terlibat dalam negosiasi dan arbitase suatu harga transfer juga harus
kompeten.
·
Atmosfer yang
baik. Para menejer harus menjadikan portabilitas yang diukur dari laporan laba
rugi sebagai tujuan yang penting dan suatu pertimbangan yang segnifikan dalam
penilaian kinerja mereka. Meraka juaga harus dapat memerima bahwa harga
transfer tersebut akurat.
·
Suatu harga
pasar. Harga transfer yang ideal harus berdasarkan harga pasar normal dan
weajar dari produk identik yang ditransfer-maksudnya, harga pasar yang
mencerminkan kondisi yang sama (kuantitas, waktu pengiriman, dan kualitas)
dengan produk yang diberi harga transfer. Harga transfer tersebut dapat
diturunkan untuk mencerminkan penghematan dari penjualan di dalam perusahaan.
·
Kebebasan
memperoleh sumber daya. Alternatif dalam memperoleh sumber daya haruslah ada,
dan para manajer harus diberi wewenang untuk memilih yang paling baik untuk
mereka.
·
Informasi
penuh. Para manajer harus mengetahui semua alternatif yang ada, biaya dan
pendapatan yang relevan dari masing-masing alternatif tersebut.
·
Negosiasi.
Harus ada mekanisme kerja yang berjalan lancar dalan melakukan negosiasi atas
“kontrak” diantara unit-unit usaha.
Menurut Supriyono (2000:424) meskipun metode
transfer berdasar harga pasar umumnya diakui sebagai metode yang terbaik,
namun dalam keadaan tertentu metode
ini memiliki kelemahan sebagai berikut:
- Tidak
semua produk yang ditransfer antardivisi memiliki harga pasar.
Harga pasar
seringkali berubah sehingga harga transfer produk antardivisi perlu
dihitung kembali.
- Daftar
harga seringkali tidak mencerminkan harga pasarsesungguhnya atau harga
pasar produk yang ditransfer tidak termuat dalam daftar harga
sehingga untuk memperolehinformasi harga pasar perlu tambahan pengorbanan
waktu dan biaya.
- Penghematan
biaya timbul karena produk ditransfer ke divisi lainatau tidak dijual ke
pihak lain, seharusnya tidak hanya dinikmatioleh divisi pembeli saja dalam bentuk pengurangan harga pasar tetapi juga harus diperhitungkan pula untuk devisi penjual.
Hal ini disebabkan jika divisi pembeli membeli produk dari pihak luar
harganya lebih tinggi, jadi pengurangan hargatersebut ditimbulkan karena
divisi penjual mau transfer produk tersebut ke divisi pembeli.
Keterangan
|
PT A
|
PT B
|
PT C
|
Harga jual per unit (harga pasar)
|
120.000
|
300.000
|
550.000
|
Biaya per unit:
|
|
|
|
·
Bahan baku
|
(10.000)
|
(120.000)
|
(300.000)
|
·
Pekerja langsung
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Adm & Umum
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
Dalam kasus ini, yang dimaksudkan dengan harga transfer
adalah harga jual produk PT A kepada PT B (atau harga beli bahan baku PT B dari
PT B) dan harga jual produk PT B kepada PT C (atau harga beli bahan baku PT C
dari PT B). Jika harga transfer tersebut
ditetapkan berdasarkan harga pasar, maka harga transfer dari PT A kepada
PT B adalah Rp 120.000,- per unit. Sementara harga tarnsfer dari PT B ke PT C
adalah Rp 300.000,- per unt. Itu berarti, jika metode penetapan harga transfer
menggunakan harga pasar, harga jual produk dari PT A kepada PT B sama dengan
harga jual PT B kepada konsumen lain yang tidak memiliki hubungan kepemilikan
degan perusahaan tersebut.
2. Berdasarkan
Biaya (Cost-based Transfer Prices)
Untuk mengatasi kelemahan metode transfer
berdasar harga pasar, dapat digunakan
metode transfer berdasar biaya. Menurut Supriyono (2000:425) metode ini biasanya
digunakan jika terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut:
- Pada pasar
kompetitif tidak tersedia informasi harga jual produk yang
ditransfer. Keadaan ini timbul jika produk yang ditransfer merupakan produk yang belum selesai sehinnga
tidak diperjual belikan di
pasar.
·
Kesulitan dalam penentuan harga jual yang
disebabkan oleh perselisihan
antarmanajer divisi. Kesulitan ini ditimbulkan jika di pasar timbul
beberapa macam harga dan jika produk yang ditransfer
tidak persis sama dengan yang ada di pasar.
·
Jika produk yang ditransfer mengandung formula
atau proses rahasia sehingga tidak diinginkan untuk
diungkapkan pada pihak lain.
Perusahaan
menggunakan metode penetapan harga transfer atas dasar biaya yang ditimbulkan
oleh divisi penjual dalam memproduksi barang atau jasa, penetapan harga
transfer metode ini relatif mudah diterapkan namun memiliki beberapa
kekurangan. Pertama, penggunaan biaya sebagai harga
transfer dapat mengarah pada keputusan yang buruk, jika seandainya unit penjual
tidak dapat memproduksi dengan optimal sehingga menghasilkan biaya yang lebih
tinggi daripada harga pasar, maka dapat terjadi kecenderungan pembelian barang
dari luar. Kedua, jika biaya digunakan sebagai harga transfer, divisi penjual tidak
akan pernah menghasilkan laba dari setiap transaksi internal. Ketiga,
penentuan harga transfer yang berdasarkan biaya berarti tidak ada insentif bagi
orang yang bertanggung jawab mengendalikan biaya.
Hansen dan Mowen (2005) menyatakan bahwa pada umumnya perusahaan menetapkan harga transfer atas biaya berdasarkan biaya
variabel dan atau biaya tetap dalam bentuk: biaya penuh (full cost), biaya
penuh ditambah mark-up (full cost plus markup) dan gabungan antara
biaya variabel dan tetap (variable cost plus fixed fee).
Penetapan harga transfer biaya penuh meliputi biaya bahan
baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, overhead variabel, dan bagian dari
overhead tetap. pendekatan harga transfer ini adalah paling tidak menarik
karena terlalu sederhana dalm penghitungannya. Sangat jarang penetapan harga
transfer biaya penuh mampu menyajikan informasi yang akurat mengenai biaya
kesempatan.
Biaya penuh ditambah markup memiliki persoalan yang sama
dengan biaya penuh. Namun, biaya ini agak kurang merusak apabila markup dapat
dinegoisasikan.
Biaya variabel ditambah biaya ongkos tetap merupakan
pendekatan yang dapat digunakan dalam penetapan harga transfer, dengan tingkat
ongkos tetap yang dapat dinegoisasikan. Metode ini memiliki satu keunggulan
dibandingkan biaya penuh dengan markup, yakni apabila devisi penjual sedang
beroperasi di bawah kapasitas, maka biaya variabel adalah biaya kesempatannya.
Dalam kasus PT Melodi Indah, jika transaksi ditetapkan
beradasarkan biaya, maka harga transfer dihitung dengan cara menjumlahkan
seluruh biaya yang dikeluarkan entitas penjual. Jika harga transfer ditetapkan
berdasarkan biaya total, maka jumlahnya adalah :
Keterangan
|
PT A
|
PT B
|
PT C
|
Harga jual per unit (harga pasar)
|
70.000
|
190.000
|
550.000
|
Biaya per unit:
|
|
|
|
·
Bahan baku
|
(10.000)
|
(70.000)
|
(190.000)
|
·
Pekerja langsung
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Adm & Umum
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
Total biaya
|
70.000
|
190.000
|
370.000
|
Harga transfer adalah penjumlahan dari seluruh biaya yang
dikeluarkan entitas penjual, yaitu PT A dan PT B. Harga transfer dari PT A
kepada PT B adalah Rp 70.000,- per unit, yaitu keseluruhan biaya per unit yang
dikeluarkan oleh PT A. Harga transfer dari PT B ke PT C adalah Rp 190.000,- per
unit, yang merupakan keseluruhan biaya per unit yang dikeluarkan PT B. Itu
berarti, PT A tidak akan memperoleh laba sama sekali dari seluruh penjualan
produknya ke PT B. PT B juga tidak akan memperoleh laba sama sekali dari
seluruh penjualan produknya ke PT C. Sedangkan PT C menjual produknya kepada
pembeli di luar perusahaan tersebut.
Jika harga transfer ditetapkan berdasarkan biaya variabel
total, maka jumlahnya adalah:
Keterangan
|
PT A
|
PT B
|
PT C
|
Harga jual per unit (harga pasar)
|
40.000
|
100.000
|
550.000
|
Biaya per unit:
|
|
|
|
·
Bahan baku
|
(10.000)
|
(40.000)
|
(100.000)
|
·
Pekerja langsung
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Adm & Umum
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
Total biaya
|
70.000
|
160.000
|
370.000
|
Harga transfer adalah penjumlahan dari seluruh biaya
variabel yang dikeluarkan entitas penjual, yaitu PT A dan PT B. Harga transfer
dari PT A ke PT B adalah Rp 40.000,- per unit, yang merupakan penjumlahan dari
biaya bahan baku, biaya pekerja langsung, biaya overhead variabel dan biaya pemasaran
variabel. Harga transver dari PT B ke PT C adalah Rp 100.000,- per unit. Itu
berarti, PT A tidsk akan memperoleh laba
sama sekali dari transaksi penjualan produksinya ke PT B. PT B juga tidak
memperoleh laba sama sekali dari seluruh penjualan produknya ke PT C. Bahkan
marjin konstribusi-pun tidak akan diperoleh PT A dan PT B. Sedangkan PT C
menjual produknya kepada pembeli di luar perusahaan tersebut.
Metode biaya variabel total ini dapat diterapkan hanya
ketika perusahaan berada dalam kondisi khusus. Misalnya, sebagian besar produk
PT A dan PT B telah dijual kepada pembeli di luar perusahaan dengan harga
pasar, sehingga seluruh biaya tetap kedua entitas telah dibebankan pada
penjualan ke pihak eksternal tersebut. Baru kemudian sisa produk yang ada, dijual
kepada entitas pemakai.
3.
Berdasarkan Biaya Plus (Cost Push Pricing Transfer Prices)
Penetapan harga transfer berdasarkan biaya-plus
(cost-plus) adalah penetapan harga jual
produk dari suatu unit organisasi ke unit organisasi lainnya pada biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan produk ditambah sejumlah nominal tertentu. Dasar yang
digunakan untuk menetapkan biaya-plus dapat berupa biaya total plus atau berupa
biaya variabel plus. Dengan menggunakan biaya-plus sebagai dasar penetapan
harga transfer, berarti bagi unit organisasi penjual, transaksi tersebut akan
memberikan keuntungan finansial sebesar nominal tambahan. Harga transfer
berdasarkan biaya-plus biasanya masih lebih rendah jumlahnya dibandingkan harga
pasar. Jika metode ini yang dipilih, berati terdapat pertimbangan khusus
sehingga transaksi tersebut dilakukan.
Jika harga transfer ditetapkan berdasarkan biaya total
plus 10%, maka jumlahnya adalah:
Keterangan
|
PT A
|
PT B
|
PT C
|
Harga jual per unit (harga pasar)
|
77.000
|
216.700
|
550.000
|
Biaya per unit:
|
|
|
|
·
Bahan baku
|
(10.000)
|
(77.000)
|
(216.000)
|
·
Pekerja langsung
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Adm & Umum
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
Total biaya
|
70.000
|
197.000
|
396.700
|
Plus 10% dari biaya total entitas
|
7.000
|
19.700
|
|
Biaya total plus 10%
|
77.000
|
216.700
|
|
Harga transfer adalah penjumlahan dari seluruh biaya yang
dikeluarkan penjual, yaitu PT A dan PT B ditambah 100% dari total biaya yang
dikeluarkan masing-masing entitas. Harga transfer dari PT A ke PT B adalah Rp
77.000,- per unit. Jumlah ini merupakan hasil penjumlahan dari total biaya yang
dikeluarkan PT A sebesar Rp 70.000 ditambah 10% dari jumlah tersebut, yaitu Rp
7.000,-. Harga transfer dari PT B ke PT C adalah Rp 216.700,- per unit. Jumlah
ini merupakan hasil penjumlahan dari total biaya yang dikeluarkan PT B sebesar
Rp 197.000,- ditambah 10% dari jumlah tersebut, yaitu Rp 19.700,-. Itu berarti,
PT A akan memperoleh laba sebesar Rp 7.000,- per unit dari transaksi penjualan
produknya ke PT B. PT B akan memperoleh laba sebesar Rp 19.700,- per unit dari
penjualan produknya ke PT C. Sedangkan PT C menjual produknya kepada pembeli di
luar perusahaan tersebut.
Jika harga transfer ditetapkan berdasarkan biaya variabel
plus 20%, maka jumlahnya adalah:
Keterangan
|
PT A
|
PT B
|
PT C
|
Harga jual per unit (harga pasar)
|
48.000
|
129.600
|
550.000
|
Biaya per unit:
|
|
|
|
·
Bahan baku
|
(10.000)
|
(48.000)
|
(129.600)
|
·
Pekerja langsung
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Overhead Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Variabel
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Pemasaran Tetap
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
·
Adm & Umum
|
(10.000)
|
(20.000)
|
(30.000)
|
Total biaya
|
40.000
|
108.000
|
219.600
|
Plus 10% dari biaya total entitas
|
8.000
|
21.600
|
|
Biaya total plus 10%
|
48.000
|
129.600
|
|
Harga transfer adalah penjumlahan dari seluruh biaya
variabel yang dikeluarkan entitas penjual, yaitu PT A dan PT B ditambah 20%
dari jumlah yag dikeluarkan masing-masing entitas. Harga transfer dari PT A ke
PT B adalah Rp 48.000,- ditambah 20% dari jumlah tersebut, yaitu Rp 8.000,-.
Harga transfer PT B ke PT c adalah Rp 129.600,- per unit. Jumlah ini merupakan
hasil penjumlahan dari total biaya variabel yang dikeluarkan PT B sebesar Rp
108.000 ditambah 20% dari jumlah tersebut, yaitu Rp 21.600,-.
Metode biaya variabel plus ini tidak dapat diterapkan
hanya ketika perusahaan berada dalam kondisi khusus. Misalnya, sebagian besar
produk PT A dan PT B telah dijual kepada
pembeli di luar perusahaan dengan harga pasar, sehingga seluruh biaya tetap
kedua entitas tersebut telah dibebankan pada penjualan ke pihak eksternal. Baru
kemudian sisa produk yang ada dijual kepada entitas pemakai, dengan tetap
memberikan keuntungan sebesar presentasi yang disepakati (dalam kasus ini
sebesar 20% kepada entitas penjual).
4.
Berdasarkan
Negoisasi (Negotiated Transfer Prices)
Dalam
ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam
perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan
harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negoisasi memiliki beberapa
kelebihan. Pertama, pendekatan ini melindungi otonomi divisi dan konsisten
dengan semangat desentralisasi. Kedua, manajer divisi cenderung memiliki
informasi yang lebih baik tentang biaya dan laba potensial atas transfer
dibanding pihak-pihak lain dalam perusahaan.
Di
hampir semua perusahaan, unit usaha menegosiasikan harga transfer satu sama
lain; maksudnya, harga transfer yang tidak ditentukan oleh kelompok staf pusat.
Alasan yang paling penting untuk hal ini adalah kepercayaan bahwa dengan
menetapkan harga jual dan mencapai kedepakatan atas harga pembelian yang paling
sesuai merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen lini. Jika kantor pusat
mengendalikan penentuan harga, maka kemampuan manajemen lini untuk memperbaiki
profitabilitas akan semakin berkurang. Keterbatasannya adalah mengurangi
otonomi unit-unit tersebut. Dalam negosiasi manajer-manajer harus memperhatikan
biaya produksi (cost) dan harga pasar, dan mereka juga harus memiliki
pengetahuan yang bagus tentang keinginan perusahaan secara keseluruhan,
Horngren (2006).
Harga
yang digunakan pada metode negosiasi dapat berupa:
a.
Ada harga pasar
yang diterbitkan.
b. Harga pasar ditentukan oleh penawaran harga terendah mungkin akan
memenangkan usaha tersebut.
c.
Pusat laba
produksi yang menjual barang yang sama di pasar bebas
meniru harga kompetitif yang berada di luar.
meniru harga kompetitif yang berada di luar.
d. Pusat laba pembelian membeli produk serupa dari pasar luar/bebas.
5.
Berdasarkan Arbitrase (Arbitrary Transfer Prices)
Metode
ini digunakan apabila divisi penjualan dan divisi pembelian tidak dapat
mencapai kesepakatan dalam penentuan harga transfer yang ditentukan oleh eksekutif
atau badan lain yang ditugasi untuk mengarbitrasi harga transfer setelah orang
atau badan tersebut berdialog dengan para manajer divisi yang bersangkutan.
Artibrase
dapat dilakukan dengan beberapa cara:
·
Dalam sistem
yang formal, kedua pihak meyerahkan kasus secara tertulis kepada pihak penengah
(Arbitrator). Arbitrator akan meninjau posisi mereka masing-masing dan
memutuskan harga yang akan ditetapkan, kadang dengan bantuan staf kantor yang
lain.
·
Selain tingkat
formalitas, digunakan juga proses mampengaruhi efektivitas suatu sistem harga
transfer.
Empat
cara untuk menyelesaikan konflik:
·
Memaksa
(forcing)
·
Membujuk
(smoothing)
·
Menawarkan
(bargaining)
·
Penyelesaian
masalah (problem solving)
2.5 Aspek Internasional Harga
Transfer
Transfer
pricing sering juga disebut dengan intracompany pricing, intercorporate
pricing, interdivisional atau internal
pricing yang merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan
pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota (grup
perusahaan). Bila dicermati secara lebih lanjut, transfer pricing dapat
menyimpang secara signifikan dari harga yang disepakati (harga pasar).
Tujuan
harga transfer berubah apabila melibatkan multinational
corporation (MNC) serta barang yang ditransfer melalui batas-batas negara.
Tujuan penentuan harga transfer internasional terfokus pada meminimalkan pajak,
bea, dan risiko pertukaran asing, bersama dengan meningkatkan suatu kompetitif
perusahaan dan memperbaiki hubungannya dengan pemerintah asing. Walaupun tujuan
domestik seperti motivasi manajerial dan otonomi divisi selalu penting, namun
seringkali menjadi sekunder ketika transfer internasional terlibat.
Perusahaan
akan lebih fokus pada pengurangan pajak total atau memperkuat anak perusahaan
asing. Oleh karena itu transfer pricing juga sering dikaitkan dengan suatu
rekayasa harga secara sistematis yang ditujukan untuk mengurangi laba yang
nantinya akan mengurangi jumlah pajak atau bea dari suatu negara.
Sebagai
contoh, pembebanan harga transfer yang rendah untuk anak perusahaan asing
mungkin akan mengurangi pembayaran bea cukai sebagai akibat dari batas-batas
internasional, atau mungkin membantu anak perusahaan untuk bersaing dalam pasar
asing dengan mempertahankan biaya anak perusahaan yang rendah. Di sisi lain,
mebebankan suatu harga transfer yang tinggi mungkin membantu MNC mengurangi
laba pada negeri yang telah memperketat kendali pengiriman uang asing, atau
mungkin memberikan kemudahan bagi MNC memindahkan pendapatan dari suatu negara
yang memiliki tingkat pajak pendapatan yang tinggi ke suatu negara dengan
tingkat pajak rendah (tax haven country).
Penelitian akhir-akhir ini telah menemukan bahwa lebih
dari 80% perusahaan-perusahaan multinsional (MNC) melihat transfer
pricing sebagai suatu isu pajak internasional utama, dan lebih dari
setengah dari perusahaan ini mengatakan bahwa isu ini adalah isu yang paling
penting. Sebagian besar negara sekarang
menerima perjanjian modal Organization of Economic Cooperation and
Development (OECD), yang menyatakan bahwa harga-harga transfer sebaiknya
disesuaikan dengan menggunakan standar arm’s-length, artinya pada
suatu harga yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang independen. Sementara
perjanjian model tersebut diterima secara luas, terdapat perbedaan-perbedaan dalam
cara negara-negara menerapkannya. Meskipun demikian, terdapat dukungan yang
kuat di seluruh dunia terhadap suatu pendekatan untuk membatasi usaha-usaha
oleh MNC untuk mengurangi kewajiban pajak dengan menetapkan harga-harga
transfer yang berbeda dengan arm’s-length standardtersebut.
2.6 Contoh Soal dan Jawaban
Transfer Pricing
Perusahaan
Bintang mempunyai 2 divisi, yaitu Divisi Batu dan Divisi Bata. Divisi Batu
merupakan divisi pemasok komponen utama Divisi Bata dengan harga transfer Rp
10/unit. Divisi Batu juga menjual ke pasar dengan harga Rp 12,50 /unit.
Biasanya penjualan ke pasar berjumlah 25% dari penjualan sebanyak 2.000 unit
komponen per tahun.
Berikut
ini adalah data Laporan Laba/Rugi Divisi Batu untuk tahun 2007.
Penjualan Rp 21.250
Biaya Variabel @ Rp 8 /unit Rp 16.000
Contribution Margin Rp 5.250
Biaya Tetap Rp 2.000
Laba Bersih Rp 3.250
Penjualan Rp 21.250
Biaya Variabel @ Rp 8 /unit Rp 16.000
Contribution Margin Rp 5.250
Biaya Tetap Rp 2.000
Laba Bersih Rp 3.250
Divisi
Bata mendapat penawaran dari pihak luar untuk membeli komponen dengan harga Rp
9 /unit. Divisi Batu menyatakan bahwa tidak mungkin untuk menjual dengan harga
seperti penawaran pihak luar karena tidak akan memperoleh laba sama sekali.
Diminta :
a) Jika anda seorang manajer,
berilah komentar anda terhadap pernyataan Divisi Batu tersebut. Asumsikan bahwa
kapasitas Divisi Batu sudah dipakai secara maksimum!
Jawab :
Jika divisi batu menjual ke divisi
Bata dengan harga Rp 9 /unit.
Penjualan produk ke pasar
ekstern
Pendapatan penjualan
( 25% dari 2.000 unit = 500 unit @ Rp 12,50 ) Rp 6.250
Biaya Variabel
( 25% dari 2.000 unit = 500 unit @ Rp 8,00 ) (Rp 4.000)
Contribution Margin Rp 2.250
Biaya Tetap
( 500 unit @ Rp 1 /unit ) (Rp 500)
Laba Bersih Rp 1.750
Penjualan produk ke Divisi Bata
Pendapatan penjualan
( 2.000 unit – 500 unit = 1.500 unit @ Rp 9,00 ) Rp 13.500
Biaya Variabel
( 2.000 unit – 500 unit = 1.500 unit @ Rp 8,00 ) (Rp 12.000)
Contribution Margin Rp 1.500
Biaya Tetap
( 1.500 unit @ Rp 1 /unit ) (Rp 1.500)
Laba Bersih Rp 0
Total Laba bersih Rp 1.750
( 25% dari 2.000 unit = 500 unit @ Rp 12,50 ) Rp 6.250
Biaya Variabel
( 25% dari 2.000 unit = 500 unit @ Rp 8,00 ) (Rp 4.000)
Contribution Margin Rp 2.250
Biaya Tetap
( 500 unit @ Rp 1 /unit ) (Rp 500)
Laba Bersih Rp 1.750
Penjualan produk ke Divisi Bata
Pendapatan penjualan
( 2.000 unit – 500 unit = 1.500 unit @ Rp 9,00 ) Rp 13.500
Biaya Variabel
( 2.000 unit – 500 unit = 1.500 unit @ Rp 8,00 ) (Rp 12.000)
Contribution Margin Rp 1.500
Biaya Tetap
( 1.500 unit @ Rp 1 /unit ) (Rp 1.500)
Laba Bersih Rp 0
Total Laba bersih Rp 1.750
Jadi, dengan demikian Divisi Batu masih bisa menjual
produk ke Divisi Bata dengan harga Rp 9 /unit, karena Divisi Batu masih mendapatkan
laba sebesar Rp 1.750
b) Divisi Batu dapat menaikan penjualan produk ke pasar sebesar 1.500 unit
komponen dengan menaikan biaya tetap sebesar Rp 2.000 dan biaya Variabel Rp 1
/unit. Misalkan kapasitas maksimum 2.000 unit komponen /tahun, apakah
sebaiknya Divisi Batu memusatkan penjualan produk ke luar dan mengabaikan
transfer intern. Jelaskan dengan perhitungan !
Jawab :
Jika divisi Batu menjual ke pasar sebesar 1.500 unit
Jawab :
Jika divisi Batu menjual ke pasar sebesar 1.500 unit
Penjualan produk ke pasar ekstern
Pendapatan penjualan
( 1.500 unit @ Rp 12 /unit ) Rp 18.000
Biaya Variabel
( 1.500 unit @ Rp 9 /unit ) (Rp 13.500)
Contribution Margin Rp 4.500
Biaya Tetap
( 1.500 unit @ Rp 2 /unit ) (Rp 3.000)
Laba Bersih Rp 1.500
Penjualan produk ke divisi Bata
Pendapatan penjualan
( 500 unit @ Rp 9 /unit ) Rp 4.500
Biaya Variabel
( 500 unit @ Rp 9 /unit ) (Rp 4.500)
Contribution Margin Rp –
Biaya Tetap
( 500 unit @ Rp 2 /unit ) ( Rp 1.000 )
Laba Bersih ( Rp 1.000 )
Total Laba Bersih Rp 500
Pendapatan penjualan
( 1.500 unit @ Rp 12 /unit ) Rp 18.000
Biaya Variabel
( 1.500 unit @ Rp 9 /unit ) (Rp 13.500)
Contribution Margin Rp 4.500
Biaya Tetap
( 1.500 unit @ Rp 2 /unit ) (Rp 3.000)
Laba Bersih Rp 1.500
Penjualan produk ke divisi Bata
Pendapatan penjualan
( 500 unit @ Rp 9 /unit ) Rp 4.500
Biaya Variabel
( 500 unit @ Rp 9 /unit ) (Rp 4.500)
Contribution Margin Rp –
Biaya Tetap
( 500 unit @ Rp 2 /unit ) ( Rp 1.000 )
Laba Bersih ( Rp 1.000 )
Total Laba Bersih Rp 500
Maka, sebaiknya divisi Batu
memusatkan penjualan produk ke pasar ekstern saja dan mengabaikan transfer
intern, karena penjualan produk ke divisi Bata ( transfer Intern ) hanya mendapatkan
laba sebesar Rp 500.
Jika
divisi Batu memusatkan seluruh penjualan produk ke pasar ekstern, maka Laba
Bersih yang di peroleh adalah sebesar Rp 2.000. dengan perhitungan sebagai
berikut :
Penjualan produk ke pasar ekstern
Pendapatan penjualan
(2.000 unit @ Rp 12 /unit ) Rp 24.000
Biaya variabel
( 2.000 unit @ Rp 9 /unit ) (Rp 18.000 )
Contribution Margin Rp 6.000
Biaya Tetap
( 2.000 unit @ Rp 2 /unit ) ( Rp 4.000 )
Laba Bersih Rp 2.000
Penjualan produk ke pasar ekstern
Pendapatan penjualan
(2.000 unit @ Rp 12 /unit ) Rp 24.000
Biaya variabel
( 2.000 unit @ Rp 9 /unit ) (Rp 18.000 )
Contribution Margin Rp 6.000
Biaya Tetap
( 2.000 unit @ Rp 2 /unit ) ( Rp 4.000 )
Laba Bersih Rp 2.000
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
sebuah perusahaan sangatlah penting kita mengenal apa yang disebut dengan harga
transfer, langkah ini adalah merupakan langkah transaksi transfer barang atau
jasa antar laba cukup signifikan biaya barang atau jasa yang ditransfer
merupakan komponen penting produk akhir, profitabilitas
merupakan pertimbangan penting di dalam penilaian prestasi divisi. Yang bertujuan
untuk memberikan informasi relevan pada setiap pusat laba dalam menentukan
harga transfer, memotivasi manajer pusat laba pengirim, pusat laba penerima,
dan kantor pusat dalam membuat keputusan yang tepat, menyajikan
laporan laba setiap divisi yang secara layak mengukur prestasi divisi.
Berdasarkan
pernyataan diatas terdapat hubungan yang erat antara harga transfer dengan
kinerja unit bisnis sebagai pusat laba. Pada perusahaan yang melakukan
divisionalisasi dimana di dalamnya terdiri dari beberapa unit bisnis sebagai
pusat laba maka akan terjadi transfer barang atau jasa. Hal ini disebab kantidak
seluruhnya dilengkapi dengan fasilitas yang sama sehingga ada kalanya unit
bisnis yang satu harus memakai barang atau jasa dari unit bisnis lainnya.
Dengan adanya
penerapan harga transfer yang terjadi antara unit bisnis sebagai pusat labaakan
mempengaruhi kinerja dari unit bisnis tersebut karena unit bisnis
sebagai pusat laba diukur kinerjanya berdasarkan seberapa besar laba yang
dapat dihasilkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, Ahmad Tjahjono, Muh. Fakhri Husein.
2000. Sistem Pengendalian Manajemen , Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Hansen dan Mowen. 2005. Management Accounting: Akuntansi Manajemen. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
................................... 2007. Management Accounting 8th Edition. South Western.
Horngren, C. T. , Datar, S. M. and G. Foster. 2006. Cost
Accounting: A Managerial Emphasis. Pearson Prentice Hall. 12th ed. GRADING
POLICY: TA Sessions.
Horngren, Datar, Poster, 2006; Cost Accounting; Managerial
Emphasis, 12th Edition,
Mulyadi. 2001 Sistem Akuntansi , Edisi1, CetakanTiga,
Penerbit : Salemba Empat. Jakarta.
Pearson Education Inc.
Primanto, A. Bakti, 2002; Transfer Pricing (Suatu Kajian
Perpajakan), Jurnal Perpajakan Indonesia Vol 1 No. 7.
Rudianto. 2013. Akuntansi Manajemen. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Supriyono, R.A., (2000), Sistem Pengendalian Manajemen, Buku 1, ed.
1, BPFE, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment