MAKALAH
PENGENDALIAN DAN PENGEMBANGAN PRIBADI
Diajukan
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah:
Kewirausahaan I
Dosen Pembimbing :
Agung Budi Leksono, SE., MM
Disusun Oleh:
Musyayadatur Rohmah (11510013)
Nizar Awalludin Daud (11510038)
Mohamad Bastomi (11510131)
Ayu Puspita Putri (13510102)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat
rahmat, taufik serta hidayahnya kami masih diberi kesempatan dan kemampuan
untuk menyusun makalah dengan judul “Pengendalian dan Pengembangan Pribadi” guna
memenuhi tugas Semester enam.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan
banyak-banyak terimakasih kepada:
1.
Bapak Agung Budi Leksono, SE., MM selaku dosen
pengampu mata kuliah Kewirausahaan I yang memberikan
arahan dan masukan dalam makalah ini.
- Serta semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah
ini yang tidak mingkin kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempuran. Demi tercapainya suatu kesempurnaan kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan.
Demikaian hal yang dapat kami sampaikan,
kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Malang, 06 Maret 2014
Penyusun
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara historis wirausaha sudah diperkenalkan
oleh Richard Castillon pada tahun 1755. Beberapa istilah wirausaha seperti di
Belanda dikenal dengan ondernemer, di Jerman dikenal dengan unternehmer.
Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis sejak 1950-an di beberapa negara
seperti Eropa, Amerika, dan Kanada. Bahkan sejak 1970-an banyak universitas
yang mengajarkan kewirausahaan atau manajemen usaha kecil. Pada tahun 1980-an,
hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan. Di
Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau
perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan
seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman kewirausahaan baik melalui pendidikan
formal maupun pelatihan-pelatihan di segala lapisan masyarakat kewirausahaan
menjadi berkembang.
Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan
disebut wirausahawan. Muncul pertanyaan mengapa seorang wirausahawan (entrepreneur)
mempunyai cara berpikir yang berbeda dari manusia pada umumnya. Mereka
mempunyai motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang sangat terkait
dengan nilai-nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia unggul. Seorang entrepreneur
merupakan seseorang yang menyukai tantangan dan resiko namun tetap dengan
perkiraan yang matang, termasuk menghadapi resiko ketika seorang entrepreneur
menjalankan usahanya. Diperlukan pengendalian dan perhitungan yang matang
sebagai proteksi atas segala kemungkinan terburuk yang terjadi.
Selain itu, pribadi seorang wirausahawan juga
menjadi faktor yang berpengaruh dalam menjalankan usahanya. Selain harus mampu
mengendalikan usahanya, seorang wirausahawan juga harus mampu mengendalikan
dirinya serta mengembangkan setiap potensi yang ia miliki. Sehingga setiap
usaha yang dilakukan akan berjalan dengan baik.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian dari wirausaha?
2.
Bagaimana Pengendalian pribadi wirausahawan?
3.
Bagaimanakah proses Pengendalian pribadi
wirausahawan ?
4.
Bagaimanakah cara pengendalian pribadi ?
5.
Bagaimana pengembangan pribadi wirausahawan?
6.
Bagaimanakah
pengembangan dengan n ACH ?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui hakikat dari wirausaha.
2.
Untuk mengetahui ruang lingkup pengendalian
pribadi wirausahawan.
3.
Untuk mengetahui proses pengendalian diri yang
tepat.
4.
Untuk mengetahui cara pengendalian pribadi
wirausahawan.
5.
Untuk mengetahui cara pengembangan pribadi
wirausahawan.
6.
Untuk mengetahui pengembangan pribadi dengan
metode n ACH.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Wirausahawan
Seorang “ Wirausahawan “ dapat diartikan sebagai orang yang
menghasilkan suatu produk dalam bentuk barang maupun jasa. Produk tersebut
kemudian diupayakan untuk ditawarkan dan dijual kepada orang lain yang
membutuhkannya dan bersedia pula untuk membelinya dengan harga tertentu. Hasil
penjualan produk itulah yang digunakan untuk mengembangkan usahanya lebih
lanjut. Oleh karena itu sebagai seorang wirausahawan hal penting yang perlu
diperhatikan adalah kemampuannya untuk mewujudkan suatu gagasan dalam usaha
menjadi sesuatu yang nyata /”kenyataan”. Lebih jauh dapat pula memberikan
manfaat bagi masyarakat luas. Keberhasilan seorang wirausahawan, bukanlah
semata – mata keuntungan dalam bentuk uang, akan tetapi uang dapat digunakan
sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan dalam setiap usaha. Namun demikian,
keuntungan dalam setiap usaha merupakan hal penting yang perlu bagi kelanjutan
usaha. (Puslatkop dan PK–KKIPT :1995)
Beberapa ukuran yang selama ini digunakan untuk menentukan
keberhasilan seorang wirausahawan adalah :
1. kelangsungan hidup perusahaan.
2. Penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat
sekitarnya.
3. Meningkatkan kesejahteraan.
4. Meningkatkan kualitas hidup para pemakai produk.
5. Memperbaiki kualitas lingkungan dari lokasi
usahanya.
Untuk
dapat mewujudkan keberhasilan tersebut, seorang wirausahawan perlu memiliki dan
memanfaatkan sejumlah kualitas diri sebagai berikut:
1. Motivasi berprestasi tinggi. Tingkah laku yang
berorientasi pada pencapaian prestasi hasil kerja. Tujuan dalam tindakannya
selalu diarahkan kepada keberhasilan usaha.
2.
Kemampuan Memimpin. Kemampuan untuk mengetahui cara memimpin yang
efektif sesuai dengan tingkat kematangan dan situasi yang dihadapi.
3. Berpikir Kreatif dan Penuh Inisiatif. Memiliki
kemampuan untuk menemukan hal – hal baru dan mampu mencari alternative dalam
pemecahan masalah.
4. Berwawasan kedepan (Antisipasi ke masa yang
akan datang). Dengan wawasan yang berorientasi ke masa depan, diharapkan ia mampu
menentukan tujuan dan rencana untuk jangka waktu yang spesifik, satu sampai
tiga tahun ke depan.
5. Keberanian Mengambil Keputusan. Kemampuan untuk
dengan cepat dan tepat mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai masalah.
6. Keberanian Mengambil Risiko. Kemampuan untuk
melihat peluang keberhasilan dan kegagalan dalam usaha dan keberanian untuk
memilih risiko yang moderat.
7. Kemampuan Bekerjasama. Kesediaan untuk memahami
kelemahan orang lain dan berorientasi pada pencapaian tujuan kelompok dalam
menyelesaikan masalah.
8. Kemampuan Bekerja Secara Mandiri. Kemampuan
untuk melakukan tugas tanpa dukungan / bantuan orang lain.
9. Kemampuan Berkomunikasi. Kesediaan untuk
menjadi pembicara dan pendengar yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain.
10. Bersikap Optimis. Sikap pantang penyerah dalam
menghadapi rintangan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.
2.2 Pengendalian
Pribadi Wirausahawan
Kita dilahirkan dengan bakat yang berlainan. Di dalam perjalanan
hidup kita mempunyai pengalaman yang berlainan pula. Kepribadian seseorang
dibentuk sebagai hasil hubungan timbal balik antara bakat yang dibawa dan
pengalaman selama hidup. Larry (dalam R.S Satmoko, 1986:130) mengungkapkan
bahwa Pengendalian diri adalah kemampuan mengenali emosi dirinya dan orang
lain. Baik itu perasaan bahagia, sedih, marah, senang, takut, dan sebagainya,
mengelola emosi, baik itu menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap
dengan pas, kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan, atau ketersinggungan, mengendalikan dorongan hati memotivasi diri
sendiri, dan memahami orang lain secara bijaksana dalam hubungan antar manusia.
Pengendalian diri seseorang yang baik dan yang buruk dapat terlihat
dari kehidupan seseorang baik dari sifat dari dalam maupun dari luar, yaitu terbagi
menjadi dua eksternal dan internal.
a. Internal (dari dalam): Pengendalian diri dapat
dilihat dari kehidupan seseorang dalam kehidupan sehari- hari yang mempunyai
keinginan yang tinggi agar pada diri seseorang dapat tercapai keinginan dalam kehidupannya,
contoh nya seperti:
1) Suka bekerja keras
2) Memiliki inisiatif yang tinggi
3) Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan
masalah
4) Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin
5) Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus
dilakukan jika ingin berhasil.
b. External (dari luar): Pengendalian diri dari
luar yang menunjukkan kendali diri seseorang kurang mempunyai harapan atau
kemauan untuk berusaha memperbaiki kegagalan yang ada pada diri nya seperti:
1) Kurang memiliki inisiatif
2) Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi
antara usaha dan kesuksesan
3) Kurang suka berusaha, karena mereka percaya
bahwa faktor luarlah yang mengontrol
4) Kurang mencari informasi untuk memecahkan
masalah.
Pada orang-orang yang memiliki pengendalian diri dari dalam faktor
kemampuan dan usaha terlihat dominan, oleh karena itu apabila individu dengan
internal mengalami kagagalan mereka akan menyalahkan dirinya sendiri karena
kurangnya usaha yang dilakukan. Begitu pula dengan keberhasilan, mereka akan
merasa bangga atas hasil usahanya. Hal ini akan membawa pengaruh untuk tindakan
selanjutnya di masa akan datang bahwa mereka akan mencapai keberhasilan apabila
berusaha keras dengan segala kemampuannya. Sebaliknya pada orang yang memiliki
pengendalian diri dari luar melihat keberhasilan dan kegagalan dari faktor
kesukaran dan nasib, oleh karena itu apabila mengalami kegagalan mereka
cenderung menyalahkan lingkungan sekitar yang menjadi penyebabnya..
Hal itu tentunya berpengaruh terhadap tindakan
di masa datang, karena merasa tidak mampu dan kurang usahanya maka mereka tidak
mempunyai harapan untuk memperbaiki kegagalan tersebut. Disamping itu pengendalian diri dari luar dan
dari dalam tidak bersifat stastis tapi juga dapat berubah. Individu yang
berorientasi dari dalam dapat berubah menjadi individu yang berorientasi dari
luar dan begitu sebaliknya, hal tersebut disebabkan karena situasi dan kondisi
yang menyertainya yaitu dimana ia tinggal dan sering melakukan aktifitasnya. Aspek
pengendalian diri tentang yang digunakan Rotter (1966) memiliki empat aspek
dasar, yaitu;
a) Potensi perilaku yaitu setiap kemungkinan yang
secara relatif muncul pada situasi tertentu, berkaitan dengan hasil yang
diinginkan dalam kehidupan seseorang.
b) Harapan, merupakan suatu kemungkinan dari
berbagai kejadian yang akan muncul dan dialami oleh seseorang.
c) Nilai unsur penguat adalah pilihan terhadap
berbagai kemungkinan penguatan atas hasil dari beberapa penguat hasil-hasil
lainnya yang dapat muncul pada situasi serupa.
d) Suasana psikologis, adalah bentuk rangsangan
baik secara internal maupun eksternal yang diterima seseorang pada suatu saat
tertentu, yang meningkatkan atau menurunkan harapan terhadap munculnya hasil
yang sangat diharapkan.
2.3 Perkembangan
pengendalian diri dan proses nya
Larry (dalam R.S Satmoko,
1986:130) mengungkapkan bahwa Pengendalian diri adalah kemampuan mengenali
emosi dirinya dan orang lain. Baik itu perasaan bahagia, sedih, marah, senang,
takut, dan sebagainya, mengelola emosi, baik itu menangani perasaan agar
perasaan dapat terungkap dengan pas, kemampuan untuk menghibur diri sendiri,
melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan, mengendalikan dorongan
hati memotivasi diri sendiri, dan memahami orang lain secara bijaksana dalam
hubungan antar manusia.
Salah satu teori pengendalian diri yang paling luas adalah catatan Larry tentang perkembangan ego. Ego adalah istilah Larry untuk cita- cita diri dan standar moral individu- mirip dengan apa yang kita namakan kata hati. Beberapa aliran psikologi lain menghasilkan teori tentang perkembangan pengendalian diri, tantangan yang paling besar bagi Larry datang dari para ahli behaviorosme, lengkap dengan temuan dari psikologi eksperimental mengenai bagaimana belajar. Apakah behaviorisme itu tepat atau tidak berdasarkan dasar-dasar pengendalian diri, mekanisme belajar yang diuraikan dalam teori ini ternyata sangat berhasil dalam memecahkan masalah- masalah dalam pola pengendalian diri yang sudah ditetapkan
Salah satu teori pengendalian diri yang paling luas adalah catatan Larry tentang perkembangan ego. Ego adalah istilah Larry untuk cita- cita diri dan standar moral individu- mirip dengan apa yang kita namakan kata hati. Beberapa aliran psikologi lain menghasilkan teori tentang perkembangan pengendalian diri, tantangan yang paling besar bagi Larry datang dari para ahli behaviorosme, lengkap dengan temuan dari psikologi eksperimental mengenai bagaimana belajar. Apakah behaviorisme itu tepat atau tidak berdasarkan dasar-dasar pengendalian diri, mekanisme belajar yang diuraikan dalam teori ini ternyata sangat berhasil dalam memecahkan masalah- masalah dalam pola pengendalian diri yang sudah ditetapkan
1.
Pengedalian mengenai Tingkah Laku Impulsif
Tingkah laku implusif adalah segala tingkah laku yang dilaksanakan
segera demi kepuasan seketika. Karena itu pengendalian perilaku implusif
meliputi dua kemampuan untuk menunggu sebelum bertindak dan kemampuan untuk
menghilangakan kepuasan seketika demi hadiah yang lebih besar kelak.
2.
Reaksi terhadap diri
Mekanisme tentang mempelajari kendali diri, kita berbicara
terutama mengenai penguatan eksternal. Bagaimana pun, salah satu dari pelaksana
kendali diri adaalah penguatan yang datang dari dalam reaksi individu terhadap
diri sendiri.
3.
Ciri Masalah Pengendalian diri
Jika pengkondisian
kita untuk pengendalian diri itu sempurna, maka kendali jasmaniah, kendali
implusif, dan reaksi diri kita akan membentuk kita sedemikian efisien sehingga
dapat menjadikan kita bahagia secara terus menerus, bebas kesalahan dan kehidupan
yang konstruktif, disertai dengan persetujuan lengkap dari diri sendiri dan
masyarakat.
Pengendalian diri seseorang selalu memilki celah- celah tertentu di dalam nya, dibawah pengaruh kebiasaan mengalahkan diri dan perasaan menyesal karena perbuatan yang salah membusuk bersama, tidak menghasilkan penyelesaian.
Pengendalian diri seseorang selalu memilki celah- celah tertentu di dalam nya, dibawah pengaruh kebiasaan mengalahkan diri dan perasaan menyesal karena perbuatan yang salah membusuk bersama, tidak menghasilkan penyelesaian.
Menurut teori perilaku pengendalian
diri yang salah dikembangkan dengan cara yang sama seperti pengendalian diri
yang baik yaitu melalui belajar. Masalah- masalah pengendalian diri muncul di
daerah di mana proses belajar sudah tidak lagi mencukupi atau tidak sesuai.
2.4 Cara
Pengendalian Diri
Untuk dapat mengendalikan diri, maka perlu
dilakukan beberapa cara yang dapat mengendalikan emosi, berikut:
1. Cara
pertama adalah mengendalikan diri dengan menggunakan prinsip kemoralan.
Seperti menjaga sikap, ucapan, maupun menjaga dari
pikiran-pikiran negative terhadap apapun yang dihadapi. Setiap agama
pasti mengajarkan kemoralan, misalnya tidak mencuri, tidak membunuh, tidak
menipu, tidak berbohong, tidak mabuk-mabukan, tidak melakukan tindakan asusila.
Saat ada dorongan hati untuk melakukan sesuatu yang negatif, coba larikan ke
rambu-rambu kemoralan.
2.
Cara kedua pengendalian diri adalah dengan
menggunakan kesadaran.
Kita sadar saat suatu bentuk pikiran atau perasaan yang
negatif muncul. Pada umumnya orang tidak mampu menangkap pikiran atau perasaan
yang muncul. Dengan demikian mereka langsung lumpuh dan dikuasai oleh pikiran
dan perasaan mereka.
Jika kesadaran diri kita bagus maka kita akan tahu saat emosi
marah ini muncul. Kita akan tahu saat emosi ini mulai mencengkeram dan
menguasai diri kita. Kita tahu saat kita akan melakukan tindakan ”bodoh” yang
seharusnya tidak kita lakukan. Saat kita berhasil mengamati emosi maka kita
dapat langsung menghentikan pengaruhnya. Kalau masih belum bisa atau dirasa
berat sekali untuk mengendalikan diri, larikan pikiran kita pada prinsip moral.
3.
Cara ketiga yaitu dengan perenungan.
Dengan melakukan perenungan kerap
kali maka kita akan mampu mengendalikan diri. Prinsip kerjanya sebenarnya
sederhana. Saat emosi aktif maka logika kita nggak akan jalan. Demikian pula
sebaliknya. Jadi, saat kita melakukan perenungan atau berpikir secara mendalam
maka kadar kekuatan emosi atau keinginan kita akan menurun.
4.
Cara keempat pengendalian diri adalah
dengan menggunakan kesabaran.
Emosi naik, turun, timbul,
tenggelam, datang, dan pergi seperti halnya pikiran. Saat emosi bergejolak
sadari bahwa ini hanya sementara. Usahakan tidak larut dalam emosi. Gunakan
kesabaran, tunggu sampai emosi ini surut, baru berpikir untuk menentukan respon
yang bijaksana dan bertanggung jawab.
5.
Cara kelima yaitu menyibukkan diri dengan
pikiran atau aktivitas yang positif.
Pikiran hanya bisa memikirkan satu
hal dalam suatu saat. Ibarat layar bioskop, film yang ditampilkan hanya bisa
satu film dalam suatu saat. Nah, film yang muncul di layar pikiran inilah yang
mempengaruhi emosi dan persepsi kita. Saat kita berhasil memaksa diri
memikirkan hanya hal-hal yang positif maka film di layar pikiran kita juga
berubah. Dengan demikian pengaruh dari keinginan atau suatu emosi akan
mereda.
2.5 Pengembangan
Pribadi
Menurut Sedarmayanti (2007), pengembangan adalah setiap
usaha memperbaiki pelaksanaan pekerjaan yang sekarang atau yang akan datang
dengan memberikan informasi mempengaruhi sikap atau menambah kecakapan. Dengan kata lain pengembangan adalah setiap
kegiatan untuk merubah perilaku yang terdiri dari pengetahuan, kecakapan, dan
sikap.
Pengembangan diri merupakan suatu usaha yang perlu dilaksanakan
dalam rangka tercapainya peningkatan mutu. Seseorang perlu mengembangkan
pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta kepribadiannya sesuai dengan
bidang tugas dan kedudukannya, agar siap menghadapi beban kerja yang secara
kuantitatif akan selalu berkembang. Dengan adanya pengembangan tersebut, maka
diharapkan seseorang mempunyai kemampuan kerja yang serbaguna dan dapat bekerja
sesuai dengan kebutuhan serta tuntutan organisasi dimana ia bekerja.
Pengembangan diri, dalam realisasinya dapat dilakukan baik oleh dirinya sendiri
maupun atas prakarsa organisasi, yang salah satunya yaitu dengan cara mengikuti
pendidikan dan latihan.
Tujuan pengembangan adalah : menambah pengetahuan, menambah
keterampilan dan merubah sikap.
Pengembangan merupakan proses perubahan ke arah yang lebih baik, maju
atau lebih dewasa secara fisik dan umur. Setiap individu hakekatnya memiliki
potensi yang dapat dikembangkan, baik secara individu maupun kelompok melalui
pelatihan. Potensi tersebut merupakan salah satu pembeda antara individu yang
satu dengan individu yang lain, dengan ciri antara lain :
1. Kemampuan dasar : seperti tingkat intelejensia,
kemampuan abstraksi, logika dan daya tangkap.
2. Sikap kerja : ketekunan, ketelitian, tempo
kerja dan daya tahan terhadap stres.
3. Kepribadian : pola menyeluruh semua kemampuan,
perbuatan serta kebiasaan seseorang baik jasmaniah, mental, rohani, emosional
maupun sosial, yang semuanya ditata dalam cara khas dibawa pengaruh dari luar.
Pola ini terwujud dalam bentuk tingkah laku dalam usahanya menjadi manusia yang
dikehendaki.
Menurut Kathleen L. Hawkins & Peter A. Turla (1986), pola
tingkah laku kewirausahaan tergambar dalam perilaku dan kemampuan sebagai
berikut :
a.
Kepribadian dari segi kreatifitas, disiplin diri, kepercayaan diri,
keberanian menghadapi resiko, memiliki dorongan dan kemauan kuat.
b.
Kemampuan hubungan dari indikator komunikasi dan hubungan
antar–personal, kepemimpinan dan manajemen.
c.
Pemasaran (kemampuan dalam menentukan produk dan harga, periklanan
dan promosi).
d.
Keahlian dalam mengatur penentuan tujuan, perencanaan dan
penjadwalan serta pengaturan pribadi.
e.
Keuangan, indikatornya adalah sikap terhadap uang dan cara mengatur
uang
f.
Kepribadian wirausaha menurut David McClelland (1961), tercermin
dalam perilaku kewirausahaan yang meliputi :
1) Keterampilan mengambil keputusan dan mengambil
resiko yang moderat dan bukan atas dasar kebetulan belaka.
2) Bersifat energetik, khususnya dalam bentuk
berbagai kegiatan inovatif.
3) Tanggung jawab individual.
4) Mengetahui hasil dari berbagai keputusan yang
diambilnya, dengan tolak ukur satuan uang sebagai indikator keberhasilan.
5) Mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan di
masa datang.
6) Memiliki kemampuan berorganisasi, yaitu bahwa
seorang wirausaha memiliki kemampuan
7) keterampilan, kepemimpinan dan manajerial
2.6 Pengembangan
n ACH
Menurut McClelland adalah mungkin untuk memperkuat dan mengembangkan
karakteristik n Ach melalui progam pendidikan pelatihan khusus dipusatkan pada
kursus intensif singkat selama sepuluh hari sampai dua minggu untuk mengembangkan
n Ach individu..(Drs.Masykur Wiratmo:2009)
Tahap pertama dalam
pelatihan membantu menyadarkan orang- orang pada potensi mereka untuk
mendapatkan karakteristik kewiraswataan. Mereka diminta untuk menulis rencana
tertentu bagi perusahaan pribadi untuk dua tahun yang akan datang. Kemudian
mereka diminta untuk menulis secara mendetail, rencana – rencana tertentu untuk
mencapai tujuan yang menerangka kesulitan-kesulitan apa yang mungkin akan
mereka hadapi. Bagaimana mereka akan mengatasinya, dan apa harapan dan
tanggapan emosional pribadi mereka yang mungkin akan terjadi pada berbagai
tahapan proses. Individu dibimbing secara teoritis
Tahap kedua
dipusatkan pada pengembangan dari apa yang diistilahkan sindrom prestasi.
Individu – individu diajar untuk berfikir, berbicara, bertindak dan menyadari
orang lain sebagai pribadi dengan n Ach tinggi. Mereka diajar bagaimana menulis
kisah –kisah yang menghasilkan n Ach tinggi melalui cara belajar bagaimana
berfikir dengan standart yang tinggi, pencapaian inovasi, dan menetapkan tujuan
jangka panjang untuk berprestasi.
Tahap ketiga
berhubungan dengan dukungan kognitif. Tujuannya adalah untuk membantu orang –
orang menghubungkan cara berfikir baru dengan asumsi mereka sebelumnya dan cara
melihat dunia. Peserta diberik dukungan untuk konsep baru dalam tiga
bidang;dasar ilmiah dan logis untuk mengaitkan n Ach dengan keberhasilan
kewiraswastaan.
Keseluruhan pola
pelatihan pengembangan n Ach menyesuaikan diri dengan satu cara terbaik untuk
membantu individu meningkatkan tingkat penerimaan diri, penegasan dan
pendasaran mereka – yaitu tercapainya kondisi bagi keberhasilan psikologis.
Menurut Chirs Argyris kondisi tersebut adalah:
1. Individu
mampu mendefinisikan tujuan – tujuan mereka sendiri
2. Tujuan
– tujuan tersebut berhubungan dengan kebutuhan, kemampuan dan nilai – niali
mereka
3. Individu
mendefinisikan arah dari tujuan – tujuan tersebut
4. Pencapaian
tujuan tersebut mewakili tingkat aspirasi realistis bagi individu.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Seorang “ Wirausahawan “ dapat diartikan sebagai orang yang
menghasilkan suatu produk dalam bentuk barang maupun jasa. Produk tersebut
kemudian diupayakan untuk ditawarkan dan dijual kepada orang lain yang
membutuhkannya dan bersedia pula untuk membelinya dengan harga tertentu. Hasil
penjualan produk itulah yang digunakan untuk mengembangkan usahanya lebih
lanjut.
2.
Larry (dalam R.S Satmoko, 1986:130) mengungkapkan bahwa
Pengendalian diri adalah kemampuan mengenali emosi dirinya dan orang lain. Baik
itu perasaan bahagia, sedih, marah, senang, takut, dan sebagainya, mengelola
emosi, baik itu menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas,
kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau
ketersinggungan, mengendalikan dorongan hati memotivasi diri sendiri, dan
memahami orang lain secara bijaksana dalam hubungan antar manusia.
3.
Menurut Sedarmayanti (2007), pengembangan adalah setiap usaha
memperbaiki pelaksanaan pekerjaan yang sekarang atau yang akan datang dengan
memberikan informasi mempengaruhi sikap atau menambah kecakapan. Dengan kata
lain pengembangan adalah setiap kegiatan untuk merubah perilaku yang terdiri
dari pengetahuan, kecakapan, dan sikap.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal. AMERICAN SOCIOLOGICAL REVIEW working in the
alienation or social-learning traditions treat them as separate learned and
generalized expectancies Rotter, 1966, 1980.
Jurnal. INTRODUCTION
Early research on entrepreneurial in tentions tended to focus on trait or
personality characteristics McClelland, 1961; Brockhaus 1982; Gasse
1985.
Latif,
S.1997. teknik Pengendalian Diri Sebagai Layanan Bimbingan Untuk Mengubah
Perilaku Tidak Mendukung Belajar Siswa Sekolah Dasar.IKIP Malang.
Paper. HUMAN
RIGHTS COMMISSION PRISONERS RIGHTS: A Study of Human Rights and Commonwealth
Prisoners by Gordon Hawkins Occasional
Paper No. 12 September1986.
Puslatkop dan PK
Departemen Koperasi dan Pembinaan Penguasaha.1995.Kewirausahaan Indonesia
degan Semangat 17 – 8 – 45. PT.Kloang Klede Jaya
R.S
Satmoko.1980. Psikologi Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan edisi ke 3.
Jakarta : Rajawali Press
Sedarmayanti,
Prof. Dr. MPd, APU (2007). Good Governance dan Good Coorparate Governace.
Bandung : Mandar Maju
Sumarsono,
Sonny.2010.Kewirausahaan.Graha ilmu: Yogyakarta
Wiratmo,
Masykur.2009.Pengantar Kewiraswastaan Kerangka Dasar Memasuki Dunia Bisnis.
BPFE: Yogyakarta
No comments:
Post a Comment