Makalah
ETIKA DAN LINGKUNGAN
Diajukan dalam
rangka memenuhi tugas makalah mata kuliah Etika Bisnis
Dosen
Pembimbing :
Prof. Dr. H.Muhammad Djakfar, S.H.,M.Ag
Disusun Oleh:
Mohamad Bastomi (11510131)
Mohamad Bastomi (11510131)
Halimah Dwi Putri (11510134)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat
rahmat, taufik serta hidayahnya kami masih diberi kesempatan dan kemampuan
untuk menyusun makalah dengan judul “Etika dan Lingkungan” guna memenuhi tugas Semester enam.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak-banyak
terimakasih kepada:
- Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Djakfar, S.H.,M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Bisnis yang memberikan arahan dan masukan dalam makalah ini.
- Serta semua
pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini yang tidak
mingkin kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempuran.
Demi tercapainya suatu kesempurnaan kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan.
Demikaian hal yang dapat kami sampaikan, kami
berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Malang, 30 Maret 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di Indonesia sendiri sebenarnya
etika lingkungan bukanlah merupakan hal yang baru, etika lingkungan
sebenarnya telah ada sejak dahulu kala, karena leluhur kita sebenarnya telah
menyebarkan hal ini melalui tembang, legenda ataupun mitos. Namun, sebagian besar manusia saat ini sudah tidak peduli lagi dengan
sesama dan lingkungannya karena merasa berkelimpahan.
Kerusakan lingkungan Indonesia berdampak
global. Krisis lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini
berakar dari kesalahan perilaku manusia yang berasal dari cara pandang dan
perilaku manusia terhadap alam. Masalah lingkungan semakin terasa jauh
terpinggirkan, bahkan sering hanya merupakan embel-embel atau tempelan belaka
dalam program-program pembangunan, kesadaran masyarakat terhadap
masalah lingkungan menurun. Padahal, berbagai bencana akibat pengelolaan
lingkungan yang tidak benar telah berulang kali terjadi dan merupakan
bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Bisnis yang etis adalah bisnis yang dapat memberi
manfaat maksimal pada lingkungan, bukan sebaliknya,
menggerogoti keserasian lingkungan. Kerusakan lingkungan pada dasarnya berasal
dari dua sumber yaitu polusi dan penyusutan sumber daya. Etika lingkungan disini tidak hanya membicarakan mengenai perilaku
manusia terhadap alam, namun berbicara mengenai relasi diantara semua kehidupan
alam semesta, antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak terhadap alam, dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk dengan kebijakan politik dan ekonomi yang berhubungan
atau berdampak langsung atau tidak dengan alam.
Etika lingkungan yang baik
dapat menjadikan perilaku kita semakin arif dan bijaksana
terhadap lingkungan, sebaliknya etika yang salah akan menciptakan malapetaka
bagi kehidupan manusia, karena merusak Etika lingkungan hidup adalah pertimbangan filosofis dan biologis
mengenai hubungan manusia dengan tempat tinggalnya serta dengan
semua makhluk non manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lingkungan Hidup: Gambaran Umum
Lingkungan hidup adalah lingkungan di sekitar
manusia, tempat dimana organisme berkembang dan berinteraksi.[1] Definisi lain ada yang menyatakan bahwa lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Istilah lingkungan hidup pertama kali
dimunculkan oleh Ernest Haeckel, seorang murid Darwin pada tahun 1866, yang
menunjuk kepada keseluruhan organisme atau pola hubungan antar organisme dan
lingkungannya. Ekologi berasal dari kata oikos dan logos,
yang secara harfiah berarti ” rumah” dan “lingkungan”. Ekologi sebagai ilmu
berarti pengetahuan tentang lingkungan hidup atau planet bumi ini sebagai
keseluruhan. Jadi lingkungan harus selalu dipahami dalam arti oikos, yaitu
planet bumi ini. Sebagai oikos, bumi mempunyai dua fungsi yang sangat penting,
yaitu sebagai tempat kediaman (oikoumene) dan sebagai sumber kehidupan (oikonomia/ ekonomi).[2]
Lingkungan
hidup di planet bumi dibagi menjadi tiga kelompok dasar, yaitu lingkungan fisik
(physical environment), lingkungan biologis (biological environment),
dan lingkungan sosial (social environment). Di zaman modern ini
teknologi dianggap mempunyai lingkungannya sendiri yang disebut teknosfer, yang
kemudian dianggap mempunyai peran penting dalam merusak lingkungan fisik.[3]
2.2 Teori-teori Etika Lingkungan
Manusia merupakan populasi
yang memikul tanggung jawab terhadap lingkungan. Isi tanggung jawabnya dalam konteks ekonomi dan
bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau memanfaatkan sumber daya alam demikian rupa sehingga
kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi bermutu sama seperti sebelumnya.
Kegiatan ekonomisnya harus harus memugkinkan pembangunan berkelanjutan. Di sini
kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia itu. Seperti sering
terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan yang berbeda.[4]
•Hak dan deontology
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama
kali terbit pada tahun 1974, William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa
setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang memungkinkan dia untuk
hidup dengan baik. Dalam
konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak untuk memakai miliknya guna
menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja mengalahkan
hak seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki
tanah sendiri, ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan
itu ia mencemari lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi
begitu saja.
•Utilitarisme
Menurut utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik,
kalau membawa kesenangan paling besar atau kalau dengan kata lain kalau
memaksimalkan manfaat. Dalam
perspektif utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan hidup tidak
lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Perhitungan
cost-benefit pada dasarnya menjalankan suatu pendekatan utilitaristis, tetapi
kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan hidup harus dimasukkan di dalamny.
Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam biaya manfaat,
pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan
pada orang lain.
•Keadilan
Keadilan di sini harus dipahami sebagai keadilan
distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk membagi dengan adil. Di bawah ini
kami menyajikan tiga cara, tetapi tidak mustahil tidak ada cara lain lagi untuk
mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup.
a. Persamaan
Lingkungan hidup harus
dilestarikan, karena hanya cara memakai sumber daya alam itulah memajukan
persamaan (equality), sedangkan cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan
mengakibatkan ketidaksamaan, karena membawa penderitaan tambahan khususnya
untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan
sumber-sumber energi alternative bagi generasi-generasi sesudah kita, tetapi
prinsip penghematan adil lebih mendesak untuk diterapkan pada integritas alam.
c. Keadilan Sosial
Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup
barangkali lebih mua terwujud dengan kesadaran atau kerja sama semua individu,
ketimbang keadilan social pada taraf perburuan, karena pertentangan kelas dan
kepentingan pribadi di sini tidak begitu tajam.
2.3 Prinsip Etika Lingkungan Hidup.
Prinsip ini menjadi pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita dalam
berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun
perilaku terhadap sesame manusia yang berakibat tertentu terhadap alam, yaitu:[5]
·
Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for
Nature)
Pada dasarnya
semua teori etika lingkungan mengakui bahwa alam semesta perlu untuk dihormati.
Secara khusus sebagai pelaku moral, manusia mempunyai kewajiban moral untuk
menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun makhluk lain dalam
komunitas ekologis seluruhnya.
·
Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility
for Nature)
Kelestarian dan
kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. semua
orang harus bisa bekerja sama bahu membahu untuk menjaga dan melestarikan alam
dan mencegah serta memulihkan kerusakan alam.
·
Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Dalam diri
manusia timbula perasaan solider, senasib sepenanggungan dengan alam dan sesama
makhluk hidup lain. Prinsin ini bisa mendorong manusia untuk menyelamatkan
lingkungan dan semua kehidupan di alam ini.
·
Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian (Caring
for Nature)
Prinsip ini
tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi, tetapi semata-mata demi
kepentingan alam.
·
Prinsip “No Harm”
Terdapat
kewajiban, sikap solider dan kepedulian, paling tidak dengan tidak melakukan
tindakan yang merugikan atau mengancam makhluk hidup lain.
·
Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Prinsip ini menekankan
pada nilai, kualitas, cara hidup yang baik, bukan menekankan pada sikap rakus
dan tamak. Ada batas hidup secara layak sebagai manusia, yang selaras dengan
alam.
·
Prinsip Keadilan
Prinsip ini
menekankan bahwa terdapat akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota
masyarakat untuk ikut dalam menentukan kebijakan pengelolaan dan pelestarian
serta pemanfaatan sumber daya alam.
·
Prinsip Demokrasi
Prinsip ini
terkait erat dengan hakikat alam, yaitu keanekaragaman dan pluralitas.
Demokrasi member tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman dan
pluralitas. Prinsip ini sangat relevan dengan pengambilan di bidang lingkungan
dan memberikan garansi bagi kebijakan yang pro lingkungan hidup.
·
Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini
terutama untuk pejabat public, agar mempunyai sikap dan
perilaku yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral
yang mengamankan kepentingan public untuk menjamin kepentingan di bidang
lingkungan.
2. 4 Permasalahan dalam Lingkungan Hidup
Pencemaran dan kemerosotan mutu lingkungan hidup manusia karena ulah manusia itu sendiri yang merusak habitatnya sendiri. Pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan umat manusia terkadang tanpa disertai dengan wawasan lingkungan yang benar dan kesadaran yang cukup dalam
memanfaatkan sumberdaya alam, hal tersebut tentu akan menyebabkan kemerosotan mutu lingkungan.
Setidaknya agenda enam masalah yang timbul berkaitan dengan lingkungan, yaitu:
(1) Limbah Beracun
Seringkali perusahaan membuang limbahnya ke sungai di sekitarnya, tanpa
terlebih dahulu mengolahnya menjadi tak beracun. Akibatnya air sungai menjadi tercemar sehingga tidak layak dipakai, ikan-ikan menjadi mati,
bahkan limbah tersebut merembes ke air tanah mengakibatkan air tanah tidak layak untuk dikonsumsi, dan tentu hal ini dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
(2) Efek Rumah Kaca
Naiknya suhu permukaan bumi disebabkan karena panas
yang diterima bumi terhalang oleh partikel-partikel gas yang dilemparkan dalam
atmosfer karena ulah
manusia, sehingga tidak bisa keluar. Penyebabnya diantaranya
adalah karena pembakaran produk-produk minyak bumi dan batu bara. Hal ini akan berdampak negatif yaitu memperluas padang pasir, melelehkan lapisan es
di kutub serta meningkatkan permukaan air laut.
(3) Perusakan Lapisan Ozon
Lapisan ozon berfungsi untuk menyaring sinar ultraviolet. Namun
sekarang lapisan ozon semakin rusak, hal ini dapat terjadi karena pelepasan gas
klorofluorokarbon (CFC) ke udara, pengaruh terbesar disebabkan karena
penyemprotan aerosol, lemari es, dan AC.
(4) Hujan Asam
Asam dari emisi industri bergabung dengan air hujan, yang nantinya akan
masuk ke dalam
tanah, danau ataupun sungai. Tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerusakan
hutan, merusak gedung, dan bahkan bisa menghancur-kan logam-logam beracun karena derajat keasamannya.
(5) Penebangan Hutan
Penebangan hutan secara liar tanpa menghijaukannya kembali tentu berakibat sangat buruk. Hal ini sudah dibuktikan dengan bencana yang terjadi akhir-akhir ini, dimana longsor dan banjir bandang telah menelan korban jiwa yang tidak
sedikit jumlahnya.
(6) Pencemaran Udara
Polusi udara bukanlah barang baru, udara telah bersama kita semenjak terjadinya Revolusi industri dunia, saat cerobong-cerobong asap pabrik mulai berdiri. Terutama dikeluarkan dari pembuangan kendaraan bermotor
dan proses industri. Ditambah lagi dengan kebakaran hutan yang asapnya sangat mempengaruhi kesehatan dan juga mengganggu jarak pandang kita.
2.5 Relasi
Etika, Bisnis dan Lingkungan Hidup: Sebuah Keniscayaan. [6]
Bencana merupakan salah satu indikator bahwa manusia
telah kehilangan kepekaannya untuk saling menyapa dan menyayangi alam semesta
ini. Alam sebagai sumber kehidupan telah dieksploitasi oleh manusia-manusia
yang tidak bertanggungjawab dan hanya mengejar keuntungan jangka pendek. Di
sisi lain kejahatan ekologis ini ternyata juga dilakukan karena ada muatan
kepentingan ekonomi dengan kecanggihan alat teknologi.
Melihat
realitas di atas, jelas manusia telah kehilangan hati nuraninya yang seharusnya
menghargai nilai-nilai etika lingkungan, yakni etika yang menjadi seperangkat
aturan untuk mengatur hubungan manusia dengan alam. Etika lingkungan hidup
menuntut agar nilai etika dan moralitas diberlakukan bagi seluruh komunitas
manusia karena merekalah yang banyak menaruh andil pengrusakan lingkungan.
Selain itu, dalam perpektif etika lingkungan ini manusia harus memperlakukan
alam tidak semata-mata dalam kaitannya untuk kepentingan dan kebaikan manusia.
Bisnis
merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan.
Aktivitas bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang
disediakan oleh alam lingkungan. Sebab itu, relasi antara etika, bisnis dan
lingkungan hidup sangat erat sekali. Hal ini mengandung pengertian, jika bisnis
itu membutuhkan bahan baku dari alam, bagaimanapun alam itu harus diperlakukan
secara layak tanpa merusak habitatnya. Ini semua merupakan tanggung jawab suatu
perusahaan (pelaku bisnis) yang bersifat eksternal, bagaimana perusahaan
mempunyai tanggung jawab dan sosial untuk memperbaiki dan melindungi lingkungan
kearah yang lebih baik.
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik hubungan antara etika, bisnis, dan
lingkungan sebagai berikut: Pertama, dalam penggunaan bahan baku,
perusahaan harus mencari bahan pengganti (sintesis) yang sudah barang tentu tidak mudah memperolehnya
sehingga sebagian besar perusahaan tetap bertumpu pada penggunaan bahan alam
yang lebih mudah didapat, Kedua, pengelolaan dalam pembuangan
limbah/sampah proses industri harus mnghindari terhadap kerusakan ekosistem di
bumi, dan Ketiga, dalam menghasilkan barang hasil peoduksi haruslah
terbuat dari bahan yang ramah lingkungan.
Agar suatu
perusahaan (bisnis) tetap menjaga keseimbangan antara etika, bisnis dan
lingkungan hidup, perlu adanya suatu aturan-aturan tertentu yang memuat
ketentuan bagaimana mengelola dan mempergunakan sumber daya alam (nature
resources) untuk bahan produksinya dengan baik dan tidak mengekploitasinya
secara berlebihan. Dalam hal ini perusahaan perlu bersama-sama pelanggan
(konsumen- stakeholder), pemasok dan pelaku bisnis lainnya menjalankan praktik
bisnis yang berwawasan lingkungan. Perusahaan harus berupaya
mengimplementasikan nilai-nilai etika dan hukum dalam praktik-praktik bisnis
dan bertanggung jawab untuk melindungi lingkungan demi keamanan, kenyamanan,
dan kesejahteraan manusia secara universal.
2.6 Implentasi
Tanggung Jawab terhadap Lingkungan
Hidup
Jika polusi memang merugikan lingkungan salah
satu tindakan yang logis adalah dengan melarang semua kegiatan yang akan
mengakibatkan polusi. Tanggung jawab kita untuk melindungi lingkungan hidup
harus dipertimbangkan terhadap faktor – faktor lain khususnya tentang kegiatan
ekonomis kita.
-
Siapa yang membayar?
Jika kita menyetujui bahwa
terutama bisnis yang mencemari lingkungan dan karena itu bertanggung jawab
untuk melindungi dan memulihkannya kembali maka timbul pertanyaan siapa yang
membayar?
Biasanya ada dua jawaban yang dapat diberikan
untuk pertanyaan diatas yang harusnya membayar adalah si pencemar
membayar dan yang menikmati lingkungan bersih yang harus membayar.
-
Bagaimana beban dibagi?
Jika kita menyetujui bahwa
semua pihak ikut serta dalam membiayai lingkungan berkualitas tinggal satu
pertanyaan lagi yang harus dijawab yaitu bagaimana beban dibagi? Bagaimana beban itu dibagi dengan Fair. Hal itu harus
dilakukan pemerintah bersama dengan bisnis. Terutama tiga cara yang dapat
dilakukan yang masing – masing punya kelemahan dan kekuatan, yaitu:
- Pengaturan. Kekuatan pengaturan itu adalah bahwa pelaksanaannya dapat dipaksakan
secara hukum. Tetapi cara menangani masalah lingkungan ini mempunyai
beberapa kelemahan yang dapat disingkatkan sebagai berikut:
·
Pelaksanaan kontrol terhadap
peraturan-peraturan macam itu menuntut tersedianya teknologi tinggi serta
personel berkualitas dan karena itu menjadi mahal.
·
Pengontrolan efektif
menjadi suatu kesulitan ekstra untuk negara-negara berkembang.
·
Di satu pihak pengaturan
tentang lingkungan dapat diterapkan dengan cara egalarian untuk semua industri
dan karena itu harus dianggap fair.
·
Pengaturan di bidang
polusi industri dapat menimbulkan suatu sikap minimalitas pada bisnis.
·
Kesulitan lain adalah bahwa
pengaturan ketat bisa menimbulkan efek negatif untuk ekonomi.
- Insentif. Cara menangani biaya perbaikan lingkungan yang menemui lebih banyak
simpati pada bisnis adalah memberikan insentif kepada industri yang
bersedia mengambil tindakan khusus untuk melindungi lingkungan.
- Mekanisme
harga. Pabrik-pabrik yang
menyebabkan polusi harus membayar sesuai dengan kuantitas emisi dan
tingkatkan pencemaran. Secara otomatis bisnis akan berusaha agar biaya
produksinya serendah mungkin dan karena itu akan berusaha pula agar polusi
yang disebabkan oleh kegiatan ekonomisnya seminimal mungkin.
2.7
Green
Economy
·
Pengertian
Green Economy
Menurut
UNEP (United Nation Environment Programme, 2009) definisi dari Green
Economic adalah proses merekonfigurasi bisnis dan infrastruktur untuk
menghantarkan hasil yang lebih baik atas alam, manusia dan investasi kapital
ekonomi; dimana emisi rumah kaca, pengekstrasian dan penggunaan sumber daya
alam yang lebih sedikit dengan limbah yang minimal dan kesenjangan sosial yang
minimum; (Greening the economy refers to the process of reconfiguring
businesses and infrastructure to deliver better returns on natural, human
and economic capital investments, while at the same time reducing greenhouse
gas emissions, extracting and using less natural resources, creating less waste
and reducing social disparities).[7]
Definisi
lain tentang Green Economics yang didapat adalah ekonomi dari dunia yang
sesungguhnya, dunia dari pekerjaan, kebutuhan manusia, bahan baku dari bumi dan
bagaimana semua hal tersebut digabungkan menjadi satu secara harmonis. Green
Economics adalah tentang ‘use-value’ bukan ‘exchange-value’ atau uang; tentang
kualitas bukan kuantitas; tentang ‘re-generation’ dari individu, komunitas dan
ekosistem buakan tentang ‘akumulasi’ dari uang ataupun material.[8] Pengertian Green economy lebih luas cakupannya
dibandingkan Low-Carbon Economy (LCE)
atau Low-Fossil-Fuel Economy (LFFE) yaitu aktivitas ekonomi
yang memberikan output minimal terhadap emisi GHG (Green Houses Gas) yang
dilepaskan.[9]
Definisi
green economy akan terus bermunculan mengingat terminologi ini baru berkembang
sekitar 5 (lima) tahun terakhir ini, tetapi yang menjadi dasar pengertian
utamanya adalah segala usaha perekonomian yang dilakukan manusia yang tidak
merugikan atau merusak alam dan lingkungan hidup pada saat ini maupun untuk
masa mendatang.
·
Green Economy
Initiatives (GEI)
UNEP
menyatakan bahwa penerapan Green Economy dapat terlihat melalui:
·
peningkatan
investasi public dan private disektor green
·
peningkatan
dalam kuantitas dan kualitas lapangan kerja disektor green
·
peningkatan GDP
dari sector green
·
penurunan
penggunaan enerji/sumberdaya per unit produksi
·
penurunan level
CO2 dan polusi /GDP
·
penurunan
konsumsi yang banyak menghasilkan limbah
Pada level
domestik inisiatif kebijakan dapat dilakukan antara lain:
·
reformasi pajak
dan insentive lain
·
rasionalisasi
penggunaan tanah dan kebijakan perkotaan
·
adopsi
manajemen sumberdaya air yang terintegrasi
·
peningkatan dan
pemberlakuan peraturan lingkungan
·
monitor dan akuntabilitas
implementasi dari paket-paket stimulus
Pada level
internasional rancangan kebijakan-kebijakan dapat meliputi:
·
perjanjian
perdagangan multilateral dan bilateral untuk jalur barang dan jasa yang
berhubungan dengan lingkungan
·
bantuan
internasional untuk mendukung penerapan green economy
·
aktivasi pasar
karbon global
·
pengembangan
pasar global untuk servis ekosistem
·
pengembangan
dan transfer teknologi yang ramah lingkungan
·
koordinasi
internasional dalam implementasi paket stimulus green
Lebih
lanjut, UNEP mencanangkan bahwa keberhasilan penerapan green
economy akan menghasilkan:
·
20 juta
pekerjaan dibidang energi terbarukan pada tahun 2030 (sekarang 2,3 juta)
·
pasar sebesar
658 milyar USD untuk suply air bersih, sanitasi dan efisiensi air bersih
pada tahun 2020 (sekarang 253 milyar USD)
·
di EU & US:
green building akan menciptakan lapangan kerja sejumlah 2 – 3,5 juta
·
pertanian
organik yang menciptakan 30 % lebih banyak pekerjaan / hektar
·
China: 10 juta
pekerjaan dibidang recycle dan energi terbarukan yang akan menghasilkan 17
milyar USD / tahun dan membuka lapangan kerja untuk 1 juta pekerja.
UNEP
mengembangkan Green Economy Initiatives (GEI) yang dirancang untuk
mendukung negara-negara dalam ‘greening’ ekonomi mereka melalui pencanangan dan
pemfokusan kebijakan-kebijakan, investasi-investasi dan pembelanjaan pemerintah
menuju beberapa sektor seperti; teknologi bersih, enerji terbarukan,
penggunaan air, transportasi hijau, pengolahan
limbah, green buildings dan pertanian dan kehutanan yang
berkelangsungan.
GEI
telah diluncurkan oleh UNEP sejak Oktober 2008 yang ditujukan untuk memotivasi
dan mendukung negara-negara agar berinvestasi di green economy untuk
kepentingan umat manusia khususnya penduduk miskin dan yang rentan terpengaruh,
kepentingan ekonomi dan lingkungan. Pendanaan untuk GEI didukung oleh
Norwegia, Swiss, Inggris dan UN Foundation dan diimplementasikan oleh badan-badan
dibawah UN secara menyeluruh.
Ada
3 (tiga) pilar utama dalam GEI yaitu meningkatkan nilai dan sumber daya alam
pada tingkat nasional dan internasional, pengembangan lapangan kerja
melalui ‘green job’ dan penetapan kebijakan-kebijakan, penggunaan instrumen
untuk mengakselerasi transisi menuju green economy.
Pada awalnya GEI dicanangkan sebagai proyek selama 2
(dua) tahun, tetapi kemudian berkembang bahkan mencakup inisiatif badan PBB
lainnya untuk meningkatkan investasi dibidang lingkungan yang mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja dan
pengurangan kemiskinan.
2.8 Pendayagunaan dan Pelestariaan
Lingkungan Hidup: Perspektif Islam.
Melalui Kitab
Suci Al-Qur’an, Allah telah memberikan informasi spiritual kepada manusia untuk
bersikap ramah terhadap lingkungan. Informasi tersebut memberikan sinyal bahwa
manusia harus selalu menjaga dan melestarikan lingkungan agar tidak menjadi
rusak, tercemar bahkan menjadi punah, sebab apa yang Allah berikan kepada
manusia semata-mata merupakan suatu amanah. Melalui Kitab Suci yang Agung ini
(Al-Qur’an) membuktikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kepada
umatnya untuk bersikap ramah lingkungan.
Allah telah
memberikan tuntunan dalam Al-Quran tentang lingkungan hidup. Karena waktu
perenungan, hanya beberapa dalil saja yang diulas sebagai landasan untuk
merumuskan teori tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam. Itulah salah
satu tujuan penciptaan lingkungan hidup yaitu agar manusia dapat berusaha dan
beramal sehingga tampak diantara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.
Tanggung
jawab moral bisnis, implementasinya bisa pada tanggung jawab sosial.[10] Bahkan
yang tidak kalah pentingnya tanggung jawab pada lingkungan alam. Dari sejumlah
tanggung jawab itu sebenarnya yang paling krusial adalah tanggung jawab pada
diri sendiri dan kepada Tuhan.
Dalam
kaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan pelestariannya, Islam menuntun
manusia agar mengelola kekayaan alam dengan ilmu dan amal. Di samping,
mengingatkan agar dalam mengolah (memproduksi) kekayaan alam itu memperhatikan
batas-batas haramdan halal, dan memelihara kelestariannya. Al-Qur’an
menerangkan bahwa pemanfaatan kekayaan yang tersimpan dan tersebar di alam ini,
tergantung pada dua hal,[11] yakni pertama,
ilmu pengetahuan yang didasarkan padatafakkur dan penggunaan akal.
Ilmu yang dimaksudkan di sini, adalah ilmu-ilmu khusus (spesial) dalam berbagai
bidang pengetahuan dan berbagai bidang kehidupan.Kedua, adalah
amal (action/ implementation). Sesungguhnya ilmu saja tidak akan
membuahkan hasil jika tidak diikuti oleh amal (tindak lanjut) dengan melakukan
berbagai eksplorasi. Yang dimaksud adalah amal usaha yang terus-menerus di
setiap pelosok bumi untuk mengeluarkan segala isinya, memanfaatkan kekayaannya,
dan selanjutnya memakan rizki Allah yang ada padanya. Allah berfirman:
uqèd Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9s (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ
“Dia-lah yang menjadikan
bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah
sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan”[12]
Sumber daya
alam merupakan nikmat Allah kepada makhluk-Nya. Manusia wajib mensyukurinya. Di
antara bentuk syukur itu adalah menjaganya dari kerusakan, kehancuran, polusi,
dan lain-lain yang tergolong sebagai kerusakan di muka bumi. Oleh karena itu
al-Qur’an menyebutkan berulang-ulang bahwa Allah tidak mencintai orang-orang
yang membuat kerusakan sebagaimana firman-Nya:
4 ª!$#ur w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÏÍÈ
Dalam
firman-Nya yang lain juga dijelaskan:
#sÎ)ur 4¯<uqs? 4Ótëy Îû ÇÚöF{$# yÅ¡øÿãÏ9 $ygÏù y7Î=ôgãur y^öysø9$# @ó¡¨Y9$#ur 3 ª!$#ur w =Ïtä y$|¡xÿø9$# ÇËÉÎÈ
“Dan apabila ia berperang (dari kamu), ia
berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman
dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”.[14]
Betapa
besar perhatian Islam terhadap masalah lingkungan, baik terhadap makhluk hidup
maupun mati. Perhatian itu seringkali disertai dengan ancaman. Misalnya, Islam
mengancam pada pembunuh burung secara sia-sia dan pemotong pohon bidara. Di
samping juga memotivasi, seperti himbauan agar tidak menyia-nyiakan kekayaan
pertanian dan peternakan, tidak menyembelih binatang perahan, mendorong
menghidupkan tanah mati agar bermanfaat untuk pertanian, dan lain sebagainya. Hanya
saja sesuai dengan karakter ajaran Islam secara universal, dalam upaya
mengelola dan melestarikan lingkungan selalu mengedepankan etika (akhlak) yang
bersumber dari ajaran wahyu. Oleh karena itu norma-norma yang diaplikasikan
adalah berbasis al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw.
Rasulullah Saw sebagai hadiah terbesar Allah SWT terhadap makhluk
bumi yang membawa rahmat universal menjadi penafsir dan pelaksana garis depan
terhadap ajakan teks-teks Al-Quran di atas dalam melestarikan dan menjaga
keseimbangan alam. Dari hadits-hadits Rasulullah Saw yang menyinggung
kepedulian lingkungan, penulis menyimpulkan pilar-pilar kepedulian lingkungan
seperti berikut:[15]
1. Hemat
dan efisien dalam menggunakan sumber daya alam
Terlalu berlebihan menggunakan sumber daya alam
dapat merugikan komunitas makhluk bumi. Sekarang, bukan hanya tanah yang
kering, tetapi sungai pun ikut kering. Ini menandakan kesadaran pemakai air
terhadap keurgensian hemat air hilang dari praktek keseharian. Olehnya itu,
Rasulullah Saw memberikan keteladanan mendidik yang membimbing umat untuk hemat
dan efisien dalam memberdayakan sumber daya alam.[16]
عَنِ
ابْنِ عُمَر : أَنَّ
النَّبِيَّ مَرَّ
بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ: مَا هَذَا السَّرَفُ؟ قَالَ: أَفِي
الْوُضُوءِ إسْرَافٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَإِنْ كُنْت عَلَى نَهْرٍ جَارٍ
2. Tidak
melakukan penebangan pohon dan pembabatan hutan secara liar dan tidak
terkendali
Rasulullah Saw melarang mematahkan tangkai
pohon atau menebang batangnya dan penggundulan hutan meskipun dalam kondisi
perang. Menebang pohon tanpa mengikuti prosedur yang benar mengancam
kesinambungan hidup makhluk-makhluk bumi yang telah memerankan tugas penting
mempercantik wajah dunia dalam menyuguhkan ayat-ayat ketauhidan yang tersirat.
Pesan kenabian ini pun diikuti Khalifah Abu bakar di saat mengingatkan pesan
kenabian tersebut kepada bala tentaranya yang akan dilepas berjihad ke Syam.[17]
وَرَوَى
ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ فِي مُصَنَّفِهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ
يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثْتُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ بَعَثَ جُيُوشًا
إلَى الشَّامِ، فَخَرَجَ يَتْبَعُ يَزِيدَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ، فَقَالَ: إنِّي
أُوصِيك بِعَشْرٍ: لَا تَقْتُلَن صَبِيًّا، وَلَا امْرَأَةً، وَلَا
كَبِيرًا هَرِمًا، وَلَا تَقْطَعَنَّ شَجَرًا مُثْمِرًا، وَلَا تَعْقِرَنَّ شَاةً،
وَلَا بَقَرَةً، إلَّا لِمَأْكَلَةٍ، وَلَا تُخَرِّبَنَّ عَامِرًا، وَلَا
تُغَرِّقَنَّ نَخْلًا، وَلَا تُحَرِّقَنَّهُ، وَلَا تَجْبُنْ1، وَلَا تَغْلُلْ.
Rahmat universal ini sentuhan kenabian yang
tidak ada duanya dalam mencontohkan kepedulian lingkungan. Olehnya itu, wajar
jika semua makhluk hidup siap memberikan kesaksian kenabian dan kerasulan
terhadapnya jika mereka diminta. Yang demikian itu karena ia sangat memahami
mereka sebagai makhluk hidup yang turut serta beribadah kepada Allah SWT.
Mereka seperti mengungkapkan ucapan terima kasih maknawi kepada Rasulullah Saw
yang telah memahaminya dan mencontohkan umat tata cara menyikapi mereka dengan
baik dan benar.
3. Tidak
melakukan pencemaran lingkungan
Contoh terdekat yang diteladankan Rasulullah
Saw di sesi ini larangannya membuang air kecil di air yang tergenang. Karena
jika dipakai orang lain berwudhu atau mandi, maka itu dapat menyebabkan
penyakit akut yang berbahaya. Bahkan Rasulullah Saw melarang umat buang air
kecil di bawah pohon[18] karena
itu dapat meninggalkan bau[19] dan
kesan yang tidak enak terhadap siapa saja yang berteduh di bawah daunnya yang
rindang.[20]
عَنْ
جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ أَنَّهُ
نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ.
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ
النَّبِىِّ قَالَ:
(لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ.
عَنْ
مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : (اتَّقُوا الْمَلاَعِنَ الثَّلاَثَ: الْبَرَازَ
فِى الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ وَالظِّلِّ.
Contoh kecil ini
menyiratkan makna besar dalam mencegah pencemaran lingkungan dalam skala besar
dan terencana oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti limbah
industri yang tidak mempedulikan keselamatan masyarakat setempat dan
lingkungan, asap pabrik dengan gumpalan menggulung yang menyemprotkan udara
kotor yang cukup mengganggu pernafasan, suara mesin-mesin menderu yang
memekikkan telinga dan mengusik ketenangan makhluk. Yang
mengancam hidup manusia adalah perilaku bodoh mereka sendiri yang tidak
memikirkan akibat mendatang dari perbuatan mereka hari ini. Jadi hadits di atas
seperti mengingatkan umat keurgensian mengetahui segala dampak positif-negatif
setiap perilaku konsumtif sebelum melakukan sesuatu.
4. Tidak
membunuh hewan atau menyiksanya
Hewan adalah makhluk
Allah SWT yang banyak membantu dan meringankan pekerjaan manusia. Olehnya itu,
Rasulullah Saw mengingatkan umat kisah seorang perempuan yang masuk neraka
hanya karena mengurung seekor kucing dan tidak memberinya makan hingga ia mati.[21]
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ قَالَ:
(دَخَلَتْ امْرَأَةٌ النَّارَ فِي هِرَّةٍ رَبَطَتْهَا فَلَمْ تُطْعِمْهَا وَلَمْ
تَدَعْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْض.
Kisah berikutnya yang diceritakan Rasulullah
Saw, kisah seorang nabi yang menghancurkan satu kampung serangga hanya karena
digigit seekor dari mereka. Allah SWT menegurnya dan tidak membenarkan
perbuatan itu: “Anda telah membumi hanguskan
satu umat semut dari pelbagai umat yang senantiasa bertasbih”.
Seandainya ia hanya membunuh semut yang menggigitnya, ia tidak ditegur dan
dicela, tetapi ia telah dikuasai oleh amarah, sebab dari celaan tersebut.[22]
عَنْ
سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَأَبِي سَلَمَةَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: (قَرَصَتْ نَمْلَةٌ نَبِيًّا مِنْ
الْأَنْبِيَاءِ فَأَمَرَ بِقَرْيَةِ النَّمْلِ فَأُحْرِقَتْ فَأَوْحَى اللَّهُ
إِلَيْهِ أَنْ قَرَصَتْكَ نَمْلَةٌ أَحْرَقْتَ أُمَّةً مِنْ الْأُمَمِ تُسَبِّحُ.
Kisah-kisah inspiratif ini melukiskan sejauh
mana kasih sayang Rasulullah Saw yang terhitung sebagai point keistimewaan
tersendiri terhadapnya dalam mempedulikan komunitas hewan. Kepedulian ini
melebihi kepedulian pemerhati hewan yang kadang hanya menunjukkan kepedulian
khusus terhadap hewan-hewan tertentu.
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ : (الْخَيْلُ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى
يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
عَنْ
أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ رَضِيَ الله عَنْهَا، قَالَت : قَالَ رَسُولُ الله : (إِنَّ الْخَيْلَ مَعْقُودٌ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَمَنِ ارْتَبَطَهَا عُدَّةً فِي سَبِيلِ الله، كَانَ
شَبَعُهَا وَجَوْعُهَا وَأَرْوَاثُهَا وَأَبْوَالُهَا فَلاَحًا فِي مَوَازِينِهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
5.
Mensosialisasikan penghijauan
Rasulullah Saw mengajak para pemeduli
lingkungan untuk melakukan penghijauan yang berorientasi akhirat. Banyak yang
tidak tahu bahwa upaya penghijauan yang digerakkan selama ini untuk
menyelamatkan bumi dari polusi ternyata terhitung sebagai saldo ukhrawi yang
menjanjikan pahala. Tidak ada tanaman atau pohon yang dimakan burung, manusia
atau hewan kecuali itu menjadi sedekah bagi pemilik tanaman atau pohon.[23]
Demikian halnya dengan pohon yang memberi teduh terhadap manusia dari terik
sinar matahari. Semua bentuk penghijauan ini punya nilai sedekah yang
sepatutnya memotivasi umat untuk menghijaukan kota-kota Islam mereka.[24]
Penghijauan yang islami ini mengingatkan penulis hikmah ulama dulu yang
mengatakan: “lihatlah daun-daun yang hijau dan air yang mengalir. Sesungguhnya
keduanya melambangkan kesegaran, semangat hidup, kerendahan diri (melihat air
yang senantiasa mencari tempat yang rendah, begitu pula dengan daun yang
melambai-lambai mengikuti hembusan angin) dan penyucian hati.” Gerakan menanam
ini dianjurkan Islam tanpa mengenal usia dan waktu. Abu Darda’ Ra tidak
mempedulikan orang yang menegurnya menanam pohon, meski ia telah lanjut usia.
Dia memahami bahwa menuai tanaman bukan tujuan utama, dia sendiri yang
menuainya atau orang lain, ia tetap dapat pahala. Olehnya itu, gerakan menanam
pohon tidak dibatasi waktu, meski kiamat telah dekat.
Yang menarik lagi, Rasulullah Saw mengaitkan
gerakan menanam ini dengan menghijaukan hati terlebih dahulu dengan dzikir.[25] Bahkan
inilah yang lebih utama, karena jika hati menjadi taman-taman dzikir, ia pun dapat
menyuntikkan spirit beramal, khususnya (sesuai dengan tema ini) menggalakkan
penghijauan dengan gerakan cinta tanaman-tanaman. Jadi, Rasulullah Saw tidak
pernah memisahkan antara materi dan makna-makna kehidupan yang berorientasi
ukhrawi. Makna-makna penghijauan yang berorientasi akhirat ini diserukan
hadits-hadits berikut:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : (مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ
يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا
كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَة.
عَنْ
أَبِي الدَّرْدَاءِ: أَنَّ رَجُلًا مَرَّ بِهِ وَهُوَ يَغْرِسُ غَرْسًا
بِدِمَشْقَ، فَقَالَ لَهُ: أَتَفْعَلُ هَذَا وَأَنْتَ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ ؟
فَقَالَ: لَا تَعْجَلْ عَلَيَّ! سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: (مَنْ غَرَسَ غَرْسًا لَمْ يَأْكُلْ
مِنْهُ آدَمِيٌّ وَلَا خَلْقٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا كَانَ
لَهُ صَدَقَةً.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ : أَنَّ
رَسُولَ اللهِ مَرَّ
بِهِ وَهُوَ يَغْرِسُ غَرْسًا، فَقَالَ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، مَا الَّذِي
تَغْرِسُ؟ قُلْتُ: غِرَاسًا لِي، قَالَ: أَلاَ أَدُلُّكُ عَلَى غِرَاسٍ خَيْرٍ
لَكَ مِنْ هَذَا؟ قَالَ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: قُلْ: سُبْحَانَ
اللهِ، وَالْحَمْدُ للهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ ، يُغْرَسْ
لَكَ بِكُلِّ وَاحِدَةٍ شَجَرَةٌ فِي الْجَنَّةِ.
6.
Menghindarkan lingkungan dari segala bentuk kriminal yang dapat mengganggu
keamanan dan ketenteraman sosial
Rasulullah Saw dalam hal ini memberi mini
contoh dengan mewajibkan umat menghindarkan pemakai jalanan dari sepotong duri
yang mengancam di tengah jalan.[26] Jika
jalan saja punya hak, terlebih lagi keselamatan jiwa, kehormatan, harta dan
keselamatan anggota keluarga. Kepedulian lingkungan ini yang menanamkan makna
besar disuarakan hadits berikut:
عَنْ
أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ t: أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ r قَالَ:
(إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ!). فَقَالُوا: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، مَا بُدٌّ لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا. فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ r: (إِنْ
أَبَيْتُمْ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ!). قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ يَا
رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: (غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى، وَرَدُّ السَّلاَمِ،
وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ .
2.9
Studi kasus The Body Shop[27]
The Body Shop : perusahaan bisnis berbasis nilai kemanusiaan
Sejak perang dunia berlangsung hingga berakhirnya
perang dingin, negara-negara Barat seperti Amerika dan Eropa berlomba-lomba
untuk memasukkan ide-ide mereka kepada negara dunia ketiga. Salah satunya
dengan menyebarluaskan pemahaman sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme
merupakan hasil dari globalisasi yang terjadi beberapa dekade terakhir ini.
Masalah yang timbul akibal proses globalisasi khususnya dalam perdagangan dunia
semakin hari menjadi semakin mengkhawatirkan. The Body Shop sebagai sebuah
perusahaan multinasional besar mencoba untuk mengurangi dampak sistem
kapitalisme yang timbul akibat globalisasi dengan cara yang berbeda dari
gerakan antiglobalisasi lainnya. Maka muncul pertanyaan, gerakan
antiglobalisasi seperti apakah yang akan digunakan The Body Shop untuk
menjalankan aksinya? Apakah perusahaan The Body Shop termasuk dalam kelompok
rejectsionis?
THE BODY SHOP
Perusahaan The Body Shop merupakan salah satu contoh bentuk
antiglobalisasi yang diolah sedemikian rupa hingga menjadi sebuah perusahaan
multinasional besar. Sedikit berbeda dengan perusahaan dagang pada umumnya, The
Body Shop menggunakan produk-produknya untuk menyebarkan ide-ide Fair Trade
serta nilai-nilai globalisasi yang berbasis kemanusiaan. Perusahaan ini
dibangun oleh seorang aktivis HAM, Anita Roddick yang memasukkan nilai-nilai
akan kecantikan yang natural, lingkungan, serta menghargai integritas
masyarakat sosial dengan memberi keadilan bagi para sumber daya manusianya pada
bisnisnya tersebut. Perusahaan The Body Shop, menerapkan sistem fair trade yang
(adalah sebuah sistem perdagangan, berdasarkan asas dialog, transparansi dan
rasa hormat, dalam perdagangan internasional.[28] Fair trade (memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan
dengan menawarkan kondisi perdagangan lebih baik, dan menjamin hak-hak produsen
dan pekerja yang terpinggirkan terutama di selatan. Hasil perusahaan The Body
Shop, dibagi dengan adil kepada para pekerja, petani, juga digunakan untuk
melakukan berbagai kampanye-kampanye lain guna memperbaiki akibat tindakan
globalisasi yang banyak merugikan lingkungan, makhluk hidup, dan masyarakat
global.
Menjawab pertanyaan, "Apakah The Body Shop termasuk salah satu
kelompok Rejectsionist Globalisasi?", jawaban saya adalah tidak. Jika
dikaitkan dengan macam kelompok globalisasi, The Body Shop cenderung dalam
kelompok reformis, yaitu (Helmut, Marlies, & Mary) mereka yang menerima
penyebaran kapitalisme global dan saling ketergantungan global yang berpotensi
menguntungkan bagi kemanusiaan, tetapi tetap harus dilaksanakan dalam proses
yang beradab dan menghargai nilai-nilai kehidupan. Sedangkan rejectsionis lebih
menekankan pada tindakan ingin membalikkan globalisasi kembali ke dunia
negara-bangsa.
Kaum reformis merupakan kumpulan orang atau individu yang mempromosikan
reformasi kelembagaan ekonomi internasional dan menginginkan keadilan sosial
yang lebih besar dan ketat, adil dan partisipatif menentukan arah teknologi
baru, dan mengembangkan aplikasi aturan hukum global yang baru dan kuat.
Reformis adalah kategori yang penting, karena didalamnya terdapat orang-orang
yang ingin membuat perubahan tertentu dan ditujukan untuk perubahan yang lebih
besar dan transformatif dan The Body Shop ada didalamnya. Melalui perusahaan
yang tersebar diseluruh dunia, mereka mencoba untuk melakukan sesuatu yang berbeda
dari perusahaan komersial lainnya. Tercantum dalam “THE BODY SHOP CODE OF
CONDUCT FOR SUPPLIERS”,
mereka mengadopsi nilai-nilai berbasis etika kemanusiaan secara garis
besar seperti, memberikan perlindungan dan keadilan bagi para pekerja,
menentang uji coba terhadap binatang, memberikan upah dan jam kerja secara
wajar, berdagang secara adil dengan komitmen untuk memberikan lebih dari 25,000
orang di seluruh dunia sebuah penghasilan untuk membangun masa depan mereka,
dan tidak mempekerjakan anak-anak dibawah umur.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Lingkungan hidup merupakan komponen yang kompleks dan
sangat berpengaruh terhadap keberlangsugan hidup semua makhluk di bumi. Dengan
mengeksploitasi lingkungan tanpa batas akan menimbulkan kerugian yang dapat mengancam
keberlangsungan makhluk bumi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia mampu
mengelola lingkungannya dengan arif dan bijaksana. Pengelolaan yang baik harus
didasarkan pada etika dan norma yang mengatur akan tata cara yang benar dalam
pemanfaatan lingkungan tanpa merusaknya. Tanpa adanya etika dan norma, maka
keinginan tanpa batas dari manusia akan menimbulkan kerusakan dan kerugian, di
sinilah letak korelasi antara etika, bisnis, dan lingkungan.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa Islam memiliki perspektif
lingkungan yang sangat kuat yang tidak hanya ada dalam tataran normatif tetapi
juga telah dicontohkan Rosulullah selama perjalanan risalahnya. Upaya untuk
menumbuhkan kesadaran lingkungan melalui pendidikan lingkungan pada umat Islam
akan memberikan andil besar dalam mencegah perusakan lingkungan lebih jauh
bahkan memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi.
Konsep
ekonomi hijau diharapkan menjadi jalan keluar. Menjadi jembatan antara pertumbuhan
pembangunan, keadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam.
Tentunya konsep ekonomi hijau baru akan membuahkan hasil jika kita mau mengubah
perilaku. Dengan munculya ekonomi hijau, maka diharapkan akan berjalannya pembangunan
ekonomi berkelanjutan yang mampu mengusung perekonomian yang ramah lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Borrong, Robert P.. 1999. Etika Bumi Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Djakfar, Muhammad. 2012. Etika Bisnis:
Menangkap Spirit Ajaran Langit Dan Pesan Moral Ajaran Bumi. .Jakarta: Penebar
Plus imprit dari Penebar Swadaya
Ernawan, Eni. 2007. Business Ethics. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
http://m.dakwatuna.com/2013/09/23/39668/rasulullah-saw-negarawan-yang-ekonomis/ (diakses 29 Maret 2014).
http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newscat/sosbud/2010/04/20/15728/Pelaksanaan-Green-Economy-Butuh-Inovasi-Teknologi (diakses 29 Maret 2014).
http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/06/10/590461/pemerintah kembangkan-green-budgeting-di-anggaran/ (diakses 29 Maret 2014).
http://www.thebodyshop.co.id/. (diakses pada 29 Maret 2014).
http://www.wfto.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1&Itemid=13 (diakses pada 29 Maret 2014).
Keraf, A. Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan
dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanius.
Nasbu ar-Rayah, hadits. No:
5850
Qardawi, Yusuf. 1995. Peran dan Nilai Moral Dalam Perekonomian Islam: Ter.
KH. Didin Hafidhuddin, dkk. Jakarta: Robbani Press.
Shahih Imam
Bukhari No: 2195
Shahih Imam Bukhari No: 2856
Shahih Imam
Bukhari No: 3140
Shahih Muslim No 681
Shahih Sunan Imam Abi Daud No: 69
Sunan Imam Abi Daud No: 26
Sunan Imam Abi Daud No: 4817
Sunan Imam Ahmad No: 498
Sunan Imam Ibn Majah No 312
Sunan Imam Ibn Majah No: 3807
Velasquez, Manuel G. 1992. Business Ethics: Concept and Cases 3rd Edition. Englewood
Cliffs: Printice Hall.
[2]
Muhammad, Djakfar, Etika
Bisnis dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2007) hal:191.
[4]
Bandingkan M. Velasquez, Manuel G..
(Business Ethics: Concept and Cases 3rd Adition, Englewood Cliffs
NJ, Printice Hall, 1992), hlm. 237-257
[7]
www.metroTVNews.com. Pelaksanaan
Green Economy Butuh Inovasi Teknologi. Diakses 29 Maret 2014.
[8]
www. Inilah.com. pemerintah
kembangkan-green-budgeting-di-anggaran. Diakses 29 Maret 2014.
[9]
www. Unep.org. green economy.
Diakses pada tanggal 29 Maret 2014.
[11] Yusuf, Qardawi, Peran dan
Nilai Moral Dalam Perekonomian Islam, ter. KH. Didin Hafidhuddin, dkk (Jakarta:
Robbani Press, 1995), 141-147
[12]
QS., al-Mulk, 67: 15
[13]
QS., al-Ma’idah, 5: 64
[15] Dikutip dari Dr. Muhammad Widus Sempo, MA., “Rasalullah SAW
Negarawan Yang Ekonomis, 23 Septemer 2013 dalam www.dakwatuna.com
[16] Syekh
al-Hasan bin Ahmad ar-Ruba’i, Fathul Gaffâr al-Jâmi’ li Ahkâmi Sunnati Nabiyyina
al-mukhtâr, kitab at-Thaharah, hadits. No: 312, hlm. 109
[17]
Nasbu ar-Rayah, hadits. No: 5850, vol. 3, hlm. 406
[18]
Shahih Muslim, kitab Thaharah, bab an-Nahyu an al-Baul fil
Ma’i ar-Rakid, hadits. No: 681
[19]
Hadits
Shahih Sunan Imam Abi Daud, kitab Thaharah, bab al-bawl fil ma’i
ar-râkid, hadits. No: 69
[20] Hadits hasan Sunan Imam Abi Daud, kitab
Thaharah, bab al-mawâdi’ al-lati naha an-nabi al-bawl fiihâ, hadits. No: 26
[21] Shahih
Imam Bukhari, kitab bad’i al-khalq, bab
khamsah min ad-dawâb fawâsiq yuqtalna fi al-harâm,, hadits. No: 3140
[22]
Shahih Imam Bukhari, kitab al-jihad, bab idsa
haraka al-musyrik al-muslim, hal yuhraq? hadits. No: 2856
[23] Shahih
Imam Bukhari, kitab al-muzaraah, bab
fadl az-zar’i wa al-garsi idsa akala minhu, hadits. No:
2195
[24]
Hadits
Musnad Imam Ahmad, hadits. No: 27506, vol. 45, hlm. 498
[26]
Hadits
shahih Sunan Imam Abi Daud, kitab al-adab, bab fil julus fi at-Turuqât,
hadits. No: 4817
No comments:
Post a Comment