KARYA TULIS
“KEBAJIKAN DAN KEBATILAN
DALAM
TARI BARONG JAMBE BUDAYA”
DISUSUN OLEH
1. Angga
Kurniawan
2. Ginanjar
Febri W
3. Mas Adi
Andika W.
4. Mitra
Mustaricha
5. Moch. Handi Z.
6. Moh.
Bastomi
PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG
DINAS PENDIDIKAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
DINAS
SMA Negeri 1 GONDANG
TULUNGAGUNG
Jl. Raya Gondang Tulungagung Telp. (0355)324 022
BAB II
TEMUAN PENELITIAN
2.1 DEFINISI UMUM PULAU BALI
Provinsi Bali terletak di antara
Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas fisiknya adalah sebagai berikut:
·
Utara :
Laut Bali
·
Timur :
Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)
·
Selatan :
Samudera Indonesia
·
Barat
:Selat Bali (Propinsi Jawa Timur)
Bali dikenal sebagai Pulau Dewata (island God/island Paradise) merupakan salah satu tempat
wisata terbaik di Indonesia bahkan dunia. Kuta, Sanur, Nusa Dua, Bedugul, Ubud, Sukawati, Lovina, dan lain lain merupakan tempat wisata yang terkenal di
Bali.
Bali adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus
menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan
Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian
selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama
Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan
berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan
Australia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55
kecamatan dan 701 desa/kelurahan.
Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali
juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi seniman.
Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali, dan Inggris
khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata. Di Bali tidak ada
gedung-gedung tinggi karena gedung atau rumah-rumah penduduk tingginya tidak
boleh melebihi pohon kelapa. Salah satu kesenian yang cukup menarik minat para
pengunjung pulau Bali adalah seni tari – tarian. Beberapa tarian Bali yang
populer dikalangan para wisatawan baik Nusantara naupun wisatawan Mancanegara
antara lain yaitrau Tari Legong, Tari Kecak, Tari Barong, dan lain –lain.
2.2
PENGERTIAN TARI
Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk
gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Seni tari Bali pada umumnya dapat
dikatagorikan menjadi tiga kelompok; yaitu wali atau seni tari pertunjukan
sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk
pengunjung, dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.
Pakar seni tari Bali I Made Bandem pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian
Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang
Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng
Pajegan, dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong,
Parwa, Arja, Prembon dan Joged, serta berbagai koreografi tari modern lainnya.
2.3 SIMBOL BARONG DALAM TARI-TARIAN BALI
Barong adalah karakter dalam mitologi
Bali. Ia adalah raja dari roh-roh serta
melambangkan kebaikan. Ia merupakan musuh Rangda dalam mitologi Bali. Banas Pati Rajah
adalah roh yang mendampingi seorang anak dalam hidupnya. Banas Pati Rajah
dipercayai sebagai roh yang menggerakkan Barong. Sebagai roh pelindung, Barong
sering ditampilkan sebagai seekor singa. Tarian tradisional di Bali yang menggambarkan pertempuran
antara Barong dan Rangda sangatlah terkenal dan sering diperlihatkan sebagai
atraksi wisata.
Barong singa adalah salah
satu dari lima bentuk Barong. Di pulau Bali setiap bagian pulau Bali mempunyai
roh pelindung untuk tanah dan hutannya masing-masing. Setiap Barong dari yang
mewakili daerah tertentu digambarkan sebagai hewan yang berbeda. Ada babi hutan, harimau, ular atau naga, dan singa. Bentuk Barong sebagai singa sangatlah populer
dan berasal dari Gianyar. Topeng barong
dibuat dari kayu yang diambil dari tempat-tempat angker seperti kuburan, oleh
sebab itu barong merupakan benda sakral yang sangat disucikan oleh masyarakat
Hindu Bali. Tidak setiap benda berwujud barong dan rangda memiliki daya magis.
Hal ini berkaitan dengan ada tidaknya proses sakralisasi melalui upacara.
Proses ini penting karena perwujudan barong dan rangda akan menampakkan
magisnya sehingga masyarakat merasa dekat secara spiritual. Sebelum upacara
penyucian dilakukan terlebih dahulu dilaksanakan beberapa kegiatan, yaitu:
·
menentukan
hari baik untuk pembuatan barong dan rangda sehingga menjadi barang sakral,
·
menentukan
jenis kayu yang akan digunakan untuk barong dan rangda,
·
pemberian
warna pada sebuah topeng barong dan rangda merupakan hal penting, karena warna
yang cocok dan serasi akan memberikan kesan hidup, agung, dan berwibawa,
·
membuat
kerangka barong dan rangda,
·
memasang
bulu dan hiasan lainnya.
Setelah proses pembuatan barong dan rangda selesai, maka pada hari
yang telah ditentukan dilakukan upacara penyucian. Proses penyucian ini
dilakukan dalam tiga tingkatan, yaitu: prayascita dan mlaspas, ngantep dan
pasupati, serta masuci dan ngerehin. Setelah melalui ketiga tingkatan tersebut
maka barong dan rangda dapat dikatakan telah suci, keramat, dan memiliki nilai
magis.
2.4 Adapun jenis-jenis barong yang ada di Bali yaitu :
A. Barong ket ( ketet )
Barong ini adalah yang paling banyak didapatkan di bali dan yang paling
sering dipentaskan serta memiliki jenis perbendaharaan gerak tari yang
lengkap.Barong ketet merupakan perpaduan antara singa, macan, sapi atau bona. Badan barong ini dihiasi dengan ukir ukiran dibuat dari kulit,
ditempeli kaca dan bulunya dibuat dari braksok, ijuk atau pula dari bulu burung
gagak. Didalam menarikannya
barong ini diusung oleh 2 ( dua ) orang penari yang dinamakan juru saluk
ataupun juru bapang. Lakon ini pada umumnya menggambarkan pertarungan antara
kebajikan dan keburukan, dimana thema ini hampir selalu menjadi dasar dalam
lakon lakon seni pertunjukan Bali. Gambelan untuk mengiringi tari barong ini
adalah gambelan bebarongan yang berlaras pelog. Di beberapa tempat ada juga
yang diiringi dengan gambelan semar pegulingan.
B. Barong Bangkal
Berarti babi besar yang berumur tua, barong ini menyerupai seekor
bangkal biasa disebut barong celeng atau barong bangkung. Gambelan untuk
mengiringinya adalah gambelan batel, dalam pementasannya sangat jarang disertai
dengan suatu lakon dan pementasan barong bangkal ini biasanya dengan cara
ngelawang ( pementasan ) dari satu tempat ketempat lain ) dan ada juga sekedar
mafajar atau diusung kesekeliling.
C. Barong Asu
Barong ini menyerupai anjing terutama topengnya, sangat
dikeramatkan dan terdapat di pura puncak dawa Baturiti Tabanan.
D. Barong Gajah
D. Barong Gajah
Barong ini barong yang menyerupai gajah, sangat dikeramatkan dan salah
satu diantaranya terdapat di Desa Singapadu.
E. Barong Macan
Barong ini menyerupai seekor macan, dalam pementasannya ditarikan oleh
dua orang penari dan ada juga yang dilengkapi dengan suatu drama tari semacam
Arja, gambelan yang dipai mengiringinya adalah gambelan batel.
F. Barong Landung
Barong ini berbeda dengan barong barong yang telah disebutkan diaatas.
Barong landung wujudnya bukan binatang melainkan manusia purba yang kaki dua.
Pada umumnya barong landung ini dibuat berpasangan, terdiri dari ratu Lanang (
Barong landung laki ) dan Ratu Luh ( Barong Landung perempuan ). Barong ini
disebut sedemikian karena bentuknya besar dan tinggi (seperti ondel-ondel
Jakarta). Ratu Lanang wajahnya sangat menakutkan, hitam mukanya dengan giginya
mencolot keluar sedangkan Ratu Luh berupa perempuan tua seperti perempuan cina.
Dibeberapa tempat di Bali ada juga Barong Landung yang dilengkapi dengan jenis
barong Landung lainnya seperti Mantri, Baluh, limbur dan lain-lainnya. Didalam
pementasannya barong landung ini mengambil lakon seperti lakon Arja ( terutama
di Daerah Badung ) dan diiringi dengan gambelan batel.
G. Barong Blasblasan
G. Barong Blasblasan
Barong ini juga disebut barong kedingkling, barong blasblasan adalah
suatu bentuk pementasan yang dilakukan secara ngelawang, penarinya hanya
mengenakan topeng topeng wayang wong dengan lakon cuplikan cuplikan dari
ceritra Ramayana yang pada umumnya merupakan adegan peperangan. Barong ini
banyak di pentaskan pada hari hari Raya Galungan maupun Kuningan dan biasanya
penarinya adalah anak-anak.Gambelan pengiringnya ada yang berupa batel dan ada
pula yang semacam bebarongan (Gambelan batel yang dilengkapi dengan reyong).
Disamping jenis-jenis barong tersebut diatas, masih ada juga jenis-jenis barong yang lain yaitu barong brutuk yang terdapat di desa Trunyan ( sebuah Desa kecil dipinggir sebelah timur dari Danau Batur ). Barong ini memakai bulu-bulu daun pisang yang sudah kering ( kraras ) dan sangat dikeramatkan oleh masyarakat Trunyan. Barong ( sejenis barong landung yang banyak terdapat di daerah Tabanan yang biasanya dipertunjukkan pada upacara ngaben.
Disamping jenis-jenis barong tersebut diatas, masih ada juga jenis-jenis barong yang lain yaitu barong brutuk yang terdapat di desa Trunyan ( sebuah Desa kecil dipinggir sebelah timur dari Danau Batur ). Barong ini memakai bulu-bulu daun pisang yang sudah kering ( kraras ) dan sangat dikeramatkan oleh masyarakat Trunyan. Barong ( sejenis barong landung yang banyak terdapat di daerah Tabanan yang biasanya dipertunjukkan pada upacara ngaben.
2.5 SIMBOL RANGDA DALAM TARI-TARIAN BALI
Menurut etimologinya, kata Rangda
yang kita kenal di Bali berasal dari Bahasa Jawa Kuno yaitu dari kata Randa
yang berarti janda (L. Mardiwarsito, 1986:463). Rangda adalah sebutan janda
dari golongan Tri Wangsa yaitu, Wesya, Ksatria dan Brahmana.
Sedangkan dari golongan Sudra disebut Balu. Kata
Balu dalam bahasa Bali alusnya adalah Rangda. Perkembangan selanjutnya istilah
Rangda untuk janda semakin jarang kita dengar, karena dikhawatirkan menimbulkan
kesan tidak enak mengingat wujud Rangda yang 'aeng' (seram) dan menakutkan
serta identik dengan orang yang mempunyai ilmu kiri (pengiwa). Hal ini terutama
kita dapatkan dalam pertunjukan-pertunjukan cerita rakyat. Dengan kata lain,
ada kesan rasa takut, tersinggung dan malu bila dikatakan bisa neluh nerangjana
(ngeleak).
Sesungguhnya pengertian di
atas lebih banyak diilhami cerita-cerita rakyat yang di dalamnya terdapat unsur
Rangda. Cerita yang paling besar pengaruhnya adalah Calonarang. Ada juga cerita
yang lain, namun itu hanyalah kreasi para seniman seperti: Lakin Kunti Srya, Nang
Aprak, Celedu Nginyah, Men Muntregan, Balian Batur, Campur Taluh (Talo) dan
Kaki Tua. Juga cerita-cerita mythologi dan sejarah seperti Kalikek, Jayapati
dan Sudarsana.
2.6 Jenis – jenis Rangda
Mengidentifikasi jenis-jenis Rangda yang berkembang di Bali amat sulit. Hal ini mengingat wujud Rangda pada umumnya adalah sama. Memang dalam cerita Calonarang ada wujud Rangda yang lain seperti Rarung, Celuluk namun itu adalah antek-antek dari Si Calonarang dan kedudukannya lebih banyak dalam cerita-cerita bukan disakralkan. Untuk membedakan wujud Rangda adalah dengan melihat bentuk mukanya (prerai), yaitu :
A. Bentuk Nyinga
Apabila bentuk muka Rangda itu menyerupai singa
dan sedikit menonjol ke depan (munju). Sifat dari Rangda ini adalah galak dan
buas.
B.
Bentuk Nyeleme
Apabila bentuk muka Rangda itu menyerupai wajah
manusia dan sedikit melebar (lumbeng). Bentuk Rangda seperti ini, menunjukkan
sifat yang berwibawa dan angker.
C.
Bentuk Raksasa
Apabila bentuk muka Rangda
ini menyerupai wujud raksasa seperti yang umum kita lihat Rangda pada umumnya.
Biasanya Rangda ini menyeramkan.
2.7
Dinamisnya gerak Tari Barong
Pementasan Tari
Barong terdiri dari beberapa babak alur cerita yang saling berkaitan, yaitu:
Gending Pembukaan
Menggambarkan suasana barong dan kera sedang berada didalam hutan lebat, tak lama kemudian muncullah tiga orang bertopeng yang menggambarkan tiga orang yang sedang membuat tuak di tengah-tengah hutan, dan salah satu anak dari orang tersebut diduga telah dimakan oleh Barong. Melihat barong maka, kemudian ketiga orang itu sangat marah dan menyerang barong dan kera, ternyata dalam perkelahian ini hidung diantara salah seorang dari ketiga orang itu digigit oleh kera.
Babak Pertama dan Kedua:
Jalan
cerita yang diungkapkan pada babak ini adalah perjalanan para pengikut dari
Rangda yang sedang mencari pengikut Dewi Kunti yang sedang dalam perjalanan
untuk menemui patihnya. Setelah para pengikut Dewi Kunti tiba, maka tiba-tiba
salah satu dari pengikut Rangda berubah rupa menjadi setan (semacam Rangda) dan
memasukkan roh jahat kepada pengikut Dewi Kunti yang menyebabkan mereka bisa
menjadi marah. Alur cerita selanjutnya adalah gerak
dinamis kedua pengikut (Dewi Kunti dan Rangda) menemui Patih dan bersama-sama
menghadap Dewi Kunti.
Babak Ketiga:
Babak ini menggambarkan peran roh jahat yang dimasukkan ke dalam
Dewi Kunti untuk mengorbankan anaknya sendiri Sadewa kepada Rangda. Babak ini
dimulai dengan kemunculan Dewi Kunti dan anaknya yang bernama Sadewa, kemudian
alur cerita yang berkembang menggambarkan janji Dewi Kunti kepada Rangda untuk
menyerahkan Sadewa sebagai korban. Sebenarnya Dewi Kunti tidak sampai hati
mengorbankan anaknya tetapi Rangda memasukkan roh jahat kepada Dewi Kunti,
sehingga menyebabkan Dewi Kunti menjadi pemarah dan tetap berniat mengorbankan
Sadewa anaknya. Oleh sebab itu Dewi Kunti mengutus patihnya untuk
membuang Sadewa ke dalam hutan, sementara itu sang Patih inipun tidak
luput dari kemasukan roh jahat, sehingga sang Patih dengan tanpa perasaan
kemanusiaan menggiring Sadewa ke dalam hutan dan mengikatnya di muka istana
sang Rangda.
Babak Keempat:
Babak ini menggambarkan
kekuatan dan anugerah Sang Dewa (Dewa Siwa) untuk memberikan bantuan dan
pertolongan kepada umat manusia yang memerlukan. Pementasan pada babak ini
dimulai dengan turunnya Dewa Siwa untuk memberikan keabadian hidup kepada
Sadewa dalam bentuk pemberian ilmu kekebalan tubuh, dan kejadian ini tidak
diketahui oleh Rangda. Sesaat kemudian datanglah Rangda yang berniat
untuk mengoyak-ngoyak dan membunuh Sadewa, tetapi Sadewa yang telah terikat
tidak dapat dibunuhnya karena ilmu kekebalan yang dianugerahkan oleh Dewa
Siwa. Tahapan berikutnya yang diekspresikan adalah menyerahnya Rangda
kepada Sadewa, serta memohon untuk diselamatkan agar dapat masuk sorga.
Permintaan Rangda ini dikabulkan oleh Sadewa, sehingga berikutnya Rangda dapat
masuk surga.
Babak Kelima
Salah seorang pengikut rangda yang bernama Kalika menghadap Sadewa,
memohon agar dirinya juga diselamatkan sebagaimana rangda, tetapi permintaan
ini ditolak oleh Sadewa. Penolakan ini membuat Kalika marah sehingga
menyebabkan timbulnya perkelahian antara Kalika dengan Sadewa. Untuk
memenangkan perkelahian ini, Kalika mengubah wujudnya menjadi babi hutan,
tetapi Sadewa yang sakti tetap bisa mengalahkannya. Kalika kemudian mengubah
wujudnya menjadi burung, tetapi Sadewa tetap bisa mengalahkannya. Akhirnya
Kalika berubah wujud menjadi rangda. Rangda ini sangat sakti sehingga Sadewa
tidak bisa membunuhnya. Kemudian Sadewa berubah wujud menjadi barong.
Barong dan rangda sama-sama sakti, sehingga dalam pertarungan ini tidak ada yang
menang dan tidak ada yang kalah. Dengan demikian
pertarungan antara kebajikan dan kebatilan ini berlangsung terus sampai akhir
zaman. Kemudian muncullah pengikut-pengikut barong yang masing-masing membawa
keris. Para pengikut
barong ini hendak membantu barong dalam pertarungannya melawan rangda, tetapi
mereka juga tidak berhasil mengalahkan kesaktian rangda. Bagian akhir menyajikan penari (pengikut barong) yang
membawa keris. Mereka seperti kesurupan dan menusuk-nusuk dada mereka dengan
keris tersebut, tetapi anehnya mereka tidak terluka, sepertinya mereka sudah
kebal. Aksi menusuk badan sendiri dengan keris ini disebut ngurek.
Kemudian muncul barong bersama seorang juru kunci yang membawa air suci.
Kemudian satu persatu para penari tersebut ditolong oleh juru kunci dengan
memercikkan air suci dan memberi doa kepada mereka.
LAMPIRAN
Para
penari Tari Barong :
Pengikut dewi Kunthi :
No comments:
Post a Comment